Pandemi Covid-19 bisa picu kekerasan dalam berpacaran
Kekerasan yang akan terjadi dilampiaskan melalui perangkat komunikasi secara daring (online).
Pandemi coronavirus baru (Covid-19) berpotensi meningkatkan kekerasan ranah personal, seperti kekerasan dalam berpacaran, selain di rumah tangga. Praktik pun bergeser ke ranah digital (online).
"Iya (kekerasan dalam berpacaran saat pandemi bergeser ke daring)," ucap Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Siti Aminah Tardi, saat dihubungi, Jumat (17/4).
Berdasarkan catatan Komnas Perempuan 2020, kekerasan seksual ranah personal dengan pelaku pacar mencapai 1.320 kasus. Dua kali lebih banyak daripada ayah kandung (618 kasus).
Hingga saat ini, kekerasan gender berbasis siber menjadi kasus terbanyak. Terjadi 199 kasus pada Februari dan 207 kasus pada bulan lalu.
Pemicunya, relasi laki-laki dan perempuan timpang. Dalam sistem sosial di Indonesia, laki-laki dididik mengekspresikan perasaannya secara maskulin. Misalnya, mengontrol pasangannya atau memaksa melakukan aktivitas seksual.
Sedangkan perempuan, terbebani standar moralitas terkait kesucian atau keperawanan. Kondisi tersebut dimanfaatkan laki-laki untuk memaksa kekasihnya bersedia melakukan seks.
"Misalkan, dengan ancaman akan diberitahukan ke orang tua, ke sekolah, atau di unggah di media sosial," kata Siti mencontohkan.
"Teknologi informasi digunakan untuk melakukan kekerasan. Maka, kemudian muncul pelecehan seksual online, revenge porn," imbuh dia.
Pernyataan tersebut diamini psikolog klinis sekaligus Direktur Yayasan Pulih, Nirmala Ika. Dirinya berpendapat, pandemi Covid-19 turut menyebabkan kekerasan terhadap perempuan.
Secara umum, terangnya, dorongan seksual laki-laki muncul setelah akil balig. Namun, pendidikan Indonesia cenderung untuk menyalahkan dan menahannya, dibandingkan mengelola dengan baik.
Laki-laki yang terbiasa melakukan aktivitas seksual dengan pacarnya akan sukar mengendalikan hasratnya saat pandemi Covid-19. Pangkalnya, krisis kesehatan mendorong masyarakat beraktivitas di rumah.
Kala dorongan seksual yang muncul tak bisa dikelola dengan baik, bakal memacu adrenalin. Pun berujung kekerasan siber. "Dengan video call, telepon. Semua bisa tetap terjadi. Akhirnya bisa bablas," ujarnya pada kesempatan terpisah.
Nirmala mengingatkan, situasi kacau dan serba tidak pasti karena pandemi Covid-19 juga membuat orang semakin cemas. Sehingga, pengelolaan emosinya buruk dan akan kian mudah menyalahkan pasangannya.