sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pasal sangkaan di kasus Holywings dianggap tak tepat

Ada ketidaksesuaian antara tindakan Holywings dengan pasal pidana yang disangkakan aparat penegak hukum.

Gempita Surya
Gempita Surya Selasa, 28 Jun 2022 19:45 WIB
Pasal sangkaan di kasus Holywings dianggap tak tepat

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama dengan ICJR dan PARITAS menilai tidak ada unsur pidana dalam kasus promosi minuman alkohol yang dilakukan outlet Holywings.

"Kami tekankan bahwa mungkin perbuatan yang dilakukan holywings bersifat sensitif dan kontroversial di masyarakat, namun pendekatan yang digunakan jelas bukan pidana," ujar perwakilan koalisi Erasmus Napitupulu dalam keterangan resmi YLBHI, Selasa (28/6).

Menurut Direktur Eksekutif ICJR itu, terdapat ketidaksesuaian antara perbuatan yang dilakukan dengan pasal pidana dengan sangkaan aparat kepada para tersangka.

Pertama, Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 tentang menyiarkan berita bohong dengan sengaja untuk menimbulkan keonaran, dinilai tidak tepat digunakan. Seharusnya, orang yang disangkakan dengan pasal tersebut adalah mereka yang membuat keonaran dengan berita bohong.

Selain itu, harus dipastikan bahwa penyebaran informasi bohong tersebut memiliki niat untuk menimbulkan keonaran yang lebih dari sekadar kegoncangan hati penduduk, juga perlu mengarah pada keonaran secara fisik, misalnya kerusuhan.

"Sedangkan dalam kasus ini penyidik sudah memberikan keterangan bahwa niat yang dilakukan untuk melakukan promosi bukan untuk membuat keonaran, apalagi menyiarkan berita bohong, sehingga pasal ini jelas tak dapat digunakan," tuturnya.

Kedua, Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP terkait ujaran kebencian dan penistaan agama juga tak dapat digunakan. Pasal tersebut, menurut mereka, seharusnya merupakan perbuatan pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.

Selain itu, pernyataan perasaan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dilakukan di muka umum dan ditujukan untuk melakukan permusuhan.

Sponsored

"Sedangkan yang dilakukan adalah promosi untuk meningkatkan penjualan, bukan menyatakan permusuhan," ucapnya.

Ketiga, menurut mereka, penggunaan pasal ujaran kebencian pada Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang ITE untuk menjerat tersangka tidak ditujukan untuk perbuatan ini. Mereka menganggap, penyidik perlu membaca kembali rumusan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang ITE.

Dalam rumusan pasal tersebut, perbuatan yang dapat dijerat dengan pasal tersebut harus dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Harus ada unsur rasa kebencian dan permusuhan di dalamnya.

"Tindakan yang dilakukan Holywings bukan menyebarkan kebencian dan permusuhan," tuturnya.

YLBHI, ICJR, dan PARITAS pun meminta aparat untuk berhati-hati dalam menggunakan hukum pidana. Pihaknya menilai, pidana harus diletakkan sebagai upaya terakhir dengan mengkaji pasal-pasal yang digunakan.

Untuk itu, ketiga LSM tersebut menyerukan kepada kepolisian untuk menghentikan penyidikan perkara ini, mengingat tidak terpenuhinya sejumlah unsur pidana.

Pihaknya juga meminta kepada Kejaksaan apabila perkara ini tidak dihentikan penyidikannya, sebagai dominus litis, harus menolak melakukan penuntutan karena tidak layaknya perkara ini untuk diajukan ke persidangan.

Di sisi lain, aparat penegak hukum diminta lebih hati-hati menggunakan ketentuan di dalam KUHP tentang berita bohong, ujaran kebenciaan dan penistaan agama, serta Undang-Undang ITE dan menerapkannya dengan ketat sesuai dengan batasan-batasan yang sudah ditentukan.

Pemerintah dan DPR juga didorong untuk segera memprioritaskan perbaikan dan pengetatan perumusan norma terkait, yaitu di dalam RKUHP dan diselaraskan dengan proposal revisi Undang-Undang ITE.

Berita Lainnya
×
tekid