sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pembangunan PLTA Batang Toru ancam kehidupan Orang Utan

PLTA Batang Toru membuat kehidupan orang utan terpisah.

Armidis
Armidis Kamis, 28 Feb 2019 17:09 WIB
Pembangunan PLTA Batang Toru ancam kehidupan Orang Utan

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, bakal mengancam keberlangsungan kehidupan orang utan. Demikian dikatakan Manager Kampanye Perkotaan Walhi, Dwi Sawung.

Pembangunan PLTA Batang Toru, kata Dwi, memaksa orang utan untuk hidup berpisah lantaran terdapat bendungan besar yang dibangun di lokasi PLTA Batang Toru. Hal tersebut bakal memisahkan kehidupan orang utan. Padahal, orang utan biasa hidup berkelompok.

Akibat berpisahnya kehidupan mereka, mengharuskan kawanan orang utan kawin dengan kelompoknya sendiri. Sama seperti manusia, perkawinan sedarah itu meski terjadi pada orang utan juga bakal menimbulkan penyakit genetik. Pada akhirnya, sulit bagi orang utan untuk memiliki keturunan.

“Jadi ancaman punahnya di situ, karena dia tidak mampu mempunyai keturunan lagi,” kata Dwi. 

Berdasarkan catatan Walhi, primata orang utan di kawasan Tapanuli hanya tersisa sekitar 800 ekor. Untuk mengantisipasi punahnya orang utan, Walhi mendesak Bank of China selaku pihak yang mendanai pembangunan PLTA Batang Toru untuk berpikir dua kali mendanai proyek tersebut.

Walhi pun mengaku telah menggandeng berbagai pihak terutama pecinta lingkungan internasional untuk bersama-sama menolak pembangunan PLTA Batang Toru. Bersama jaringan internasional, Walhi akan mengadakan International Action Day of Protest Against Bank of China pada jumat 1 Maret 2019. Aksi ini akan dilakukan di 12 kota di beberapa negara.

Sementara Ketua Tim Kuasa Hukum Walhi, Ronald Siahaan, mengatakan ada kesalahan selama proses pembangunan PLTA Batang Toru, yakni pada administrasi dalam penerbitan izin lingkungan. Karena itu, Walhi kemudian menggugat Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara nomor 660/50/DPMPPTSP/5/IV.1/I/2017. 

Menurut Ronald, hal itu menjadi persoalan karena Pemprov Sumatra Utara selaku pihak tergugat memalsukan tanda tangan salah satu tim penyusun Amdal. Tak hanya tanda tangan, namun juga nama dan ijazah. Padahal, nama yang tercantum dalam Amdal telah membantah dirinya menjadi bagian dari tim penyusun adendum Amdal.

Sponsored

Seperti diketahui sidang terkait gugatan Walhi kepada Gubernur Sumatera Utara bakal dilaksanakan pada 4 Maret 2019 dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Ronald meyakini pihaknya bakal menang dalam persidangan tersebut karena Walhi memiliki posisi hukum yang kuat.

“Kami percaya diri pembuktian kami seluruhnya berkesesuaian. Pihak pemerintah tidak bisa membantah dalil kami. Kami yakin putusan akan berpihak pada lingkungan hidup," kata Ronald. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid