sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Perkara bansos, PP Muhammadiyah: Hukuman mati bisa diterima

Trisno berpendapat hukuman mati tidak melanggar HAM. Sebab, secara prinsip menjadi bagian dari sistem peradilan.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Senin, 07 Des 2020 14:11 WIB
Perkara bansos, PP Muhammadiyah: Hukuman mati bisa diterima

Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Trisno Raharjo, mengatakan, hukuman mati bisa diterima apabila proses peradilan berjalan jujur dan adil. Hal itu, tak lepas dari desakan pihaknya yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut pidana mati tersangka dugaan korupsi bansos Covid-19.

Di sisi lain, Trisno berpendapat hukuman mati tidak melanggar HAM. Sebab, secara prinsip menjadi bagian dari sistem peradilan.

"Kami dari Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, menganggap masih relevan penuntutan ini dan sangat relevan apabila hakim menjatuhkan pidana mati," ujarnya dalam konferensi pers daring, Senin (7/12).

Lebih lanjut, Trisno mengatakan, hukuman mati bisa memberikan efek jera apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh dan tidak ada diskriminasi. Sementara yang terjadi saat ini, imbuhnya, pidana itu tidak dilaksanakan secara konsisten, terukur, dan sesuai dengan berat ringannya pidana yang ada.

"Kalau ukurannya yang ada sekarang, maka itu menurut pandangan kami sudah terpenuhi. Dan pidana mati menjadi hal yang pantas dan layak," jelasnya.

Sebelumnya, Trisno berpendapat sangkaan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada dua tersangka pemberian dugaan suap bansos Covid-19 dinilai tidak tepat.

Trisno menjelaskan, perkara yang menjerat Menteri Sosial nonaktif, Juliari P Batubara (JPB), bukan suap karena adanya dugaan kesepakatan pemberian fee. Hal itu merujuk pada konstruksi perkara yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi, Minggu (6/12).

Ketua KPK, Firli Bahuri, kemarin menjelaskan setelah Juliari menunjuk Adi Wahyono (AW) dan Matheus Joko Santoso (MJS) sebagai pejabat pembuat komitmen atau PPK Kementerian Sosial, memang ada dugaan kesepakatan fee. Pemufakatan di angka Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300.000 per paket bansos.

Sponsored

"Oleh karena itu, KPK harus berani menerapkan ketentuan Pasal 2 UU Tipikor, baik ketentuan ayat (1) dan terkhusus Pasal 2 ayat (2) terkait sanksi pidana mati," jelas Trisno.

Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, berbunyi dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Pasal 2 ayat (1), menyebut memperkaya diri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Penjelasan Pasal 2 ayat (2) dalam naskah yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001, keadaan tertentu ditafsirkan sebagai alasan pemberatan hukuman pelaku tindak pidana korupsi yang praktik lancungnya menyasar dana-dana, seperti penanggulangan keadaan bahaya atau bencana alam nasional.

Berkenaan dengan pandangan Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Firli memastikan KPK bakal mendalami Pasal 2 UU Tipikor. "Tentu kita akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 (UU Tipikor) bisa kita buktikan terkait dengan pengadaan barang dan jasa (atau tidak)," ujarnya, Minggu (6/12).

Lembaga antirasuah menetapkan lima tersangka kasus dugaan penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara terkait bansos Covid-19 Jabodetabek. Mereka adalah Juliari, Adi, dan Matheus, serta pihak swasta diduga pemberi, Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).

Juliari, Adi, dan Matheus diterka telah menerima uang dari Ardian dan Harry. Bagian Juliari, diduga mencapai Rp17 miliar. Rinciannya, periode pertama Rp8,2 miliar dan kedua Rp8,8 miliar.

"Untuk periode kedua pelaksaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," kata Firli. 

Sebagai penerima, Matheus dan Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Juliari diterka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Sedangkan pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.

Berita Lainnya
×
tekid