sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Permenhub Luhut hancurkan penanganan Covid-19 yang sudah amburadul

Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 bertentangan dengan upaya pencegahan Covid-19 yang tercantum dalam aturan lain.

Achmad Al Fiqri Ardiansyah Fadli
Achmad Al Fiqri | Ardiansyah Fadli Senin, 13 Apr 2020 16:01 WIB
Permenhub Luhut hancurkan penanganan Covid-19 yang sudah amburadul

Peraturan Menteri Perhubungan atau Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 mengenai Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19, bertolak belakang dengan upaya penanganan pandemi Covid-19 di tanah air. Terbitnya aturan yang ditandatangani Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan, semakin mengaburkan upaya penanganan wabah coronavirus yang lamban dan amburadul.

"Permenhub ini mengaburkan arah kebijakan hukum pencegahan penyebaran Covid-19. Menabrak sejumlah aturan lainnya, baik aturan di atasnya maupun aturan yang setara dengannya," kata Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum Ferdian Andi kepada jurnalis Alinea.id di Jakarta, Senin (13/4).

Hal yang paling disorot dalam permenhub itu adalah ihwal aturan yang membolehkan ojek online mengangkut penumpang. Aturan tersebut tercantum dalam Pasal 11 Ayat 1 huruf (d), yang menyebut "sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan..."

Aturan tersebut bertentangan dengan UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19, serta Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Covid-19 di DKI Jakarta.

Bahkan, bertentangan dengan poin lain dalam aturan yang sama. Sebab pada Pasal 11 Ayat 1 huruf (c), terdapat aturan yang menyebut "sepeda motor berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang."

Izin agar ojek online dapat mengangkut penumpang seperti tercantum dalam Permenhub Nomor 18 Tahun 2020, jelas bertolak belakang dengan upaya pencegahan penularan coronavirus berupa physical distancing. Padahal penanganan Covid-19 melalui pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, dipilih Presiden Joko Widodo agar penerapan physical distancing dilakukan lebih ketat. 

"Terbitnya Permenhub ini menjadikan wajah politik hukum pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran Covid-19 tidak jelas dan tidak terarah. Permenhub ini memukul mundur semangat sejumlah pihak dalam pencegahan penyebaran Covid-19," kata Ferdian.

Hal yang sama diungkapkan pengamat transportasi publik Djoko Setijowarno. Menurutnya, izin terhadap transportasi ojek mengangkut penumpang justru melanggar esensi physical distancing.

Sponsored

Meski izin tersebut diikuti syarat memenuhi protokol kesehatan, Djoko tak yakin hal tersebut akan dilaksanakan. Hal ini lantaran tak ada ketentuan yang menjamin syarat tersebut dipenuhi. 

Dalam Pasal 11 Ayat 1 huruf (d), disebutkan izin bagi sepeda motor untuk mengangkut penumpang diberikan dengan ketentuan memenuhi protokol kesehatan. Ketentuan itu berupa disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan sesudah digunakan, memakai masker dan sarung tangan, serta tidak berkendara jika sedang sakit atau suhu badan di atas normal. 

"Siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan. Apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor. Bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang," kata Djoko kepada jurnalis Alinea.id.

Sementara itu, Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino mengatakan permenhub tersebut akan menimbulkan kecemburuan karena transportasi lain tidak dapat beroperasi saat PSBB di Jakarta berlangsung. 

"Sopir angkot, bus, mikrolet, sama bajaj, emang enggak terdampak? Pemerintah harus adil. Jangan cuma ojek online saja yang jadi perhatian," kata Wibi.

Menurutnya, tumpang tindih aturan tersebut akan membuat bingung masyarakat. Aparat penegak hukum pun tak punya pegangan yang jelas dalam mengikuti aturan yang bertolak belakang tersebut.

"Masyarakat bingung, aparat penegak hukum juga bingung. Apalagi, Polda Metro Jaya berencana mulai hari ini menindak pengendara yang melanggar PSBB," kata dia. 

Aturan membingungkan ini akan membuat upaya penanganan pandemi Covid-19 semakin tak tentu arah. Padahal, penerapan PSBB dilakukan untuk menekan penularan coronavirus yang saat ini telah menginfeksi ribuan orang. 

Sejauh ini, PSBB baru diterapkan di DKI Jakarta. Hingga Senin (13/4), terdapat 2.242 kasus positif coronavirus di Ibu Kota. Dari jumlah tersebut, sebanyak 142 orang dinyatakan sembuh, sementara 209 lainnya meninggal dunia. 

Berita Lainnya
×
tekid