sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sebelum Puan pidato, Rapat Paripurna DPR diwarnai interupsi RUU TPKS

Interupsi datang dari anggota DPR dari Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah, sesaat sebelum Ketua DPR Puan Maharani menyampaikan pidato.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 16 Des 2021 12:23 WIB
Sebelum Puan pidato, Rapat Paripurna DPR diwarnai interupsi RUU TPKS

Rapat Paripurna DPR untuk menutupi masa persidangan II Tahun Sidang 2021-202, diwarnai interupsi terkait belum disahkannya Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang sudah diambil keputusan, setelah disetujui tujuh fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Interupsi datang dari anggota DPR dari Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah, sesaat sebelum Ketua DPR Puan Maharani menyampaikan pidato penutupan masa sidang.

"Interpusi pimpinan. A20," ujar Luluk dalam rapat paripurna di Senayan, Kamis (16/12).

"Ada interpusi tadi ya. Interupsi dulu atau pidato dulu? Atau pidato dulu baru interupsi?" jawab Pemimpin Sidang Muhaimin Iskandar.

"Interupsi dulu pimpinan," jawab sebagian anggota DPR secara serentak.

Luluk dalam interuspinya mengharapkan agar DPR mengesahkan RUU TPKS menjadi RUU Inisiatif DPR hari ini juga. Menurut dia, RUU TPKS sudah ditunggu banyak pihak untuk mengakhiri siklus kekerasan seksual yang marak terjadi di Tanah Air belakangan ini.

"Saat ini ada ratusan ribu korban kekerasan seksual di luar sana, dan sebagian bahkan ada di gedung ini. Benar-benar berharap atas kebijaksanaan pimpinan dan kita semua, agar dalam forum yang terhormat ini kita bisa bersama-sama mengesakan RUU TPKS sebagai RUU Inisiatif DPR," kata Luluk.

"Jumlah korban terus bertambah, tidak pandang usia. Dari mulai balita, bahkan bayi yang masih merah, hingga usia lansia. Tidak pandang latar belakang pendidikan, pekerjaan bahkan lembaga-lembaga yang kita anggap di sana diajarkan begitu banyak kebijakan dan kebaikan, juga terjadi kekerasan seksual," sambung dia.

Sponsored

Luluk juga menyentil kasus Herry Wirawan, pelaku perkosaan terhadap 21 santriwati di Bandung, Jawa Barat.

"Tidak kurang juga ingatan kita tempo hari, seorang guru pembimbing agama memperkosa dan mengeksploitasi secara seksual hingga hamilnya beberapa anak murid dan melahirkan anak-anaknya," ujar Luluk dengan air mata sedikit berkaca.

"Sebelumnya, seorang bocah perempuan diperkosa secara biadab, beramai-ramai oleh sejumlah laki-laki bejat. Sebelumnya juga anak laki-laki yang masih bocah menjadi korban penculikan dan korban pemerkosaan oleh sejumlah laki-laki. Sebelumnya juga ada bayi usia delapan bulan menjadi korban kekerasan seksual dari orang terdekatnya. Sebelumya juga ada seorang bapak yang tega mengeksploitasi secara seksual anak-anaknya hingga hamil dan melahirkan," katanya.

Tak berhenti di situ, politikus PKB ini juga menyingung kematian tragis Novia Widyasari (NWR), korban kekerasan seksual di Mojokerto yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri di samping makam mendiang ayahnya, lantaran tidak kuat menanggung beban psikologis setelah dipaksa aborsi oleh pacarnya yakni Randy Bagus Hari Sasingko .

"Sebelumnya juga ada mahasiswi yang menjadi harapan orang tua, dan mungkin kita semua. Mungkin dia akan berdiri di sini seperti bapak ibu, tetapi harus mengakhiri hidupnya karena pemaksaan aborsi dan eksploitasi seksual yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja sebagai pelindung masyarakat," beber Luluk.

Menurut dia, trauma kekerasan seksual akan dibawa sepanjang hayat oleh para korban. Untuk bisa memahami kepedihan korban, kata dia, tak perlu menunggu sampai para anggota DPR, termasuk keluarga terdekatnya mengalami nasib serupa.

"Tak perlu kita menjadi korban. dan tak perlu menunggu anak kita dan orang-orang yang kita cintai menjadi korban. Enough is enough, ketua," ungkap Luluk.

"Saya mohon, dengan kebijaksanaan dan juga rasa kemanusiaan yang kita tempatkan dan kita lebih tinggi dari sekedar kepentingan politik, apalagi kepentingan politik jangka pendek, maka RUU TPKS hendaknya bisa diputuskan bersama-sama menjadi RUU Inisiatif DPR. Hari ini juga. Begitu banyak yang sudah menunggu dan menilai bahwa DPR gagal dan tidak memiliki sense of cricis adanya darurat kekerasan. Enough is enough. Cukup adalah cukup. Dan saya kira kita tidak ingin menjadi bagian yang dinggap tidak memiliki senses of cricis itu," kata luluk mengakhiri interupsinya yang diwarnai tepuk tangan anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna.

"Terima kasih, menjadi catatan kita semua dan saya kira DPR akan berkomitmen bersama untuk peristiwa demi peristiwa yang ada," jawab Muhaimin Iskandar.

Berita Lainnya
×
tekid