sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Revisi RUU Terorisme mundur lagi

Alasan mundurnya RUU Terorisme karena DPR masih merasa perlu mendapat masukan dari yang lain.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Selasa, 22 Mei 2018 14:04 WIB
Revisi RUU Terorisme mundur lagi

Sekelompok massa yang tergabung dalam Front Pemuda Islam Anti Radikalisme menggelar aksi di depan Gedung DPR RI Senayan Jakarta pada Selasa (22/5). Aksi bertujuan untuk mendesak DPR RI segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Terorisme yang dinilai sengaja diulur-ulur parlemen. 

Ketua Front Pemuda Islam Anti Radikalisme Asep Irama menuntut agar pekan ini RUU Terorisme segera rampung. Menurut Asep, RUU Terorisme harus segera selesai karena mendesak dan meminta agar DPR tidak lagi lempar tanggung jawab. 

Asep juga menuding Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafi’i tidak becus dan diminta untuk mundur dari keanggotaannya di parlemen apabila RUU Terorisme tidak bisa disahkan pada masa sidang bulan ini. Apabila tidak juga selesai, maka massa akan melakukan aksi kembali di Istana Negara Jakarta dan mendesak Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu Terorisme

Secara terpisah, Anggota Pansus RUU Terorisme Fraksi PPP Asrul Sani menyatakan segera disahkan aturan tersebut oleh para anggota pada Sidang Paripurna minggu depan. Asrul mengakui, RUU Terorisme mundur dari jadwal sebelumnya, yakni minggu ini karena terkendala proses di panja. 

"Sebaiknya tidak diburu-buru dulu. Sebab, masih ada proses yang harus melalui panja dan pansus terlebih dahulu," tukas Asrul Sani.

DPR rupanya masih terus meminta masukan dari sejumlah pihak terkait RUU Terorisme. Sebab, awal pekan ini anggota DPR masih menerima masukan dari Pengurus Pusat Muhammadiyah. 

Bambang Soesatyo, Pimpinan DPR mengatakan meski telah mendapatkan titik temu, namun sejumlah frasa krusial dalam RUU Terorisme masih menjadi perdebatan. Maka, target rampungnya dan disetujuinya RUU Terorisme diperkirakan pada akhir Mei ini. 

Alasan Bambang, minggu ini Pansus RUU Terorisme masih melakukan maraton rapat, baik internal maupun pemerintah. Sebab, masih ada yang belum sinkron terkait RUU Terorisme tersebut. 

Sponsored

Bambang berkilah, terlalu lamanya pembahasan RUU Terorisme lantaran DPR tidak ingin sia-sia. Pasalnya, RUU ini telah lama dibahas sekitar dua tahun. Selain itu juga disebabkan oleh upaya memperbaiki kekurangan atau melakukan reformulasi yang lebih baik terhadap keberadaan UU Terorisme. 

Alasan lain, kata Bambang, adalah DPR menjamin agar prinsip due process of law dalam penegakan hukum tindak pidana terorisme ditegakkan. Penguatan terhadap peran aparat penegak hukum akan dibarengi dengan adanya pengawasan yang berimbang serta memberikan perlindungan terhadap pelaku dan korban. 

Mengingatkan kembali, pekan lalu DPR mengklaim pembahasan RUU Terorisme sudah hampir 99,9%. Pekan ini, kemungkinan pembahasan sudah rampung. 

Bukan alat politik 

Politikus Partai Golkar tersebut juga menjamin bahwa RUU Terorisme tidak akan dijadikan alat politik bagi penguasa untuk membungkam lawan politiknya. Sebaliknya, pembahasan RUU Terorisme dilakukan dengan spirit kepentingan nasional. 

"Saya jamin RUU Terorisme tidak akan dijadikan alat politik bagi penguasa untuk membungkam lawan politik atau mereka yang kritis," kata Bambang seperti dikutip Antara.

Muhammadiyah pun mengusulkan agar Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diubah menjadi Komisi Nasional Penanggulangan Terorisme. Anggotanya dapat terdiri dari tokoh agama, akademisi, Kepolisian, dan TNI.

Formulasi keanggotan tersebut penting agar desain lembaga baru tidak sepihak, namun ditentukan bersama-sama. Bahkan Muhammadiyah telah memiliki draf revisi sendiri yang telah disandingkan dengan RUU Terorisme di tangan DPR. Setelah menyandingkannya, Pengurus Pusat Muhammadiyah bidang hukum dan advokasi Busyro Muqqodas mengatakan, hasil akhirnya diharapkan ada perpaduan antara kepentingan DPR, Pemerintah dan masyarakat sipil. 

Selain itu, PP Muhammadiyah mendesak agar ada sanksi bagi aparat yang menggunakan kekerasan pada terduga teroris. Muhammadiyah juga setuju ada masa penahanan, namun waktunya 14 hari bukan 30 hari seperti yang ada dalam draf.

Baca juga: 
DPR klaim pembahasan UU Terorisme sudah 99,9%

Berita Lainnya
×
tekid