sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Setara: Mesti ada perlawanan semesta terhadap terorisme

Negara memang harus menjadi agensi utama, dalam pencegahan ekstremisme kekerasan. Plus, keterlibatan masyarakat.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Sabtu, 12 Okt 2019 22:30 WIB
Setara: Mesti ada perlawanan semesta terhadap terorisme

Setara Institute mengutuk keras serangan terhadap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto.

Setara menilai penusukan Wiranto sebagai serangan terhadap negara, yang menimbulkan efek berlapis, dan memicu keresahan di tengah masyarakat.

Setara pun meminta Kepolisian untuk meningkatkan kewaspadaan. Caranya dengan mengantisipasi konsolidasi sel-sel tidur, dan aksi teror yang memanfaatkan berbagai momentum politik nasional.

"Antisipasi ini dilakukan dengan tidak melakukan generalisasi. Termasuk penggunaan isu intoleransi dan radikalisme, sebagai alat penundukkan gerakan sipil yang melakukan koreksi atas sejumlah kekeliruan kebijakan sejumlah elemen negara," kata Direktur Eksekutif Setara Insitute Ismail Hasani dalam siaran pers yang diterima Alinea.id di Jakarta, Sabtu (12/10).

Menurut Polri, Wiranto ditusuk oleh Syahril Alamsyah alias Abu Rara, anggota Jamaah Ansharu Daulah (JAD) Bekasi, sebuah organisasi yang berafiliasi dengan ISIS. 

Peristiwa itu terjadi saat Wiranto mengunjungi peresmian gedung baru Mathla'ul Anwar, Pandeglang, Banten, Kamis (10/10) pukul 11.55 WIB.

Ismail mengatakan, pendekatan amaliah JAD bentukan Aman Abdurrahman, yang divonis mati untuk sejumlah kasus terorisme tahun 2018, memang berbeda dari organisasi terorisme lainnya yang melakukan aksi dalam skala besar.

Dia menyebut, jejaring organisasi JAD sangat cair dengan sleeping cell (sel tidur) tidak terstruktur tetapi menyebar. JAD mengadopsi pendekatan lone wolf atau bergerak secara sendiri-sendiri, dalam melakukan amaliah. 

Sponsored

"Gerakan sporadis dan sendiri-sendiri dilakukan oleh anggota JAD. Meskipun tindakan kecil, tetapi memelihara efek keresahan berkepanjangan," kata Ismail.

Ismail menegaskan, terorisme dan segala bentuk ekstremisme kekerasan merupakan musuh bersama seluruh bangsa dan umat manusia. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganannya tidak cukup mengandalkan kelembagaan dan sumber daya negara.

Negara memang harus menjadi agensi utama, dalam pencegahan ekstremisme kekerasan. Namun demikian, dibutuhkan juga partisipasi dan keterlibatan warga. 

Khususnya dalam pencegahannya. Sehingga akan terbangun perlawanan semesta terhadap terorisme.

"Agenda penguatan ketahanan warga (resilience) adalah kebutuhan untuk membentengi warga dari paparan, gerakan dan narasi antikebinekaan dan Pancasila. Dalam konteks itu, pendidikan Kebinekaan dan tata kelola yang inklusif harus digalakkan, agar seluruh anak bangsa dapat hidup bersama secara damai di tengah aneka perbedaan," pungkas Ismail.

Berita Lainnya
×
tekid