sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Siti Fadilah dukung rencana pemerintah geliatkan ekonomi

Salah satu alasannya, butuh waktu lama untuk menemukan vaksin Covid-19.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Minggu, 17 Mei 2020 19:36 WIB
Siti Fadilah dukung rencana pemerintah geliatkan ekonomi

Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, mendukung rencana pemerintah untuk menggeliatkan kembali roda perekonomian di tengah pandemi coronavirus baru (Covid-19). Pertimbangannya, butuh waktu lama hingga antivirus ditemukan dan pertumbuhan ekonomi kian lambat.

Bahkan, katanya mengutip pernyataan perwakilan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sekaligus peneliti Global Health Imperial College London, David Nabarro, tidak akan pernah ada vaksin efektif untuk Covid-19.

"Memang ada penyakit-penyakit yang tidak ditemukan vaksinnya, contohnya HIV/AIDS, dengue. Maka, kita harus bisa hidup berdamai dengan corona," jelasnya melalui surat yang ditulis di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu, Jakarta dan salinannya diterima Alinea.id, Minggu (17/5).

Alasan kedua, vaksin yang sedang dikembangkan–seperti oleh pendiri Microsoft Corporation, Bill Gates, dengan mensponsori Inovio Pharmaceuticals–berbeda karakter dengan SARS-CoV-2 yang ada di Tanah Air. Siti merujuk pengurutan genom (sequencing virus strain) oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

"Kita harus hati-hati di sini," jelasnya. "Maka, (vaksin) tidak akan kompatibel dengan kita (tidak cocok, sehingga tidak akan efektif)."

Pertimbangan berikutnya, China mampu mengendalikan Covid-19 dengan menekan angka penularan dan kasus baru sebelum vaksin berhasil dibuat. Bahkan, mulai menggerakkan sendi-sendi perekonomiannya.

"Kalau kita melihat negara China, (Kota) Wuhan–episentrum awal–telah kembali memulai kehidupan baru setelah corona dengan tanpa vaksin, tapi menggunakan obat tradisional," jelasnya.

Selain itu, dirinya menaksir, tingkat penularan sekitar 2,5%. Dicontohkannya dengan kasus pertama di Indonesia, di mana hanya dua dari 80 orang yang tertular. Padahal, mereka berkumpul dalam suatu ruangan dalam waktu cukup lama dan tanpa masker.

Sponsored

Alasan selanjutnya, Indonesia kaya akan empon-empon yang "tidak disukai" Covid-19. Mayoritas warganya pun telah disuntik vaksin Bacillus Calmette-Guérin (BCG), melindungi dari tuberkulosis (TB), sejak kecil serta kaya akan sinar matahari.

Analisis statistik, pemodelan matematis, dan studi literatur Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) menyebutkan, cuaca/iklim dan kondisi geografi kepulauan di Indonesia–rerata suhu berkisar 27-30 °C dan kelembapan udara 70-95%–relatif lebih rendah risikonya untuk berkembangnya Covid-19.

Sementara, riset enam ilmuwan Department of Biomedical Sciences NYIT College of Osteopathic Medicine menyatakan, negara tanpa imunisasi BCG memiliki tingkat kematian lebih tinggi daripada sebaliknya. Kajian ini dipublikasikan terbatas di medRxiv, sehingga ada penafian (disclaimer) belum dilakukan penelaahan sejawat (peer reviewed).

"Maka, tidak ada alasan kita menunggu lebih lama lagi. Kalau ekonomi menggeliat, kita akan cepat hidup seperti dulu, bahkan harus lebih baik dari dulu," paparnya.

Rekomendasi Siti
Bagi Siti, sudah cukup bagi masyarakat Indonesia beraktivitas di rumah dan tak bekerja seperti biasanya untuk menekan penularan Covid-19. Namun, dirinya mengingatkan, pelonggaran kebijakan mesti bertahap.

"Misal, KRL (kereta rel listrik) tidak boleh jalan tadinya. Oke, sekarang boleh, tapi isinya jangan 100% dulu. Mungkin mulai dari 50 %, terus 70%  dulu, dan seterusnya. Ini sudah betul," tuturnya.

Kemudian, menerapkan gaya hidup sehat dengan rajin membersihkan tangan, menjaga jarak, dan menggunakan masker. Dalihnya, penularan terjadi melalui tetesan kecil (droplet) saat batuk, bersin, atau bersuara lantang.

Selanjutnya, pemerintah menyediakan sarana tes usap buatan dalam negeri berdasarkan galur virus yang berkembang agar lebih efektif. "BPPT sudah siap, (tinggal) mudahkan rakyat menjangkaunya. Siapkan pula primer untuk PCR (polymerase chain reaction) di laboratorium," imbuhnya.

Pemerintah, lanjut Siti, juga mesti menyiapkan fasilitas kesehatan (faskes) penangan Covid-19 dengan menyediakan fasilitas mumpuni dan dokter-dokter berpengalaman. Juga meningkatkan dan meluaskan penelitian terapi plasma yang dirintis Eijkman serta diharapkan menjadi standar prosedur resmi.

Untuk bangkit, baginya, harus revolusi berpikir. Pertama, komitmen pemerintah dan masyarakat senada, memulihkan keadaan secepatnya tanpa mengabaikan kesehatan.

Kedua, kebijakan tidak memperberat beban masyarakat. Jika semakin sukar, ketahanan nasional juga lemah. "Politicall will pemerintah melindungi rakyatnya langsung sangat penting untuk memperkuat kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya," ucapnya.

Selain itu, menghilangkan ketakutan berlebih terhadap Covid-19. Apalagi, jumlah kematian jauh lebih sedikit dibandingkan yang pulih.

"Tidak perlu takut, tapi tetap eling lan waspodo. Eling itu ingat masih dalam masa pandemi dan waspodo itu harus tetap mengikuti protokol PSBB (pembatasan sosial berskala besar) yang dilonggarkan sesuai anjuran pemerintah," urainya.

Berita Lainnya
×
tekid