sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Strategi pertahanan RI bila perang di LCS pecah

Rektor Unhan sebut risiko perang di Laut China Selatan bahaya nyata.

Firda Junita
Firda Junita Kamis, 03 Des 2020 16:49 WIB
Strategi pertahanan RI bila perang di LCS pecah

Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Laksamana Madya TNI Dr. Amarulla Octavian mengungkapkan strategi pertahanan militer Indonesia jika perang di Laut Cina Selatan (LCS) pecah. Hal itu diungkapkan setelah melihat manuver militer China vs Amerika Serikat di LCS belakangan ini.

Indonesia, lanjut dia, harus segera memasang underwater sensor network di laut wilayah dan di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

“Ini adalah hal yang sangat penting untuk memantai kapal-kapal selam yang lewat perairan Indonesia tanpa izin atau illegal passage,” ucapnya.

Indonesia, imbuhnya, juga harus segera membangun empat over the horizon radar (OTHR) untuk mendeteksi target dari jarak jauh. OTHR perlu dipasang di berbagai titik, yaitu Mataram, Manado, Palu, dan Balikpapan.

Selain itu, Indonesia juga memerlukan Big Maritime Data for C4ISR (Computers, Intelligence, Surveillance, and Reconnaissance) yang dapat memantau atau mendapatkan data dari suatu operasi militer gabungan Tri Matra (darat, laut, dan udara).

Selter dan bungker militer (military shelter and bunker) juga dibutuhkan untuk perlindungan masyarakat guna mengantisipasi terjadinya perang yang terjadi di Laut Cina Selatan. Selain itu, perlu membentuk komponen cadangan laut dan komponen pendukung laut yang sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2019.

“Mungkin dalam waktu cepat, pembangunan shelter dan bunker memang di markas militer, tetapi bisa jadi dipakai untuk tempat perlindungan hampir seluru masyarakat Indonesia,” ungkapnya.

Selanjutnya, keperluan logistik nasional untuk masa darurat, interoperabilitas di Laut Natuna dan Laut Sulawesi, dan transformasi berdasarkan the ASEAN Charter, ASEAN Political Security Community Blueprint, dan ASEAN Navies.

Sponsored

“Laut Natuna dan Laut Sulawesi kemungkinan besar menjadi mandala operasi. Oleh karena itu, kerja sama antara TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara adalah strategi yang harus kita dorong,” jelasnya.

Pada level internasional, strategi Indonesia jika terjadi perang di Laut Cina Selatan adalah mendesak Perserikatan Bangsa Bangsa PBB untuk mengakhiri perang.

“Kita bisa minta PBB untuk mediasi gencatan senjata sekaligus mengirimkan pasukan perdamaian maritim. Baik untuk maritim peacemaking, maritim peace enforcement, maritim peacebuilding, dan nantinya maritim peacekeeping,” tuturnya.

Amarulla menambahkan, situasi di Laut Cina Selatan patut diwaspadai karena China ataupun Amerika sudah membentuk berbagai macam strategi perang. Bahkan teknologi persenjataan tersebut dirancang untuk digunakan di laut, udara, hingga di luar angkasa.

“Risiko perang di Laut China Selatan merupakan bahaya nyata, tetapi masih banyak pihak yang skeptis, maupun dari dalam dan luar negeri. Kita jangan sampai berandai-andai bahwa perang tidak akan terjadi,” tegasnya.

Selain itu, Cina dan Amerika Serikat sudah membentuk berbagai macam strategi perang. Amarulla khawatir, fallout atau serpihan sisa pertempuran yang akan terjadi di Laut Cina Selatan diprediksi akan sampai ke Indonesia.

“Sebagai perbandingan, bom atom di Hiroshima memberikan efek yang seperti itu. Kalau terjadi ledakan antara perang China dan Amerika yang menggunakan megaton bom, maka awan atau puing-puingnya jelas akan sampai di Indonesia. Fallout atau debu nuklir dapat mengancam Indonesia,” pungkasnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid