sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Survei LSI: Intoleransi makin meningkat di periode kedua Jokowi

Tren intoleransi politik terus meningkat sejak 2016 dan tak ada perubahan pada 2018-2019.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Senin, 04 Nov 2019 00:30 WIB
Survei LSI: Intoleransi makin meningkat di periode kedua Jokowi

Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan terjadi peningkatan intoleransi di masyarakat pada awal periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengungkapkan dibandingkan 2018, angka intoleransi di 2019 terbilang stagnan. Namun, jika dibandingkan 2017 dan 2016, tampak situasi yang lebih buruk.

“Khususnya ihwal intoleransi politik," ujar Djayadi Hanan di Jakarta, Minggu (3/11).

Hal ini terungkap dalam hasil survei yang bertajuk "Tantangan Intoleransi dan Kebebasan Sipil serta Modal Kerja pada Periode Kedua Pemerintahan Joko Widodo".

Djayadi mengatakan, survei yang dilakukan pihaknya membagi intoleransi menjadi dua kasus, yakni dari segi politik dan non politik.

Untuk segi politik, mayoritas muslim Indonesia menolak nonmuslim menduduki jabatan kepala pemerintahan.

"Rata-rata lebih dari 50% responden yang muslim itu keberatan jika nonmuslim menjadi kepala pemerintahan di tingkat kebupaten/kota, gubernur hingga presiden dan wakil presiden," ujarnya.

Dari survei tersebut, sebanyak 59% orang muslim keberatan jika non-muslim menjadi presiden. Kemudian, 56 % mayoritas muslim keberatan non muslim menjadi wakil presiden. Lalu ada 52% yang keberatan non muslim menjadi gubernur, dan 51,6% keberatan non muslim menjadi bupati dan walikota.

Sponsored

Sementara sebaliknya, terdapat terdapat 71% warga non muslim yang tidak keberatan jika orang muslim menjadi presiden. Kemudian ada 68,4% warga non muslim yang tidak keberataan orang muslim menjadi wakil presiden. Selain itu, ada sekitar 64,1% orang non muslim yang tak keberataan bila orang muslim menjadi gubernur.

Sementara, dari segi nonpolitik, terdapat 53% orang muslim yang  keberataan dengan pembangunan rumah ibadah non muslim dilingkungannya, dan hanya ada 36,8% yang tidak keberataan.

Akan tetapi, dalam hal ritual keagamaan, mayoritas muslim masih terbilang cukup toleran dengan 54% yang tidak keberatan jika umat nonmuslim menyelenggarakan ritual peribadatannya, dan berbanding 36,4% yang keberatan.

"Sebaliknya dari sisi non muslim, moyoritas tidak keberataan dengan pembangunan peribadatan orang muslim dengan persentase sebesar 60,7%. Sementara yang tidak keberatan muslim mengadakan acara keagamaan ada 66,2%," ujarnya.

Sikap intoleran kalangan muslim juga terlihat dari hubungan mayoritas dan minoritas. Dari data LSI, cukup banyak muslim yang setuju bahwa umat agama minoritas di Indonesia harus mengikuti kemauan mayoritas

“Angkanya ada di kisaran 37,2%. Akan tetapi hanya 14,8% yang setuju jika umat Islam yang menjadi minoritas di negara lain harus mengikuti mayoritas di negara tersebut," ujarnya.

Djayadi mengatakan, tren intoleransi politik ini terus meningkat sejak 2016 dan tak ada perubahan pada 2018-2019. Sedangkan, kasus inteloransi religius kultural non politik cenderung menurun sejak 2010. Namun penurunan berhenti di 2017 dan kembali meningkat hingga September 2019.

Perlu diketahui, survai ini dilakukan pada 8-17 September  2019 dengan menggunakan motode wawancara langsung yang melibatkan 1.550 responden yang terpilih secara acak di seluruh Indonesia, dengan margin of eror lebih kurang 2,5%.

Berita Lainnya
×
tekid