sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Nasib uji materi peleburan lembaga iptek ke BRIN tunggu putusan sela

Uji materi meminta Mahkamah menafsirkan kata 'terintegrasi' dan frasa 'antara lain' yang tertuang di Pasal 48 (ayat 1) UU 11/2019.

Khudori
Khudori Selasa, 07 Des 2021 14:39 WIB
Nasib uji materi peleburan lembaga iptek ke BRIN tunggu putusan sela

Sidang lanjutan pengujian Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) terhadap UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi (MK) terus berlanjut. Sidang berikutnya mendengarkan pertimbangan majelis Mahkamah atas perkara ini.

Sidang hari ini, Selasa (7/12), berlangsung amat singkat. Tidak lebih dari lima menit. Sidang dibuka Ketua MK Anwar Usman dengan menanyakan kepada pemohon apakah mencabut perkara nomor 46/PUU-XIX/2021 ini atau meneruskan.

"Pertimbangannya, semua perkara terkait UU Cipta Kerja No. 11/2020 sudah diputus, tinggal satu perkara ini," kata Anwar. 

Kuasa hukum penguji materi, Wasis Susetio, meminta majelis meneruskan perkara ini. Karena berlanjut, kata Anwar, nasib uji materi bergantung pada pertimbangan majelis konstitusi. "Apa akan selesai di sini atau bagaimana, tentu majelis yang punya kewenangan," jelas Anwar.

Selain Wasis Susetio selaku kuasa hukum penguji materi, Heru Susetyo, sidang juga dihadiri wakil dari pemerintah. Sementara wakil dari DPR absen. Sebelum menutup sidang secara online itu, Anwar menjelaskan bahwa sidang berikutnya akan ada pemberitahun dari panitera.

Obyek perkara dan UU Cipta Kerja

Uji materi ini hendak meminta Mahkamah menafsirkan kata 'terintegrasi' dan frasa 'antara lain' yang tertuang di Pasal 48 (ayat 1) UU 11/2019 berikut penjelasannya. Oleh pemerintah dan DPR, Pasal 48 ini diubah menjadi Pasal 121 di UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. 

Di sisi lain, MK telah membuat keputusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang uji materi UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Dalam amar putusannya, MK menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan MK diucapkan. 

Sponsored

"Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen," demikian kutipan amar putusan MK dalam sidang gugatan uji formil UU Cipta Kerja, di Gedung MK, Jakarta, 25 November lalu.

Menurut Wasis, pertanyaan Ketua Majelis apakah perkara dilanjutkan atau dicabut memiliki konsekuensi hukum yang harus dipikirkan secara jeli. Karena ingin mendapatkan kepastian, ia dan penguji materi memutuskan melanjutkan perkara. "Saya yakin akan ada putusan sela," kata Wasis.

Kepada Alinea.id, Wasis menjelaskan jika pun nantinya majelis memutuskan perkara 'tidak dapat diterima' atau Niet Ontvankelijke Verklaard (NO), itu bukan karena legal standing penguji materi atau substansi gugatan. Tetapi lantaran obyek yang diuji terikat putusan nomor 91/2020. 

MK sendiri, jelas Wasis, tidak boleh membuat keputusan terkait substansi perkara. Karena majelis konstitusi belum masuk pada pokok perkara. Saksi, ahli, bukti-bukti dan yang lain belum dibuka di persidangan. 

"Pokok perkara belum diperiksa karena obyek perkara (UU Cipta Kerja Nomor 11/2020) tengah di-hold. Saya penasaran apa kira-kira putusan sela majelis," urai Wasis kepada Alinea.id, Selasa (7/12).

Solusi para pihak

Sembari menunggu pertimbangan majelis, kepada para pihak terkait Wasis memberikan dua jalan keluar. Pertama, mengajukan uji materi Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ke Mahkamah Agung. Pasal 48 (ayat 1) UU 11/2019 merupakan cantolan dan satu-satunya pasal yang mendasari pembentukan BRIN

"Ini bukti bahwa kita serius berikhtiar. Ketika obyek uji materi di MK di-hold, kita bisa menyasar langsung ke Perpres BRIN," kata dia.

Kedua, membuat naskah akademik. Naskah akademik ini idealnya disusun dan dibuat oleh asosiasi atau perkumpulan peneliti. Bisa juga para peneliti dari perguruan tinggi. Naskah akademik merangkum aneka masalah yang muncul akibat tafsir 'terintegrasi' dan 'antara lain'. 

Didukung data-data relevan, termasuk hasil kajian dari berbagai sudut pandang, naskah akademik difokuskan buat memperbaiki UU 11/2019. "Naskah akademik ini bisa jadi masukan buat pemerintah dan DPR," kata dia.

Perjalanan perkara

Uji materi ini disidangkan pertama kali pada 21 September lalu. Heru Susetyo yang anggota Dewan Riset Daerah DKI Jakarta dan peneliti di Lembaga Riset dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu meminta tafsir kata 'terintegrasi' dan frasa 'antara lain'. 

Pasal 121 berbunyi: "(1) Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional."

Penjelasan Pasal 121: "Yang dimaksud dengan "terintegrasi" adalah upaya mengarahkan dan menyinergikan antara lain dalam penyusunan perencanaan, program, anggaran, dan Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bidang Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Perrerapan untuk menghasilkan Invensi dan Inovasi sebagai landasan ilmiah dalam perumusan dan penetapan kebijakan pembangunan nasional."

Ilustrasi persidangan. Foto Pixabay.

Oleh pemerintah, kata dan frasa itu dimaknai sebagai pembubaran yang diikuti peleburan lembaga-lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) bidang iptek (Batan, Lapan, LIPI, dan BPPT) dan litbang di 48 kementerian/lembaga ke BRIN. Batan, Lapan, LIPI, dan BPPT sudah dibubarkan dan kemudian bergabung ke BRIN, September lalu. 

Pemohon ingin mendapatkan kepastian tafsir 'terintegrasi' dan 'antara lain' yang multitafsir itu. Agar ada jaminan kepastian hukum, Heru meminta majelis hakim MK menetapkan frasa 'teringrasi' di Pasal 121 dan frasa 'antara lain' di penjelasan tidak bertentangan dengan Pasal 28D (ayat 1) UUD 1945 dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai BRIN adalah badan yang hanya melakukan koordinasi menyusun, merencanakan, membuat program dan anggaran, Sumber Daya Iptek bidang Penelitian, Pengembangan, Pengkajian dan Penerapan.

Atau frasa 'antara lain' dalam penjelasan Pasal 121 UU 11/2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Pasal 28D (ayat 1) UUD 1945 dan tidak memunyai kekuatan hukum mengikat. 

"Konstruksi yang kita bangun hanya meluruskan, membangun koridor untuk menghindari penyimpangan tafsir karena ada frasa multitafsir," kata Wasis kepada Alinea.id, 20 September lalu.

Berita Lainnya
×
tekid