sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Uji materi UU PWP3K, warga Pulau Wawonii ajukan diri jadi pihak terkait

Langkah ini dilakukan guna menyelamatkan ekosistem buntut pencemaran lingkungan oleh aktivitas pertambangan anak usaha Harita Group, PT GKP.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Jumat, 25 Agst 2023 10:36 WIB
Uji materi UU PWP3K, warga Pulau Wawonii ajukan diri jadi pihak terkait

Warga Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara (Sultra), dan koalisi masyarakat sipil mengajukan permohonan sebagai pihak terkait dalam uji materiil (judicial review/JR) Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi diajukan PT Gema Kreasi Perdana (GKP).

Juru kampanye Trend Asia, Arko Tarigan, mengatakan, langkah tersebut dilakukan agar MK tidak mengabulkan permohonan uji materiil atas pelegalan pertambangan di pulau-pulau kecil. Apalagi, ada beberapa hal yang dinilai janggal dalam prosesnya, seperti belum adanya respons hingga kini terkait permohonan informasi perkembangan pemeriksaan perkara itu yang diajukan koalisi sipil, 8 Agustus 2023.

"Tanggal 30 Agustus 2023 atau 4 bulan setelah pemohon diminta untuk melakukan perbaikan, Mahkamah Konstitusi tetap akan melanjutkan persidangan. Padahal, perbaikan permohonan hanya diberikan waktu 14 hari kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi," tuturnya.

"Ini menjadi suatu hal yang janggal. Seharusnya Mahkamah Konstitusi sudah membatalkan terkait uji materiil yang diajukan oleh PT GKP," sambungnya dalam keterangannya.

Arko menambahkan, PT GKP mengajukan uji materiil ke MK menyusul dikabulkannya permohonan judicial review warga Wawonii atas Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan, yang menetapkan alokasi ruang kegiatan pertambangan di daerah tersebut, ke Mahkamah Agung (MA). Dalam permohonan itu, warga berpendapat, Perda 2/2021 bertentangan dengan UU PWP3K, yang melindungi pulau-pulau kecil dari aktivitas pertambangan.

Putusan MA ini menguatkan bahwa PT GKP, anak usaha Harita Group, tak memiliki legitimasi melakukan aktivitas pertambangan nikel di Pulau Wawoni. Sebab termasuk kategori pulau kecil mengingat luasnya hanya 706 km². Pulau kecil, merujuk UU 27/2007, adalah pulau dengan luas maksimal 2.000 km².

Dalam permohonannya, PT GKP melayangkan perubahan Pasal 35 huruf (k) menjadi "Dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya."

Juru kampanye Trend Asia, Wildan Siregar, menyatakan, kata "apabila" dalam pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum yang berdampak pada kerugian warga. Ia berpendapat, permohonan uji materiil ini merupakan upaya PT GKP melegalkan aktivitas tambang di Pulau Wawonii.

Sponsored

"Pasal 35 dalam UU PWP3K memuat larangan atas kegiatan penambangan pasir, minyak gas, dan mineral karena kerentanan yang dimiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Aktivitas pertambangan di Pulau Wawonii dan pulau-pulau kecil lainnya sudah seharusnya tidak dilakukan mengingat pulau-pulau kecil termasuk dalam wilayah yang rentan untuk kegiatan ekstraktif dan eksploitatif," bebernya.

Jika permohonan PT GKP dikabulkan MK, menurutnya, pelegalan aktivitas tambang di pulau kecil kelak takkan hanya berlangsung Pulau Wawonii, tetapi seluruh wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Dus, kerusakan ekologis hingga konflik sosial akibat perusahaan tambang yang tidak menaati UU PWP3K akan semakin masif.

Juru kampanye Seknas KIARA, Fikerman Saragih, berpendapat, seharusnya MK menolak uji materiil UU WP3K yang diajukan PT GKP untuk menyelamatkan pulau-pulau kecil dari cengkraman industri pertambangan. Dengan begitu, ada sinkronisasi produk hukum yang dihasilkan MK dan MA menyangkut masalah ini.

"Mahkamah Konstitusi seharusnya mengikuti langkah Mahkamah Agung dalam menyelamatkan pulau-pulau kecil dari ancaman industri pertambangan. Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 57P/HUM/2022 telah menyebutkan bahwa secara filosofis, Pulau Wawonii merupakan pulau yang rentan sehingga membutuhkan perlindungan khusus serta kegiatan pertambangan dikategorikan sebagai abnormally dangerous activity yang harus dilarang dilakukan karena akan mengancam kehidupan seluruh makhluk hidup yang ada di Pulau Wawonii," urainya.

"Bahkan, jika dilihat dari respons masyarakat Wawonii, mereka menolak masuknya PT GKP dalam ruang hidup mereka karena pertambangan mengancam keberlanjutan sumber-sumber penghidupan masyarakat maupun lingkungan. Kehidupan masyarakat Wawonii sudah sejahtera dan tidak ada konflik horizontal di internal masyarakat. Pertambangan di Pulau Wawonii tidak sesuai dan tidak menjawab kebutuhan masyarakat untuk mensejahterakan mereka, karena mereka telah sejahtera dari hasil bertani/berkebun dan lautnya," imbuhnya.

Cemari lingkungan
Kegiatan pertambangan PT GKP di Pulau Wawonii mencemari lingkungan setempat. Tiga sumber mata air yang digunakan warga kini keruh bercampur lumpur. Imbasnya, warga tak lagi memiliki akses air bersih untuk aktivitas sehari-hari, seperti mandi, mencuci, hingga konsumsi.

Keragaman flora dan fauna di Pulau Wawonii juga terancam. Sungai Roko-Roko yang dahulu jernih kini menjadi kemerahan. Akibatnya, ikan lompamea, yang dijadikan cadangan protein oleh warga bahkan bahan pangan untuk pesta atau ritual adat, tak lagi ditemukan di sungai akibat pencemaran. Burung maleo hingga penyu yang bertelur di daerah pesisir pun berisiko hilang buntut pembangunan jetty oleh PT GKP.

Berdasarkan data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ada sekitar 1.000 jenis tumbuhan di Pulau Wawonii. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ada sekitar 200 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan, papan, obat, hingga kosmetika. Beberapa di antaranya berupa kelapa, cokelat, cengkih, dan jambu mete.

Nahas, PT GKP melakukan penyerobotan lahan. Ini seperti insiden 9 Agustus silam. Kala itu, perusahaan merangsek lahan tanaman cengkeh milik warga menggunakan alat berat. Kerusakan yang ditimbulkan pun memengaruhi sumber ekonomi masyarakat, yang mayoritas berprofesi sebagai petani dan nelayan.

Berita Lainnya
×
tekid