sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Urgensi pembatasan tenaga kerja Tiongkok 

Besarnya TKA asal Tiongkok dinilai menghadirkan beragam persoalan.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Selasa, 07 Nov 2023 17:57 WIB
Urgensi pembatasan tenaga kerja Tiongkok 

Pemerintah terus mendorong investasi dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) masuk ke Indonesia. Dalam lawatan ke Beijing, Tiongkok, Oktober lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar investor Tiongkok mengebut realisasi investasi di ibu kota negara (IKN) Nusantara. 

Pada pertemuan dengan Perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang, Presiden Jokowi menjanjikan beragam insentif bagi investor asal Tiongkok. Mantan Wali Kota Surakarta itu juga menjamin stabilitas keamanan jelang Pemilu 2024.

"Indonesia juga sudah berpengalaman melakukan pemilihan umum secara langsung selama lima kali. So, you don’t need to worry, you just need to hurry,” kata Jokowi seperti dikutip dari Antara. 

Nilai investasi China di Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022, tercatat nilai investasi pengusaha Tiongkok di berbagai sektor mencapai US$8,22 miliar. Pada 2019, investasi Tiongkok yang masuk ke Indonesia hanya sekitar US$ $4,74 miliar. 

Seiring itu, jumlah pekerja asal Tiongkok yang bekerja di Indonesia juga terus membeludak. Per semester I 2023, Kementerian Tenaga Kerja mencatat ada sekitar 33 ribu pekerja asal China yang bekerja di Indonesia. Tiongkok menjadi negara pengirim TKA terbesar diekor Jepang (7.779 orang) dan Korea Selatan (7.520). 

Peneliti dari Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Triyono berpendapat nilai investasi Tiongkok tak sebanding dengan besarnya jumlah tenaga kerja yang dikirim dari negara tersebut. Pada 2022, jumlah TKA Tiongkok mencapai 44,48% dari total pekerja asing di Indonesia. 

Mengutip data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), ia menyebut Singapura merupakan investor terbesar di Indonesia pada 2022 dengan investasi sebesar US$13,28 miliar. Namun, negara itu hanya menempatkan pekerja mereka sebanyak 1.811 orang tenaga kerja di Indonesia. 

"Dari sisi ketenagakerjaan, kalau dibandingkan dengan negara lain, itu timpang sekali. Di sinilah harus ada peningkatan nilai tawar posisi kita kepada Tiongkok. Bagaimana investasi itu paling tidak, tidak membawa TKA yang banyak," kata Triyono kepada Alinea.id, Senin (6/11).

Sponsored

Dilihat dari sisi ini, Triyono menilai investasi asal Tiongkok bermasalah. Pertama, investasi justru tak jadi solusi problem pengangguran di Indonesia. Pasalnya, mayoritas lapangan pekerjaan yang terbuka karena investasi itu diisi oleh TKA. 

Situasi itu harus menjadi perhatian pemerintah lantaran Indonesia baru saja menyepakati investasi pembangunan kereta cepat Jakarta-Surabaya dengan Tiongkok. Bukan tidak mungkin proyek sebesar itu dominan dinikmati TKA Tiongkok. "Yang terjadi justru mengurangi jatah kesempatan tenaga kerja lokal. Ini harus jadi perhatian," ujar dia. 

Selain itu, kehadiran TKA asal Tiongkok juga rawan menyebabkan gesekan dengan pekerja lokal. Ia mencontohkan bentrokan maut antara TKA China dengan pekerja domestik di area di area pabrik smelter PT Gunbuster Nickel Industri (GNI), Morowali Utara, Sulawesi Tengah. 

"Angka (TKA yang besar) itu sudah menjadi peringatan bagi kita... Bila melihat situasi di Morowali itu, banyak sekali pekerja Tiongkok yang akhirnya gesekan dengan masyarakat. TKA malah jadi masalah," kata Triyono. 

Seharusnya, lanjut Triyono, pemerintah hanya membolehkan TKA Tiongkok yag memang kompeten mengerjakan hal-hal yang belum dikuasai pekerja domestik. Pekerjaan-pekerjaan "kasar" diutamakan diberikan kepada pekerja domestik. 

"Supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan perlu dilakukan pemetaan tenaga kerja kita bisa masuk ke mana. Itu harus dipetakan pekerjaan mana saja yang harus menjadi jatah buruh lokal. Jadi minimal mengurangi yang menjadi kesempatan tenaga kerja Tiongkok," jelas Triyono. 

Di lain sisi, pemerintah juga harus mendorong Tiongkok fokus berinvestasi untuk bidang-bidang teknologi tinggi. Harus dipastikan juga ada  transfer pengetahuan dan keterampilan dari TKA terhadap tenaga kerja di Indonesia. Sejauh ini, fokus investasi Tiongkok masih dominan pada industri logam dan konstruksi.

"Mereka berbeda dengan Amerika Serikat. Amerika itu tidak akan mengutamakan terkait jumlah tenaga kerja yang dikirim. Dia melihat kapasitas SDM negaranya yang tinggi karena teknologi tinggi," ucap Triyono.

Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Riden Hatam Azizm menyebut investasi China sebagai investasi "gelondongan." Dalam hal ini, investor kerap membawa para pekerja dari Tiongkok untuk bekerja di lokasi perusahaan. 

"Ketika Cina mulai investasi di Indonesia tatanan hubungan industrial yang selama ini sudah tertata dengan seimbang dan baik, menjadi rusak. Pada 2016-an, kita sebut Investasi gelondongan. Semua berasal dari (Tiongkok), mulai dari investor hingga tenaga kerjanya. Jadi, Indonesia hanya sebagai penonton," kata Riden kepada Alinea.id, Senin (6/11).

Menurut Riden, besarnya jumlah TKA Tiongkok melemahkan posisi tawar tenaga kerja Indonesia. Di lapangan, banyak kasus yang menunjukkan seolah-seolah pekerja lokal mudah digantikan TKA Tiongkok jika tak mau memenuhi ketentuan-ketentuan pihak investor, termasuk di antaranya soal upah. 

"Situasi ini tentu membahayakan posisi tenaga kerja Indonesia baik yang sudah bekerja apa lagi yang sedang mencari kerja. Bagi yang sudah bekerja, terpengaruh dengan hak yang selama ini sudah didapat bisa berkurang. Ini terbukti lahirnya UU 6 tahun 2023 Cipta Kerja," kata Riden. 

Riden berpandangan salah satu jalan untuk mendongkrak nilai tawar pekerja domestik ialah dengan mencabut Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2003 tantang Cipta Kerja (Ciptaker). "UU Ciptaker dihapus. Kami terus melakukan konsolidasi internal untuk menentukan langkah-langkahnya," imbuhnya. 

Berita Lainnya
×
tekid