sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

UU KPK hasil revisi dinilai tak sah dan batal demi hukum

UU KPK yang telah diserahkan DPR ke Kemensetneg itu terdapat kesalahan penulisan yang substantif.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 17 Okt 2019 12:29 WIB
UU KPK hasil revisi dinilai tak sah dan batal demi hukum

Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi mulai berlaku hari ini setelah DPR RI menyerahkan hasil perbaikan ke Kementerian Sekretariat Negara, Selasa (15/10) lalu. UU KPK hasil revisi itu diperbaiki karena ada kesalahan pengetikan atau typo.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, meskipun kesalahan telah diperbaiki, UU KPK tetap tidak sah. Alasannya, perbaikan kesalahan ketik tidak dilakukan melalui Rapat Paripurna DPR.

“Revisi tidak sah karena pembetulan kesalahan tidak melalui Rapat Paripurna DPR,” kata Boyamin melalui keterangan resmi yang diterima Alinea.id di Jakarta, Kamis (17/10).

Boyamin menuturkan, UU KPK yang telah diserahkan DPR ke Kemensetneg itu terdapat kesalahan penulisan yang substantif, terutama pada Pasal 29 Ayat e. Pada pasal tersebut terjadi persoalan usia pimpinan KPK, tertulis 50 tahun, tapi di dalam kurung tertulis empat puluh tahun. Kesalahan itu, kata Boyamin, tak konsisten. Namun oleh Pemerintah dan DPR hanya dianggap typo

Boyamin menegaskan, permasalahan ini menjadi substansi karena bisa menimbulkan sengketa terkait frasa mana yang sebenarnya berlaku apakah angka 50 tahun atau huruf empat puluh tahun. Ini menimbulkan dua makna yang berbeda. “Jadi hal ini bukan sekedar kesalahan typo, namun kesalahan substantif," ujarnya.

Karenakan dianggap sebagai kesalahan substantif, kata Boyamin, maka cara untuk membetulkannya harus memenuhi persyaratan yaitu dengan mengulang Rapat Paripurna DPR.

Soal mekanisme seperti ini, kata dia, pernah berlaku pada kesalahan penulisan pada putusan Kasasi Mahkamah Agung perkara Yayasan Supersemar. Pada putusan tersebut tertulis Rp ‘139 juta’, padahal semestinya jauh lebih banyak, yakni Rp ‘139 milar’. Kesalahan itu tidak bisa sekadar dikoreksi. Butuh upaya Peninjauan Kembali (PK) untuk membetulkan kesalahan penulisan tersebut.

"Produk rapat paripurna hanya dapat diubah dengan rapat paripurna. Koreksi yang bukan dengan rapat paripurna menjadikan Revisi UU KPK menjadi tidak sah dan batal demi hukum," ujarnya.

Sponsored

Di sisi lain, lanjut Boyamin, hingga saat ini belum terbentuk Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPR, termasuk Badan Legislasi (Baleg). Menurutnya, untuk memenuhi syarat sahnya revisi UU KPK setelah ada kesalahan penulisan, hanya bisa dilakukan apabila telah terbentuk Baleg.

"Sehingga koreksi yang dianggap typo oleh DPR saat ini adalah juga tidak sah dikarenakan saat pengiriman revisi UU KPK saat itu oleh Baleg DPR," kata dia.

Selain itu, Boyamin menambahkan, revisi UU KPK masih menyisakan masalah terkait tidak kuorumnya kehadiran secara fisik anggota DPR dalam mengesahkan RUU KPK. Itu karena peserta rapat yang hadir saat pengesahan UU KPK hanya 89 anggota.

"Juga masih ada permasalahan dengan pembacaan revisi UU KPK karena nyatanya Fahri Hamzah selaku pimpinan rapat paripurna DPR tidak membacakan secara utuh materi revisi UU KPK. Padahal, sebelum dimintakan persetujuan, harus dibacakan secara utuh untuk menghindari kesalahan sebagaimana terjadi saat ini," kata Boyamin.

Berita Lainnya
×
tekid