sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dunia piala, Piala Dunia

Dari semi final Qatar 2022, kemungkinan hadirnya juara dunia baru 50:50.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Selasa, 13 Des 2022 08:58 WIB
Dunia piala, Piala Dunia

Piala Dunia akan mundur empat tahun, kembali ke Rusia 2018, jika Prancis jadi bertemu Kroasia di final. Pengujar kebencian bisa menemukan alasan bahwa olah raga ini memang terbukti benar-benar membosankan. Soalnya kedua tim itu-itu lagi yang berebut kemenangan.

Déjà vu! Budaya Prancis memiliki idiom itu untuk menyatakan perasaan bahwa Anda sebelumnya telah mengalami sesuatu yang terjadi pada Anda saat ini. Artinya peristiwa yang sama sudah pernah terjadi.

Bahasa Inggris bahkan menyerap kata Prancis ini ke dalam kamus Oxford. Kalau Les Blues kontra Vatreni terulang finalnya, terbayang berita utama ditajuk oleh pers tabloid Inggris sebagai "Final Déjà vu!"

Hanya delapan negara menjuarai Piala Dunia: Uruguay, Italia, Jerman (Barat), Brasil, Inggris, Argentina, Prancis, dan Spanyol. Sejak Italia juara dunia 1930 dan 1938 serta Brasil 1958 dan 1962 tidak satu pun negara yang juara dunia dua kali beruntun. Setelah piala berganti, dari Jules Rimet menjadi trofi FIFA World Cup mulai 1974, belum ada kampiun dobel.

Kehadiran berturutan dua kali sampai final, tapi gagal, dialami Belanda 1974 lalu 1978. Jerman Barat lebih beruntung, ke final 1982 dan 1986 yang kalah terus, namun ketiga kalinya 1990 memenangkan turnamen. Sebaliknya Brasil juara 1994, runner-up 1998, kemudian menang lagi 2002. Hattrick final Jerman Barat dan Brasil itu sekaligus menandai supremasi mereka di masa lalu.

Kroasia vs Argentina

Laga semi final pertama Piala Dunia 2022, Kroasia menantang Argentina, Rabu (14/12) dini hari waktu Indonesia. Ini seperti partai ulangan fase grup edisi Rusia 2018 di mana Kroasia unggul telak 3-0.

Albiceleste masih kental nuansa Messi, semua rekannya terus bermain untuk dia. Sementara Vatreni 80 persen diperkuat muka-muka baru, dengan kematangan kian stabil. Secara umum, kualitas Kroasia lebih baik.

Skuad Zlatko Dalic sulit menerapkan garis pertahanan tinggi meniru Arab Saudi. Meski taktik itu sukses menaklukkan Argentina pada laga pembuka. Modal Saudi berupa tenaga yang kuat, bekal Kroasia hanya daya tahan yang konstan. Gaya bermain pun juga jauh berbeda.

Kreasi ajaib Messi sekali lagi dibutuhkan Argentina buat bebas dari memori kelam, empat tahun silam. Tapi dia kembali akan merasakan trik isolasi ala Kroasia di Nizhny Novgorod Stadium, dulu.

La Pulga tidak mungkin dikawal oleh seorang penjaga yang membayanginya habis. Dia lebih  dibiarkan saja terasing sendirian di tengah lapangan.

Argentina perlu "Messi lain" yang bisa memecah kebuntuan. Ditambah keikhlasan 10 rekannya agar tidak terus-menerus bermain cuma untuk seorang Messi. Bila peran Messi tak tergantikan dan 10 yang lain tidak ikhlas "kehilangan" sang bintang di saat sedang sama-sama bermain, langkah Argentina dapat terhenti dalam 90 menit.

Maroko vs Prancis

Pertandingan semifinal kedua diwarnai pertarungan penuh makna dua rekan seklub Paris Saint-Germain: Achraf Hakimi menghadapi Kyllian Mbappe. Mereka berduel untuk pertandingan Maroko versus Prancis Kamis (15/12) dini hari. Usia keduanya terpaut hanya beberapa bulan, lahir di tahun yang sama, 1998. Mbappe dan Hakimi dalam tayangan beINSports sudah datang berdua ke stadion mereka nanti berhadapan.

"Saya akan menghancurkan temanku sendiri," kata Mbappe, tapi lekas dibalas Hakimi: "Aku yang akan membunuh kamu!" Mereka bercanda ketawa-tiwi. "Inilah sepak bola," ujar sayap kiri Prancis.

Maroko bukan Tunisia, yang menang 1-0 di fase grup dalam laga tidak menentukan lagi buat Prancis. Didier Deschamps saat itu menurunkan tim kelas dua, kebanyakan dari bangku cadangan. Seandainya kejutan Singa Atlas cukup semifinalis, Raja Mohammed VI pasti tetap mengapresiasi timnya.

Lagi pula rekor laga tidak berpihak ke Maroko, seri dua kalah lima. Walaupun semuanya dalam pertandingan bukan Piala Dunia. Terakhir, uji coba 16 November 2007, seri 2-2.

Pengacau suasana tergantung pertunjukan akrobatik Azzedine Ounahi. Dia gemar menggiring bola ke manapun dia suka, sesekali menyerempet posisi rekan sepermainan. Menggocek ke sana kemari, halus olah bola di kakinya.

Dia bukan sekadar gelandang, tapi hampir mirip gelandangan sejati di lapangan hijau. Berulang hampir menabrak Sofyan Amrabat, Yahia Attiyat Allah, dan Hakim Ziyech. Hobi mendribel bola, gerakannya seperti compang-camping ditunjang tubuh langsing. Kapan dia mau berbagi, seenaknya sendiri. Itulah seni yang paling khas di gelaran kali ini.

Dari semi final Qatar 2022, kemungkinan hadirnya juara dunia baru 50:50. Empat Besar terbagi rata antara Prancis dan Argentina pernah jadi pemenang, sedangkan Kroasia dan Maroko belum lagi mengangkat trofi. Kalau boleh memilih, Atlas Lions bertemu Vatreni, tentu lebih beringas dan sangat seru.

Misalkan kejadian Kroasia ke final berjumpa Maroko, turnamen sejagat raya niscaya berubah menjadi "dunia piala" bukan piala antara delapan negara di dunia itu-itu saja. Pengujar kebencian pasti hilang selamanya.

Berita Lainnya
×
tekid