sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Akademisi mengkritisi karena Jokowi sudah terlalu jauh cawe-cawe Pilpres

Rektor UII, Fathul Wahid mengatakan, Jokowi telah memudarkan sikap kenegarawanan.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Jumat, 02 Feb 2024 16:35 WIB
Akademisi mengkritisi karena Jokowi sudah terlalu jauh cawe-cawe Pilpres

Sivitas akademika Univesitas Gadjah Mada (UGM) sudah mengkritik Jokowi. Pihak almamaternya melihat alumninya itu telah melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang sebagai penyelenggara negara.

Ialah 'Petisi Bulaksumur' sebagai wujud penuntutan tersebut. Bahkan, Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Koentjoro yang membacakan petisi tersebut merasa sesal.

"Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada," katanya saat membacakan petisi di Balairung, Rabu (31/1).

Almamater lainnya dari tanah kepatihan Hamengkubuwono itu juga bersuara. Yakni, Sivitas Akademika Universitas Islam Indonesia (UII) mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan. Hal ini dinyatakan sebagai sikap atas perkembangan situasi politik di dalam negeri.

Rektor UII, Fathul Wahid mengatakan, Jokowi telah memudarkan sikap kenegarawanan. Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden bagi Prabowo.

Oktober lalu, putusan itu diketok Ketua MK Anwar Usman. Anwar ialah besan Jokowi alias paman Gibran. 

“Menuntut Presiden Joko Widodo beserta Aparatur Pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentinhan politik praktis,” kata Fathul Wahid di depan Auditorium Prof KH Kahar Muzakir Kampus UII, Kamis (1/2).

Menurutnya, cawe-cawe Jokowi berlanjut dengan pernyataan presiden diperbolehkan berkampanye dan berpihak. Hal ini dirasa sangat tidak netral.

Sponsored

Belum lagi, Jokowi diduga menggunakan pembagian bantuan beras ataupun bantuan langsung tunai (BLT) sebagai langkah mendukung salah satu paslon. Padahal sumber bantuan itu dari kas negara.

“Situasi di atas menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kewarganegaraan yang berujung ambruknya sistem hukum dan demokrasi di Indonesia,” ujarnya.

Universitas Indonesia (UI) pun turut bersikap. Hari ini sejumlah guru besar dan alumni dari almamater jaket kuning itu bersuara.

Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi dan nepotisme telah menghancurkan kemanusiaan. Bahkan, merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup.

Selain itu, punahnya sumberdaya alam dan hampir semua kekayaan bangsa ini, akibat keserakahan atas nama pembangunan. Semua dilakukan tanpa naskah akademik berbasis data, tanpa kewarasan akal budi dan kendali nafsu keserakahan.

“Kami, Sivitas Akademika Universitas Indonesia prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi,” ucap Harkristuti di Halaman Rektorat Kampus UI, Depok, Jawa Barat pada Jumat (2/2).

Direktur Eksekutif Citra Insitute, Yusak Farchan mengaku tidak heran dengan sikap para sivitas. Sebab, Jokowi sudah terlalu jauh untuk cawe-cawe dalam pilpres.

“Ya itu sebagai gerakan moral dan warning agar tetap berdiri tegak,” katanya kepada Alinea.id, Jumat (2/2).

Menurut Yusak, kritik ini bisa menurunkan martabat Jokowi, lebih dari itu bisa berdampak pada penurunan elektabilitas Prabowo-Gibran. Bahkan kedua paslon lainnya terlihat menyerang sosok Jokowi.

Penyerangan bisa dilakukan dengan mengkritisi program IKN misalnya. Atau termutakhir, adalah mundurnya Mahfud MD dari kabinet.

“Sasaran untuk menurunkan elektabilitas Pak Prabowo tidak lagi ke Pak Prabowo tapi figur Pak Jokowi,” ujarnya.

Berita Lainnya
×
tekid