sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bawaslu: Ada 8.000 pelanggaran selama Pemilu 2019

Akibat pelanggaran ini, KPU menggelar pemungutan suara ulang, lanjutan, dan susulan hampir di 3.000 TPS.

Cantika Adinda Putri Noveria Ayu mumpuni
Cantika Adinda Putri Noveria | Ayu mumpuni Sabtu, 18 Mei 2019 14:05 WIB
Bawaslu: Ada 8.000 pelanggaran selama Pemilu 2019

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat terdapat sekitar 8.000 temuan dan laporan dugaan pelanggaran semasa pemilihan umum (Pemilu) 2019. Bawaslu juga menyoroti beberapa catatan buruk pelaksanaan Pemilu serentak 2019.

Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, dengan adanya temuan tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pemungutan suara ulang lanjutan dan susulan di lebih dari 2.000-3.000 Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Pungutan suara lanjutan dan susulan karena itu terkait logistik yang terlambat dan tertukar," kata Rahmat di Jakarta Pusat, Minggu (18/5).

Selain itu, Rahmat juga mendapati beberapa laporan soal dugaan pelanggaran oleh Kelompok Penyelanggara Pemungutan Suara (KPPS), seperti tindakan KPPS yang memasukkan surat suara sendiri.

"Setelah kita tanyakan, ternyata surat suara disabilitas, atau orang sakit didatangi, surat suara dibawa dan dimasukkan ke kotak suara," tuturnya.

Menurut Rahmat, persoalan logistik pada pemilu selanjutnya juga harus dibenahi. Dari catatannya, ada sekitar 17.000 TPS yang terhambat, karena logistiknya bermasalah.

"Bayangkan KPPS sudah bekerja jam 9 malam logistiknya harus sudah ada, tapi belum datang. Yang sialnya kami satu orang satu TPS. Jam 4 (pagi) baru datang. Menyebabkan setengah pemilih sudah antri, dan itu jadi kondisi psikis yang agak bermasalah. Itu jadi catatan kita semua," ucap Rahmat. 

Mengenai pemilu serentak, Rahmat menyatakan kelemahannya adalah mayoritas masyarakat hanya fokus pada pemilihan presiden saja. Sehingga, para calon legislative (caleg) memang harus mengerahkan berbagai upaya untuk mengenalkan dirinya ke masyarakat.

Sponsored

"Karena perhatian masyarakat banyak hanya tertuju pada Presiden. Itu yang jadi perhatian kita bersama, tapi ini akan kita evaluasi kembali apakah (Pemilu) harus dipisah atau enggak," ucapnya.

Untuk perhitungan suara pada 22 Mei mendatang, Bawaslu menyakinkan bahwa pihaknya akan membuka pergitungan suara secara terbuka dan bisa diakses oleh publik.

Maladministrasi pemilu

Dalam kesempatan terpisah, Ombudsman RI menilai adanya maladministrasi yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu serentak. Pasalnya, banyak petugas KPPS yang meninggal dunia disebabkan banyak faktor dan salah satunya berkaitan dengan prosedur perekrutan.

Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala menjelaskan dalam memberikan pembekalan sebelum diselenggarakannya pemungutas suara, petugas KPPS tidak mengetahui resiko yang akan didapatkan.

“Kalau dari segi Ombudsman sebetulnya negara melakukan maladministrasi, yakni merkerut orang untuk bekerja membantu negara, tetapi si orang ini tidak diberitahu sebetulnya bebannya berat,” ujar Adrianus.

Adrianus mengungkapkan jika sebelumnya diberitahu mengenai risiko yang akan didapatkan, calon petugas bisa mempertimbangkan beban kerja tersebut dan menyesuaikan dengan kondisi kesehatannya.

“Sepertinya yang menjadi korban meninggal dunia adalah orang awam yang tidak tahu resikonya,” tuturnya.

Sementara itu, peneliti Formappi Licius Karus menyayangkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut. Padahal KPU menyatakan kejadian meninggalnya petugas KPPS juga pernah terjadi dalam penyelenggaraan pemilu.

“KPU bilang ini bukan fenomena baru, lalu kenapa tidak dilakukan pengkajian yang lebih dalam agar tidak terjadi lagi?” katanya.

Lebih lanjut, Licius menuturkan politikus saat ini juga harus lebih berempati terhadap peristiwa meninggalnya ratusan petugas KPPS dengan tidak menyebar ketidakpercayaan. Apalagi banyak politikus yang mempolitisasi fenomena itu.

Berita Lainnya
×
tekid