sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bosan menonton orasi politik di debat ketiga Pilpres 2019

Pemaparan kedua cawapres Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno cenderung normatif dan datar.

Bosan menonton orasi politik di debat ketiga Pilpres 2019

Performa kandidat

Dilihat dari penguasaan panggung, pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, menilai pemaparan kedua cawapres cenderung normatif dan datar. Alih-alih menunjukkan perdebatan yang menarik, keduanya justru mempertontonkan berbagai pemaparan yang cenderung terlihat seperti orasi politik.

Kedua cawapres, baik Ma’ruf Amin maupun Sandiaga Uno hanya menunjukkan keunggulan masing-masing terkait ide, gagasan, dan program yang dimiliki mereka masing-masing, bukan kemampuan mereka menyelesaikan beragam persoalan terkait tema debat soal kesehatan, ketenagakerjaan, pendidikan, sosial dan budaya. 

“Debat yang datar, tapi menarik karena lebih mengedepankan kecakapan masing-masing dalam menjelaskan ide, gagasan dan programnya,” tuturnya.

Ujang menjelaskan, pemaparan Sandiaga Uno yang lebih menonjolkan pengalamannya ketika menjawab pertanyaan menunjukkan dirinya sebagai praktisi yakni sebagai pelaku usaha. Sementara Ma'ruf Amin yang berbicara dengan menyelipkan ayat Al Quran menunjukkan keahliannya sebagai ulama. Hal inilah yang tidak dimiliki Sandiaga.

Meski sama-sama menunjukkan latar belakangnya, namun kedua cawapres disebut Ujang tidak mendalami materi debat. Ujang menilai, substansi dalam debat ketiga Pilpres 2019 tetap ada, tapi belum dapat menjelaskan secara detil. Misalnya ketika Sandiaga berbicara mengenai gaji guru honorer yang akan ia naikkan.

“Oleh Sandi tidak dijelaskan berapa kenaikannya, kapan akan dinaikkan, anggarannya diambil dari mana. Itu tidak jelas dan tidak tuntas,” ucap Ujang.

Menurut Direktur Eksekutif Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, jika sebelumnya dianggap bakal kikuk dan tak menguasai tema debat, performa Ma’ruf Amin pada debat kali ini justru berada di atas ekspektasi publik. Bahkan ia berhasil membuat orang-orang terkejut karena istilah yang dilontarkannya semisal infrastruktur langit. 

Sponsored

Padahal, pembicaraan soal Ma’ruf Amin terutama di media sosial amat minim. Sementara Sandiaga Uno jauh lebih tinggi. Ia berada di bawah Jokowi dan Prabowo Subianto. Karena itu, tak heran jika Jokowi seolah kerap dikeroyok oleh Prabowo dan Sandiaga. Namun hal itu dijawab Ma’ruf lewat penampilannya yang cukup cemerlang dengan menjadi dirinya sendiri dan berani mengambil isu bagi kalangan milenial.

“Ma’ruf Amin menampilkan dirinya secara orisinil. Saat yang sama, ia memasukkan banyak istilah yang tidak bisa menebak, sehingga membuat orang kaget karena berbicara di luar keulamaannya yang identik hanya soal agama,” ujar Burhanuddin.

Sementara Sandiaga, kata Burhanuddin, terkungkung dengan persoalan pengangguran dan lapangan kerja. Secara elektoral isu-isu tersebut memang memiliki daya tarik dan diminati. Namun, tak ada kebaruan karena dalam setiap pemaparannya, pada akhirnya muaranya berlabuh pada dua hal itu tadi. 

Senada dengan Burhanuddin, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan ada ledakan baru yang ditonjolkan cawapres nomor urut 01, Ma’ruf Amin. Jika pada debat perdana cenderung pasif, kali ini Ma’ruf Amin menunjukkan kematangannya sebagai politikus senior. Terlebih, dalam memberi pemaparan, Ma’ruf Amin sangat artikulkatif. 

Sebaliknya, terhadap Sandiaga, Yunarto berpendapat mantan wakil gubernur DKI Jakarta itu berbicara layaknya pedagang. Sebab, Sandi kerap menjual dagangannya terkait persoalan tenaga kerja. Meski demikian, Sandiaga Uno patut diapresiasi terkait emosionalnya yang stabil dan konsisten meski diserang oleh lawan debatnya.

“Walaupun demikian, debat kali ini begitu membosankan karena tidak keluar seperti yang ditunjukkan dalam debat antara Jokowi dan Prabowo,” ujar Yunarto. 

Berita Lainnya
×
tekid