sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Benarkah iklan peserta pemilu di medsos agak susah diselidiki?

Peserta pemilu cenderung hanya memberikan pelaporan kepada penyelenggara pemilu terkait akun official.

Hermansah
Hermansah Jumat, 08 Des 2023 13:43 WIB
Benarkah iklan peserta pemilu di medsos agak susah diselidiki?

We Are Social pada awal 2023 mengungkapkan, kalau jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 167 juta orang pada Januari 2023. Jumlah tersebut setara dengan 60,4% dari populasi di dalam negeri. Walaupun pastinya, tidak semua pengguna sosial media tersebut memiliki hak pilih.

Tetapi tentunya tingginya pengguna sosial media di Indonesia, menjadi alasan bagi peserta pemilu, baik pasangan calon presiden-wakil presiden dan partai politik, untuk masuk dan berkampanye di media sosial. Peserta pemilu berharap dengan melakukan kampanye di sosial media bisa meningkatkan elektabilitas dan untuk mengevaluasi citra peserta pemilu di media sosial.

Oleh karena itu, tidak heran jika akhir-akhir ini, kita bisa melihat dan mendapati iklan kampanye dan konten kampanye berseliweran di timeline medsos. Hal itu tidak hanya dilakukan oleh akun resmi peserta pemilu, tetapi juga akun tidak resmi. Yang menyebabkan sulitnya penyelenggara pemilu ataupun masyarakat madani menghitung besaran dana kampanye yang dihabiskan peserta pemilu di media sosial.

Terkait itu, setiap peserta pemilu telah diharuskan untuk melaporkan dana kampanyenya. Baik di awal (Laporan Awal Dana Kampanye/LADK), selama proses kampanye (Laporan Penerimaan dan Sumbangan Dana Kampanye/LPSDK) dan diakhir (Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye/LPPDK). 

Peneliti dan Senior Program Officer Perludem Heroik M. Pratama mengatakan, selama ini, dana kampanye penerimaannya bersumber dari dana legal untuk menunjang aktivitas kampanye, seperti beriklan di media sosial. Tetapi, berdasarkan pengalaman dari pemilu ke pemilu, iklan di media sosial agak sulit dijamah alias susah untuk selidiki.

Penyelenggara pemilu sebenarnya telah mengatur kalau kampanye di koran berukuran 810 milimeter atau satu halaman setiap media cetak setiap hari. Kampanye di media dalam jaringan satu banner untuk setiap media dalam jaringan setiap hari. Kampanye di televisi 10 spot paling lama 30 detik setiap stasiun TV setiap hari. Radio 10 spot paling lama 60 detik setiap stasiun radio setiap hari. Sedangkan media sosial satu spot kampanye paling lama 30 detik untuk setiap harinya.

"Tetapi faktanya, kita bakal menemukan lebih dari satu spot pada setiap media sosial. Kalau kita lihat, setiap paslon dan parpol wajib melaporkan akun official-nya. Di mana pada 2019 hanya 10 akun dan sekarang 20 akun. Tetapi dalam praktiknya, akun official tersebut formalitas buat administrasi pelaporan dana kampanye. Karena yang banyak melakukan kampanye adalah akun relawan. Dan sayangnya, hal itu tidak dimasukan dalam laporan pengeluaran pemilu paslon," papar dia dalam diskusi online soal Iklan Politik di Media Sosial dan Transparansi Pendanaannya, Jumat (8/12).

Transpransi dana kampanye sangat penting dilakukan peserta pemilu. Mengingat, ada aturan yang menyebutkan peserta yang tidak melaporkan dana kampanye Pemilu 2024, terancam dicoret dari daftar kontestasi. Hal itu tertuang dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye Pemilu, tertulis jelas amanat bagi peserta pemilu untuk melaporkan dana kampanye.

Sponsored

Terkait itu, Perludem dalam waktu dekat bakal merilis studi perhitungan biaya ril dana kampanye pasangan calon dan parpol. Laporan itu akan menyandingkan antara laporan yang telah disampaikan peserta pemilu dengan temuan Perludem. Di mana, salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah iklan di media sosial.

"Kami telah menginvestigasi melalui perangkat Meta Ads Library. Termasuk di dalamnya terhadap akun yang bukan official peserta pemilu dengan cara melakukan search kata kunci terkait peserta pemilu. Bagi kami, berapapun besarannya itu enggak masalah selama itu tercatat. Demi transparansi dan akutanbilitas dana kampanye peserta pemilu. Artinya kita masih dihadapkan dengan tantangan yang sama, yaitu transparansi. Harapannya Bawaslu bisa lebih aktif lagi soal itu," ucap dia.

Sementara dosen Departemen Politik & Pemerintahan UGM/Adjucnt Researcher CfDS Arga Imawan menyebut, frekuensi komunikasi politik di ruang sosial media pada lima partai politik lima pemenang Pemilu 2019. Pengambilan data dimulai pada 1 Januari 2022-30 september 2023 pada media X/twitter. Di mana, PDIP 30.590 terdapat tweet, Gerindra 17.057 tweet, Golkar 5.982 tweet, PKB 3468 tweet dan Nasdem 3182 tweet.

Sedangkan untuk kandidat capres Pemilu 2024, pihaknya melakukan pengambilan data jauh kebelakang, yaitu sejak 2014. Hasilnya, capres nomor 1 Anies Baswedan melakukan 4.700 tweet (periode 1 Januari 2014-8 0ktober 2023), capres nomor 2 Prabowo Subianto sebanyak 2.543 tweet (1 Oktober 2013-8 Oktober 2023), sedangkan capres nomor 3 Ganjar Pranowo sebesar 86.301 (1 Januari 2014-1 Oktober 2023).

"Ada perubahan pola komunikasi politik pada Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, dari awalnya politisi keseharian menjadi selebritas politisi. Sedangkan Prabowo Subianto malah sebaliknya, dari selebritas politisi ke politisi keseharian yang sifatnya sangat receh," ucap dia.

Soal dana kampanye, dia menyebut, persoalan yang dihadapi ketika melaporkan dana kampanye adalah ketika tim kampanye melakukan belanja buzzer dan ads. Karena ketika melihat regulasi yang ada, pelaporan kepada penyelenggara pemilu hanya pada akun official peserta pemilu. Lembaga penyelenggara pemilu belum melakukan pengecekan kepada tim bayangan (unofficial) untuk meningkatkan popularitas peserta pemilu yang didukung.

"Jadi seharusnya penyelenggara pemilu lebih adaptif terhadap kondisi. Karena ada perubahan pola kampanye sejak Pemilu 2004 yang sistem kampanye cenderung offline. Tetapi ternyata aturannya tidak berubah. Ini harus jadi misi penting bagi penyelenggara negara dan stakeholder lain untuk mendorong regulasi yang lebih adaptif," harap dia.

Berita Lainnya
×
tekid