sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jokowi diunggulkan quick count, media sosial dibanjiri konten provokatif

Penyebaran konten provokatif meningkat hingga 40% setelah Jokowi-Ma'ruf dinyatakan unggul di papan hitung cepat sejumlah lembaga.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Kamis, 18 Apr 2019 15:29 WIB
Jokowi diunggulkan quick count, media sosial dibanjiri konten provokatif

Jumlah akun media sosial yang menyebarkan konten-konten provokatif meningkat pascapemungutan suara, Rabu (18/4) lalu. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, aktivitas penyebaran konten-konten provokatif meningkat hingga 40%.  

"Kalau biasanya patroli siber itu sekitar 10 sampai 15 akun yang menyebarkan konten-konten bersifat provokatif, dari jam 21.00 WIB (Rabu) sampai jam 08.00 pagi ini ada tren peningkatan sekitar 40%," kata Dedi di Kantor Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (18/4).

Dedi menjelaskan akun-akun provokator itu menjalankan aksinya dengan cara mendistribusikan berbagai konten hoaks berbentuk foto dan video. Konten-konten provokatif tersebar di Youtube, Instagram, Facebook maupun di WhatsApp. 

"Narasinya sebagian besar adalah memprovokasi, mengajak masyarakat untuk melakukan aksi sebagai reaksi dari hasil quick count. Kita melihat tren itu setelah ada hasil quick count," kata Dedi.

Rata-rata hasil hitung cepat berbagai lembaga survei mengunggulkan pasangan Jokowi-Ma'ruf dengan raihan di kisaran 53-55% suara. Keunggulan pasangan petahana itu misalnya, direkam oleh Charta Politika, Indikator Politik Indonesia dan Indo Barometer. 

Dedi mengatakan pihaknya sudah melakukan berbagai langkah untuk mendeteksi akun provokatif tersebut, seperti bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan melakukan profiling untuk mengidentifikasi akun-akun tersebut.

"Kami meminta akun-akun tersebut dilakukan take down dan pemblokiran. Apabila sudah berhasil, akan dikomunikasikan lagi ke Kemenkominfo dan penegakan hukum adalah langkah terakhir untuk memitigasi akun-akun yang menyebarkan konten yang bersifat provokasi," ujar dia.

Lebih lanjut, Dedi meminta pada masyarakat agar tidak mudah terhasut konten-konten provokatif di dunia maya. Ia pun meminta masyarakat aktif melaporkan pada kepolisian konten-konten yang isinya mengajak untuk berbuat keonaran.

Sponsored

"Kami minta masyarakat tenang, tetap bijak, tidak langsung percaya terhadap konten yang disebarkan oleh akun di medsos. Apalagi akun itu bersifat anonimus, tidak bisa diklarifikasi, konfirmasi dan verifikasi," katanya.

Dedi mengatakan para pelaku penyebar konten provokatif dapat dijerat dengan menggunakan dua peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946.

"Kalau yang menyebarkan konten provokatif dan buat gaduh di media sosial bisa dijerat pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, bisa Pasal 16, Pasal 17. Selain itu bisa juga Undang-Undang ITE, ada Pasal 28, Pasal 45 ayat A, dan sebagainya. Ancamannya di bawah 4 tahun, itu juga tergantung kontruksi hukum fakta hukum yang ditemukan penyidik," ujar Dedi.


 

Berita Lainnya
×
tekid