sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mimpi Sandiaga Uno membawa BUMN berjaya

Sandi mengungkapkan rencananya untuk mendorong BUMN masuk ke dalam daftar Fortune 500, jika pasangan itu menang Pemilu 2019.

Laila Ramdhini
Laila Ramdhini Senin, 24 Des 2018 19:12 WIB
Mimpi Sandiaga Uno membawa BUMN berjaya

Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno semakin gencar mengenalkan program kampanye. Salah satu program mereka, ingin membuat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) digdaya.

Dalam sebuah diskusi terbuka di Hotel Ambhara, Jakarta, Rabu (12/12), Sandi mengungkapkan rencananya untuk mendorong BUMN masuk ke dalam daftar Fortune 500, jika pasangan itu menang Pemilu 2019.

Fortune 500 merupakan sebuah daftar tahunan yang disusun dan diterbitkan majalah Fortune, Amerika Serikat. Majalah ini membuat peringkat 500 perusahaan umum dan milik pemerintah teratas.

Urutan ini diperingkatkan berdasar pendapatan bruto perusahaan, setelah penyesuaian dibuat Fortune untuk menghindari dampak pajak eksis yang dikumpulkan perusahaan. Daftar ini memungkinkan pendapatan perusahaan dilihat publik.

Jika melihat catatan Fortune Global 500, ada dua perusahaan asal Indonesia yang pernah masuk daftar, yakni PT Pertamina (Persero) (2013-2017) dan PT PLN (Persero) (2014-2015).

Sandi menjanjikan, setidaknya bakal ada 10 hingga 50 BUMN yang masuk ke dalam daftar perusahaan besar versi majalah Fortune. Alasannya, menurut Sandi, Indonesia akan masuk ekonomi nomor empat terbesar di dunia pada 2045.

Sandi mengatakan, tak hanya Pertamina yang bisa masuk daftar 500 perusahaan besar versi majalah Fortune. Dia pun yakin, BUMN kelak bisa menjadi benteng perekonomian nasional.

“BUMN ini tentunya milik negara, bukan pemerintah, bukan milik kekuasaan. BUMN ini harus dipisahkan secara best practice, secara governance. Harus betul-betul dikelola dengan tata kelola yang baik dan juga profesionalisme,” katanya.

Pada kesempatan lain, Sandi pun menjanjikan pembangunan infrastruktur tanpa utang. Menurutnya, pembangunan ini tentu saja akan dimotori perusahaan-perusahaan pelat merah. Dia menuturkan, pembangunan infrastruktur sangat penting, karena memiliki manfaat besar bagi rakyat.

"Tapi buat apa membangun infrastruktur, namun utang terus menumpuk? Jika terpilih, Insya Allah kami akan setop utang dan menggerakkan ekonomi rakyat," kata Sandi, saat bertemu pendukungnya di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu (22/12), seperti dikutip dari Antara.

Nyaris mustahil

Dirut PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati (kedua kiri) didampingi Direktur Keuangan Pahala Mansury (tengah) meninjau sejumlah stan pada Pertamina Geothermal Energy Digital Expo di Gedung Cakrawala, Jakarta, Rabu (12/12). Pertamina menjadi salah satu BUMN yang pernah masuk dalam daftar Fortune 500. (Antara Foto).

Jika melihat visi dan misi pasangan nomor urut 02 ini, perekonomian rakyat memang menjadi fokus utama mereka. Dalam Program Aksi yang menjadi andalan mereka, setidaknya ada tiga poin yang berkaitan dengan hal tersebut.

Pertama, menyelenggarakan politik pembangunan yang mengutamakan rakyat melalui penyusunan anggaran pro-rakyat. Kedua, menjadikan BUMN sebagai benteng pertahanan ekonomi nasional, sekaligus sebagai alat bagi negara untuk bisa mengintervensi pasar dan perekonomian.

Terakhir, mengelola utang pemerintah secara lebih bijak, dengan menghentikan praktik utang untuk bayar bunga utang, utang untuk membayar biaya rutin, dan utang yang tidak berbasis proyek.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan, wacana Sandiaga Uno untuk membawa BUMN masuk ke dalam Fortune 500 hampir mustahil.

Bukan tanpa dasar Eko mengatakan demikian. Menurut dia, saat ini lebih dari separuh BUMN di Indonesia dalam kondisi yang tidak sehat.

Secara umum, sejak lima tahun belakangan, kinerja BUMN masih stagnan. Penyebabnya, kata Eko, perusahaan-perusahaan pelat merah lamban meresnpons pasar. Selain itu, BUMN juga tak melakukan ekspansi yang besar-besaran dan memperkuat permodalan.

“Belum banyak peningkatan dari BUMN. Sebagian perusahaan memang bisa membangun proyek besar seperti infrastruktur, namun sebagian lainnya masih berasal dari utang dan penyertaan modal negara,” kata Eko, saat dihubungi, Jumat (21/12).

Lebih lanjut, Eko menjelaskan, syarat utama untuk menjadi perusahaan kelas dunia adalah kondisi keuangan dan usaha yang stabil. Lalu, perusahaan juga harus melebarkan sayapnya hingga tataran internasional.

“Upaya mengglobal bukan dengan menjual saham ke asing. Tapi melakukan merger dengan pihak luar, ekspansi bisnis, dan membuka ruang pasar yang lebih lebar,” ujarnya.

Saat ini, sebut Eko, BUMN yang menunjukkan kinerja baik adalah dari sektor perbankan. Menurutnya, selain keuangan yang selalu positif, bank-bank BUMN juga sudah memiliki jaringan dari tingkat regional maupun global.

“Namun itu saja masih tidak cukup,” kata Eko.

Eko mengatakan, untuk bisa berada sejajar dengan perusahaan global, harus melakukan ekspansi di negara lain. Saat ini, kebanyakan bank di Indonesia hanya membuka kantor cabangnya di negara lain. Perusahaan tidak melakukan perluasan pasar, serta tidak menelurkan produk yang berbeda.

“Mereka harus melakukan ekspansi dan menjadi real bank di negara lain. Jadi, bukan hanya mencari dana pihak ketiga saja di sana,” kata dia.

Selain itu, perusahaan pelat merah yang ingin go international juga harus membuka usaha baru, dengan membidik pasar luar negeri. Beberapa perusahaan, kata Eko, sebenarnya sudah bisa memasarkan produknya sampai ke luar negeri.

“Kalbe Farma (PT Kalbe Farma Tbk.) misalnya, sudah bisa menjual produk farmasi seperti vaksin ke luar negeri. Bahkan kualitasnya bisa disebut membanggakan di tingkat dunia. PT Pertamina (Persero) juga meskipun belum sebesar perusahaan migas lain, tinggal melakukan pengembangan ke depan yang akseleratif,” kata dia.

Perlu modal alternatif

Sementara itu, Eko juga mengapresiasi rencana pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo-Sandiaga untuk lebih agresif membangun infrastruktur. Eko menuturkan, kemampuan perusahaan pelat merah, seperti BUMN karya untuk membangun infrastruktur memang tidak perlu diragukan.

Pada kasus tertentu, membangun proyek tanpa utang memang mustahil. Apalagi BUMN karya juga mengandalkan penyertaan modal negara untuk pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, kata Eko, perlu dicarikan skema pembiayaan yang lebih kreatif.

“Tanpa permodalan yang kuat memang pembangunan proyek tidak bisa lari kencang. Dengan demikian perlu dicarikan pendanaan, seperti mencari pemodal di dalam negeri. Banyak kok pengusaha yang punya banyak uang dan mau berinvestasi di infrastruktur. Kalaupun harus dengan berutang ke asing, perlu diperhitungkan dampaknya ke ekonomi nasional,” ujar Eko.

Menteri BUMN Rini Soemarno (kanan) didampingi Dirut PT Pertamina ( Persero) Nicke Widyawati (kanan) menyaksikan Direktur Pertamina Retail Mas'ud Khamid (kiri) dan Direktur Operasi II Waskita Karya Bambang Iranto menunjukkan nota kesepahaman di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (3/12/). (Antara Foto).

Pernyataan Eko bukan tanpa alasan. Melihat data sebelumnya, Kementerian BUMN mencatat, utang BUMN sebesar Rp5.217 triliun per September 2018. Angka tersebut merupakan total utang dari 143 BUMN.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro menyebut, utang Rp5.271 triliun termasuk menghitung dana pihak ketiga yang ada di BUMN perbankan.

Aloysius mengatakan, BUMN konstruksi memiliki risiko lebih tinggi dalam membayar utang. Setidaknya, ada dua alasan yang menjadi penyebab. Pertama, karena rata-rata industri konstruksi (non-BUMN) tidak menggarap banyak proyek.

Kedua, karena BUMN memiliki proyek pre-financing alias proyek yang dikerjakan dengan dana dari perusahaan, yang juga bersumber dari utang. Jika proyek sudah jadi, baru dibayar oleh pemilik proyek. Dalam hal ini pemerintah.

"Kontraktor itu keluarin duit dulu. Setelah jadi lima tahun, 10 tahun, barang jadi, setelah diserahkan, baru duitnya turun," ujar Aloysius di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (4/12).

Skema pre-financing ini dilakukan, agar pemerintah bisa menggenjot pembangunan infrastruktur. Sementara pendanaan dibebankan dulu ke perusahaan, untuk pembebasan lahan hingga pembangunan konstruksi.

Di sisi lain, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, bengkaknya utang BUMN terjadi karena beberapa hal. Dari sisi penugasan, target pembangunan infrastruktur menjadi salah satu penyebab pertumbuhan utang perusahaan-perusahaan milik negara.

Misalnya, beban pembangunan yang kini harus ditanggung BUMN, seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Hutama Karya (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, hingga PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

Pertamina dan PLN juga harus menanggung penugasan di sektor energi. Tak ketinggalan, bank-bank pelat merah, seharusnya diberi tugas untuk program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan 1 juta rumah, meski tidak seberat BUMN karya dan energi.

Lantas, pertanyaannya, dengan segala permasalahan yang ada, mungkinkah mimpi Sandiaga Uno membawa BUMN berjaya di tingkat global ini akan berhasil?

Berita Lainnya
×
tekid