close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Mahkamah Konsititusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi dua hakim konstitusi Enny Nurbaningsih (kiri) dan Arief Hidayat (kanan) memimpin sidang pendahuluan sengketa hasil Pemilu Legislatif 2019 di gedung MK, Jakarta, Rabu (10/7). / Antara Foto
icon caption
Ketua Mahkamah Konsititusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi dua hakim konstitusi Enny Nurbaningsih (kiri) dan Arief Hidayat (kanan) memimpin sidang pendahuluan sengketa hasil Pemilu Legislatif 2019 di gedung MK, Jakarta, Rabu (10/7). / Antara Foto
Pemilu
Rabu, 10 Juli 2019 21:41

Nasdem persoalkan 43.000 surat suara tak sah di Malaysia

Partai Nasional Demokrat (Nasdem) mempersoalkan 43.000 surat suara tidak sah di Kuala Lumpur, Malaysia.
swipe

Partai Nasional Demokrat (Nasdem) mempersoalkan 43.000 surat suara tidak sah di Kuala Lumpur, Malaysia.

Kuasa hukum Partai Nasdem Taufik Basari menyampaikan dalil hukumnya di hadapan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) atas keberatannya terkait rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ihwal 43.000 surat suara tidak sah di Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur yang tertuang dalam formulir DA1, yang membuat suara Nasdem di Dapil luar negeri berkurang.

Pria yang akrab disapa Tobas ini menuturkan, perkara bermula saat KPU mengirimkan surat suara tambahan ke PPLN Kuala Lumpur jelang hari pemilihan. Namun, setalah dilakukan pencoblosan, Bawaslu menyatakan surat suara tersebut tak boleh ikut dihitung dengan dalih masuknya telah terlambat.

"Sementara menurut dalil kami, surat suara tersebut tidak terlambat, lantaran surat suara yang masuk ke PPLN di Kuala Lumpur itu cap stampel posnya itu masih masuk dalam tenggat waktu. Namun oleh Bawaslu dianggap yang dihitung itu secara fisik surat suara diterima oleh PPLN," katanya di Jakarta, Rabu (10/7).

Sedangkan, KPU saja, kata Tobas tak mempermasalahkan hal tersebut. Sebab, memang tenggat waktu pengiriman dihitung dari cap pos, sehingga surat suara tambahan tersebut tetap dianggap surat suara sah.

"Oleh karena itu, maka kami menyampaikan keberatan terkait rekomendasi Bawaslu karena ada 43.000 suara yang akhirnya dinyatakan tidak sah, padahal surat suara sudah masuk sesuai stempel pos tanggal 15 April," katanya.

Tobas menilai, rekomendasi Bawaslu  ini telah menggugurkan hak konstitusi warga negara yang telah memberikan suaranya. Bagi Nasdem, hal ini adalah suatu pelanggaran dari Bawaslu.

"Yang menjadi persoalan besar adalah pada DKI II adalah suara yang telah masuk 43.000 itu ada hak konstitusi warga negara yang memberikan suaranya tapi dibatalkan oleh Bawaslu dan ini merupakan suatu pelanggaran yang berat, karena terkait hak konstitusional warga negara dalam memberikan hak pilihnya," katanya.

Tobas mengatakan, Nasdem sangat yakin dari 43.000 surat suara tidak sah tersebut terdapat suara yang besar untuk Nasdem. Namun Tobas mengatakan, hal itu bukan yang utama bagi Nasdem, karena hak konstitusi warga negara yang lebih penting untuk diperjuangkan.

"Sebenarnya yang kami mohonkan ini bukan hanya suara Nasdem, karena dari 43.000-an suara yang dinyatakan tak sah, itu ada juga suara dari partai-partai lain. Memang suara NasDem dari 43.000-an itu ada sekitar 35.000 suara yang memilih Nasdem. Tapi yang jelas bukan soal itu saja, yang kami pentingkan soal konstitusional para pemilih ini yang telah dihilangkan atas rekomendasi Bawaslu ini," katanya.

Karenanya, Tobas memohon dalam petitumnya agar Mejelis Hakim menetapkan 43.000 surat suara yang dianulir Bawaslu tersebut untuk di sahkan menajadi suara sah.

"Dengan adanya dua bukti DA1 ini kami meminta agar Mahkamah bisa menilai apakah DA1 yang awal itu dianggap sah, jika dianggap sah suara yang tadinya sudah diberikan oleh pemilih harusnya kembali ditetapkan menjadi suara yang masuk dalam perhitungan," katanya.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan