Apakah Nadiem bakal jadi tersangka kasus korupsi Chromebook?
Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim akhirnya memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Oleh penyidik Kejagung, Nadiem diperiksa selama lebih dari 12 jam.
"Saya hadir hari ini di Kejaksaan Agung sebagai warga negara yang percaya bahwa penegakan hukum yang adil dan transparan adalah pilar penting bagi demokrasi dan pemerintahan yang bersih," kata Nadiem kepada wartawan di Kejagung, Jakarta, Senin (23/6)
Nadiem tak banyak bicara. Pendiri GoJek itu hanya membacakan pernyataan yang sudah diketik rapi dalam selembar kertas. Ia tak merinci apa saja yang ditanyakan penyidik. "Izinkan saya pulang karena keluarga sudah menunggu," kata dia.
Proyek pengadaan laptop berbasis Chromebook diperkirakan menghabiskan anggaran hingga Rp9,98 triliun. Kejagung mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi Chromebook pada pertengahan Mei 2025. Meskipun sudah masuk pada tahap penyidikan, hingga kini belum ada tersangka yang ditetapkan Kejagung.
Namun demikian, Kejagung sudah menerapkan pencegahan terhadap tiga eks staf khusus Nadiem saat menjabat Mendikbudristek, yakni Jurist Tan, Fiona Handayani, dan Ibrahim Arief. Ketiganya diminta agar tidak bepergian ke luar negeri.
Kapuspen Kejagung Harli Siregar berdalih Kejagung belum menetapkan tersangka karena masih mengumpulkan bukti dan keterangan para saksi. Yang dicari ialah siapa yang paling bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Salah satu yang bakal didalami ialah perihal perubahan kebijakan terkait pengadaan Chromebook yang diambil Nadiem. Sempat dikaji dan disimpulkan tak cocok untuk dipakai di Indonesia, pengadaan Chromebook justru disetujui Kemendikbudristek pada Juni atau Juli 2020.
“Sebelum itu (kajian diubah), ada rapat tanggal 9 Mei 2020 dan oleh penyidik ini yang akan didalami,” kata Harli.
Kenapa pengadaan Chromebook dipersoalkan?
Secara fisik, Chromebook tak berbeda dengan laptop biasa. Pembeda utamanya ialah sistem operasi ChromeOS buatan Google. Komputer jinjing merek lain lazimnya menggunakan sistem operasi Windows atau Linux. ChromeOS mirip dengan sistem operasi Android pada ponsel pintar.
Diperkenalkan pada 2011, Chromebook dirancang agar bisa berjalan maksimal dengan segala macam aplikasi Google, seperti Google Meet, Gmail, Google Drive Google Suite, dan lainnya. Persoalannya, Chromebook butuh terus-menerus terkoneksi ke internet agar bisa dipakai.
Dibanderol lebih murah dari laptop biasa, Chromebook spesifikasi yang lebih rendah karena memang ditujukan untuk pemakaian ringan, seperti bekerja, belajar, dan hiburan. Chromebook tak maksimal jika digunakan untuk menjalankan pekerjaan berat seperti mengedit video.
Pada periode 2018-2019, Chromebook pernah diuji coba oleh unit Pustekkom pada Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemendikbudristek. Pustekkom menemukan sejumlah kendala teknis. Salah satunya ialah ketergantungan perangkat itu pada koneksi internet.
Pustekkom menilai Chromebook tidak cocok digunakan di sekolah-sekolah karena infrastruktur internet di Indonesia belum merata. Tim Teknis Perencanaan Pengadaan TIK merekomendasikan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows.

Ke mana saja Chromebook disebar?
Pada 2020, Chromebook didistribusikan pada satuan pendidikan sebagai bagian dari bantuan peralatan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) oleh pemerintah. Pengadaan Chromebook dikebut demi melancarkan asesmen kompetensi minimum (AKM) dan pendidikan jarak jauh yang diberlakukan pada era pandemi Covid-19.
Dirinci dalam kanal YouTube Direktorat Sekolah Dasar Kemdikbudristek yang tayang pada 7 Juni 2021, bantuan Chromebook telah didistribusikan pada 2.330 sekolah dasar. Setiap sekolah mendapatkan sekitar 15 Chromebook.
Bantuan TIK itu kemudian dilanjutkan pemerintah pada periode 2021-2022 dengan diterbitkannya Permendikbud Nomor 5 tahun 2021. Dana pengadaan Chromebook berasal dari APBN dan dana alokasi khusus (DAK). Penerimanya mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, SLB, dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).
Dalam jumpa pers di The Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Selasa (10/6), Nadiem mengatakan pengadaan Chromebook bukan melalui tender, tetapi lewat e-katalog LKPP. Sejumlah instansi terkait juga turut dilibatkan untuk mengawasi proyek itu.
"Kami, dari awal proses (pengadaan), juga mengundang Jamdatun, mengundang Kejaksaan untuk mengawal dan mendampingi proses ini. Agar proses ini terjadi secara aman dan semua peraturan telah terpenuhi," ungkap Nadiem.
Berapa kerugian negara dalam kasus itu?
Kapuspen Kejagung Harli Siregar Kejagung mengaku pihaknya masih menghitung kerugian negara dalam kasus pengadaan Chromebook di Kemendikbudiristek pada era Nadiem. Tim ahli sudah dilibatkan untuk menghitung angka kerugiannya.
"Ini yang oleh penyidik sudah sedang berkoordinasi. Sudah sedang berkoordinasi, semuanya sedang berjalan dengan ahli. Bagaimana prosesnya akan kita sampaikan update juga,” ucap Harli.
Sebelumnya, BPKP menyatakan telah mengawasi pengadaan laptop Chromebook bersama Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek pada akhir 2023 hingga 2024. Dari hasil pengawasan, BPKP merekomendasikan sejumlah perbaikan, termasuk dalam hal jumlah, spesifikasi, dan ketepatan sasaran.


