close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id
icon caption
Ilustrasi Alinea.id
Peristiwa
Sabtu, 24 Mei 2025 12:06

Berantas judol, tak boleh asal blokir rekening

Langkah PPATK membekukan rekening milik nasabah memicu protes dari warganet.
swipe

Langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan sementara ribuan rekening milik masyarakat, akhir pekan lalu, menuai polemik. Di media sosial X (Twitter), warganet ramai-ramai protes. 

Sebagian besar curhat tak pernah betransaksi "aneh-aneh" di rekening mereka, tapi ikut diblokir. Mereka mempertanyakan kenapa PPATK secara sewenang-wenang memblokir rekening mereka. 

"Dari hari Jumat gak bisa bertransaksi gara2 rekening bca diblokir @ppatk padahal gak pernah melakukan transaksi mencurigakan Eh ternyata banyak yg kena juga," tulis pemilik akun X, @asa****. 

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana membenarkan memblokir ribuan rekening dormant milik masyarakat. Ia menyebut langkah itu diambil untuk mengantisipasi rekening-rekening itu dipakai untuk kepentingan judi online

"Prinsip pembekuan adalah untuk melindungi hak para pemilik rekening dari potensi penyalahgunaan di era digital saat ini," kata Ivan dalam keterangan pers kepada wartawan, Minggu (18/5) lalu. 

Pembekuan, kata Ivan, tak permanen. Masyarakat yang rekeningnya dibekukan bisa mengaktifkan kembali rekening mereka dengan menghubungi PPATK atau bank penerbit rekening. 

Pengamat teknologi informasi dan keamanan siber Alfons Tanujaya membenarkan rekening dormant kerap disalahgunakan untuk aktivitas ilegal. Namun, ia mewanti-wanti agar PPATK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak sembarangan membekukan rekening milik nasabah yang sah. 

"Walaupun tidak 100% valid, rekening dormant merupakan cikal bakal dari rekening yang diperjualbelikan untuk kejahatan, salah satunya judi online. Karena data kependudukan orang Indonesia bocor, data itu digunakan untuk membuat KTP bodong, lalu membuka rekening palsu secara massal hanya dengan modal saldo minimal," jelas Alfons kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini. 

Menurutnya, rekening bodong banyak dibuka di bank-bank yang tidak mengenakan biaya administrasi bulanan atau saldo minimal. Rekening tetap aktif meski tidak rutin digunakan untuk transaksi oleh penggunanya. 

"Rekening itu tinggal dipersiapkan akses digitalnya dan dijual ke penipu. Modal KTP palsu bisa dijual ratusan ribu rupiah per rekening. Ini jelas merugikan sistem perbankan dan membuat jumlah rekening dormant membengkak," tambahnya.

Namun, Alfons juga menyoroti pentingnya adanya pengecualian dalam penerapan kebijakan ini. Menurutnya, tidak semua rekening dormant digunakan untuk kejahatan. Ada juga rekening yang memang digunakan untuk menerima bunga deposito, hasil investasi di bursa efek, atau reksadana.

"Kalau rekening tersebut memang dormant karena digunakan untuk menerima bunga deposito atau rekening bursa efek, seharusnya dikecualikan. Kalau tidak, malah menyusahkan pemilik rekening yang sah," ujar Alfons.

Ia menyarankan agar kebijakan ini difokuskan kepada bank yang tidak mengenakan biaya administrasi, tidak ada saldo minimal, dan tidak mengenakan biaya untuk rekening dormant. “Bank-bank seperti inilah yang sering dimanfaatkan untuk aktivitas ilegal,” katanya.

Lebih jauh, Alfons juga menekankan pentingnya komunikasi yang jelas kepada publik terkait kebijakan ini. "Kebijakan ini pada dasarnya baik, tapi pelaksanaannya harus disempurnakan dan dikomunikasikan dengan baik agar tidak menimbulkan kebingungan atau keresahan di masyarakat," ujarnya. 

img
Adityia Ramadhani
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan