Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, pada Selasa (20/5), berlangsung dengan suasana konstruktif. Salah satu topik yang mendapat perhatian adalah kerja sama pengamanan antara Kejaksaan Agung dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding, menyampaikan pertanyaan terkait alasan di balik kehadiran personel TNI dalam pengamanan Kejaksaan Agung. Ia menekankan pentingnya kejelasan kerja sama tersebut agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru di masyarakat.
“Apakah selama ini ada ancaman sehingga harus dijaga oleh TNI? Bapak bisa jelaskan satu pleton, satuan apa, dan sebagainya,” ujarnya dalam rapat, dikutip Rabu (21/5).
Sudding mengungkapkan secara prinsip, pengamanan lembaga penegak hukum biasanya berada dalam koordinasi dengan pihak kepolisian. Ia mengingatkan agar kolaborasi ini tidak dimaknai sebagai bentuk unjuk kekuatan yang dapat menimbulkan kesan eksklusivitas atau jarak dengan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Febrie Adriansyah menjelaskan kehadiran TNI berkaitan dengan keberadaan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Militer di lingkungan Kejaksaan Agung. Ia menegaskan hubungan antara kejaksaan dan kepolisian tetap berjalan baik dan sinergis.
“Kalau di Pidsus, kami tidak ada masalah. Dalam proses penanganan perkara, kami tetap meminta bantuan kepolisian. Di kejari-kejari pun, prosesnya tetap melibatkan aparat kepolisian,” kata Febrie.
Rapat ini menunjukkan pentingnya transparansi dan sinergi antarlembaga penegak hukum dalam menjaga kepercayaan publik, sekaligus memperkuat kerja sama institusional demi penegakan hukum yang lebih baik di Indonesia.