Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mufti Anam mendorong pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penerbitan izin tambang di Indonesia, menyusul pencabutan IUP empat perusahaan tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Menurut Mufti, kasus Raja Ampat dapat menjadi refleksi penting bagi Pemerintah agar tidak lagi menerbitkan izin pertambangan yang melanggar aturan.
“Ini bukan persoalan baru. Aturan tentang larangan tambang di pulau-pulau kecil sudah jelas, tapi tetap saja izin pertambangan dikeluarkan. Pemerintah jangan menunggu viral dulu baru bergerak,” ujarnya, dikutip Rabu (11/6).
Ia menyoroti pentingnya keterbukaan data publik terkait seluruh izin tambang di kawasan konservasi, termasuk Raja Ampat.
“Publik berhak tahu sejauh mana negara melindungi wilayah-wilayah konservasi. Jangan ada kesan hukum bisa dinegosiasikan demi investasi,” ucap Mufti.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya menjelaskan PT GAG Nikel, perusahaan yang beroperasi di Pulau Gag, tidak dicabut izinnya karena telah memenuhi ketentuan Amdal dan pengelolaan limbah sesuai standar. Namun, pengawasan tetap akan dilakukan.
Lebih lanjut, Mufti menyoroti Perda Kabupaten Raja Ampat yang justru menetapkan beberapa pulau kecil sebagai kawasan pertambangan, padahal bertentangan dengan UU yang berlaku.
“Raja Ampat adalah kawasan konservasi dan pariwisata kelas dunia, bukan zona industri ekstraktif,” tegasnya.
Ia meminta pemerintah menelusuri aktivitas serupa di pulau-pulau kecil lainnya dan memastikan tidak ada pelanggaran hukum serta kerusakan lingkungan yang terus berlanjut.