Macron mengejutkan dunia, Prancis akan secara resmi mengakui Palestina
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengejutkan dunia. Ia mengumumkan di platform X (dulu Twitter) pada malam hari bahwa Prancis akan secara resmi mengakui Negara Palestina pada bulan September. Jika terwujud, Prancis akan menjadi anggota pertama Dewan Keamanan PBB dan negara G7 yang mengambil langkah ini.
Langkah ini mengejutkan banyak pihak, bukan karena tidak ada yang menduganya—isu ini sudah beredar beberapa bulan terakhir—tetapi karena waktunya yang mendadak dan diumumkan secara sepihak, bukan dalam pertemuan diplomatik resmi.
Dua hal yang bisa dibaca dari langkah ini
Pertama, pengumuman ini menandakan bahwa Macron merasa waktunya sudah tiba untuk bertindak, terutama di tengah krisis kemanusiaan di Gaza yang terus memburuk.
Kedua, pengakuan Prancis membuka peluang bagi negara-negara besar lain untuk mengikuti jejak yang sama. Macron tak sendiri. Negara seperti Irlandia, Norwegia, dan Spanyol juga telah menyatakan pengakuan terhadap Palestina. Seorang pejabat senior Prancis bahkan mengatakan bahwa beberapa negara besar Eropa lainnya mungkin akan bergabung pada September mendatang.
Gaza dalam krisis kemanusiaan
Lebih dari 1.000 warga Gaza telah meninggal sejak Mei karena putus asa mencari makanan. Ratusan lainnya menderita kelaparan. Gambar anak-anak yang kurus kering menyebar luas dan memicu keprihatinan di seluruh dunia.
Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) menyebut kondisi di Gaza saat ini sebagai "krisis kelaparan yang ekstrem". Sekitar 900.000 anak-anak mengalami kelaparan, dan lebih dari 70.000 anak menunjukkan gejala malnutrisi. Seluruh 2,1 juta penduduk Gaza kini hidup dalam ancaman kelaparan.
Reaksi dunia beragam
Langkah Prancis disambut positif oleh Hamas, kelompok yang berkuasa di Gaza. Namun, Israel dan sekutu utamanya, Amerika Serikat, menolak keras.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut keputusan itu sebagai "hadiah bagi terorisme". Seorang menteri bahkan menyatakan bahwa langkah ini justru membenarkan aneksasi resmi Tepi Barat oleh Israel.
Dari pihak AS, Menteri Luar Negeri Marco Rubio menyebut keputusan Prancis sebagai "tindakan sembrono" yang hanya akan memperkuat propaganda Hamas dan menyulitkan tercapainya perdamaian.
Apakah Ini akan mengubah nasib Palestina?
Banyak pihak meragukan dampak nyata dari pengakuan ini terhadap kondisi di lapangan. Blokade pangan yang dikendalikan Israel masih terus berlangsung, dan September—waktu pengakuan dijadwalkan—mungkin akan datang terlalu lambat bagi rakyat Gaza yang saat ini berjuang melawan kelaparan.
Namun dari sisi diplomatik, langkah ini bisa membuka jalan baru. Awalnya, Prancis ingin mengumumkan pengakuan ini dalam pertemuan puncak bersama Arab Saudi dan negara-negara Eropa lainnya di Riyadh pada Juni lalu. Sayangnya, konflik terbuka antara Israel dan Iran membuat rencana itu batal.
Mengapa Prancis melangkah duluan?
Macron dikenal sebagai pemimpin yang menyukai kerja sama internasional dan membangun koalisi global. Namun dalam isu Palestina, ia tampaknya merasa perlu memimpin lebih dulu, untuk mendorong negara-negara lain menyusul.
"Idenya adalah memberi sedikit tekanan kepada negara-negara lain agar ikut mengakui Palestina," kata seorang pejabat Elysee kepada CNN.
Langkah ini juga mencerminkan frustrasi Prancis terhadap lambatnya perubahan kebijakan internasional atas konflik Israel-Palestina. Negara-negara Eropa cenderung berhati-hati, karena alasan hubungan erat dengan Israel, ketidakpercayaan terhadap Hamas, dan lemahnya Otoritas Palestina di Tepi Barat.
Namun, Prancis punya sejarah panjang dalam mendukung rakyat Palestina. Sejak era Charles de Gaulle pasca-Perang Dunia II, Paris sudah bersimpati terhadap Palestina. Bahkan di tahun 2014, parlemen Prancis telah meminta pemerintah mengakui negara Palestina.
Macron dan perubahan sikap terhadap Israel
Awalnya, Macron mendukung keras hak Israel untuk membalas serangan Hamas pada 7 Oktober. Tapi seiring waktu dan meningkatnya jumlah korban sipil di Gaza, posisinya mulai bergeser.
Prancis melarang ekspor senjata ke Israel, mengatur pengiriman bantuan ke Gaza, dan mendesak gencatan senjata serta akses bagi jurnalis dan bantuan kemanusiaan.
Di dalam negeri, Macron juga berusaha menjaga stabilitas. Prancis adalah rumah bagi komunitas Yahudi dan Muslim terbesar di Eropa. Ia tak ingin konflik Timur Tengah ikut memicu ketegangan di dalam negeri.
Akankah dunia mengikuti?
Dengan pengakuan resmi ini, Prancis berharap bisa memicu efek domino di negara-negara Barat lainnya. Tujuannya bukan hanya pengakuan simbolik, tapi juga mendorong kembali solusi dua negara yang selama ini mandek.
Bagi warga Gaza, bantuan masih terasa jauh dari jangkauan. Tapi di tengah penderitaan yang memburuk, langkah Prancis bisa menjadi upaya terakhir untuk menunjukkan keberpihakan pada kemanusiaan dan perdamaian. (CNN)


