close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi realitas virtual. /Foto Pixabay
icon caption
Ilustrasi realitas virtual. /Foto Pixabay
Peristiwa
Jumat, 25 Juli 2025 16:17

Riset: Realitas virtual mempengaruhi pilihan politik kita

Pengalaman berada di realitas virtual bisa mengubah sesuatu yang negatif menjadi positif.
swipe

Realitas virtual ternyata bisa mempengaruhi pilihan politik seseorang. Sejumlah riset terbaru menunjukkan pengalaman berselancar di realitas virtual bisa mengubah pendirian para konstituen terhadap isu-isu politis. Tak peduli seberapa buruk argumentasi tekstual yang dipaparkan, realitas virtual bisa mengubahnya menjadi sebuah hal yang positif. 

Salah satunya ialah riset yang dilakoni Weber W, Dingerkus F, Fabrikant SI, Zampa M, West M, dan Yildirim O. Bertajuk "Virtual Reality as a Tool for Political Decision-Making? An Empirical Study on the Power of Immersive Images on Voting Behavior", riset itu telah terbit di sejumlah jurnal pada 2022. 

"Eksperimen mereka, menggunakan model pemilihan umum fiktif, cenderung mengkhawatirkan. Realitas virtual, hanya karena kemampuannya mendekatkan seseorang dengan kenyataan, bisa mengubah bagaimana orang-orang memilih," kata psikolog dari VRtual Societies, Matilde Tassinari, seperti dikutip dari Psycological Today, Jumat (25/7). 

Para peneliti asal Swiss itu memulai dengan premis sederhana: Mungkinkah informasi politik--dalam bentuk teks dan pengalaman virtual realitas--mempengaruhi pilihan orang? Apakah seseorang akan mengubah pilihan politiknya jika inisiatif politik dimunculkan dalam bentuk realitas virtual. 

Untuk mengetes premis ini, para peneliti lalu membangun skenario fiktif mengenai sebuah program perjalanan supercepat menggunakan tabung Hyperloop. Para partisipan lalu diberikan deskripsi dan diajak menyikapi program itu dan memilih setuju atau tidak sebagaimana dalam voting.  

Lalu, mereka dipecah. Sebagian membaca argumentasi detail mengenai program itu dalam bentuk teks. Sisanya dipasangkan headset yang menunjukkan realitas virtual mengenai desain program tersebut dengan framing positif dan negatif. 

Hasilnya? Partisipan yang "melihat" secara langsung proyek tersebut melalui headset cenderung mengubah pilihannya menjadi lebih pro terhadap proyek itu meskipun argumentasi yang dimunculkan dalam realitas virtual bertendensi negatif.  "Mediumnya, sepertinya, telah serta-merta menjadi pesan itu sendiri," kata Tassinari. 

Kenapa hal itu terjadi? Para peneliti berhipotesis kuncinya ada pada cara manusia memproses informasi. Membaca sebuah ringkasan kebijakan mengaktifkan proses berpikir analitis yang cenderung lamban. Di sisi lain, tenggelam dalam pengalaman interaktif meninggalkan kesan yang lebih mendalam di otak kita. 

"Realitas virtual menjembatani jarak antara seseorang dengan peristiwa. Ketika kamu duduk di sebuah tabung Hyperloop virtual dan melihat dunia melintas di depan kamu, itu bukan sepotong informasi, tapi sebuah pengalaman," jelas Tassinari. 

Ada sejumlah faktor yang bisa menjelaskan fenomena ini. Pertama, kekuatan afirmasi dari image. Ketimbang hanya menunjukkan, realitas virtual menegaskan eksistensi suatu gagasan. "Gambar-gambar visual cendeung bersifat self-evident meskipun mereka sebenarnya dikonstruksi," kata Tassinari. 

Kedua, realisme yang dihadirkan. Ketiga, pengalaman interaktif. Desain lingkungan dalam virtual realitas yang dihadirkan para peneliti termasuk detail-detailnya cenderung memperkuat ilusi mengenai keotentikan apa yang mereka saksikan. 

"Terakhir, kebanyakan partisipan tak pernah punya pengalaman berada dalam realitas virtual. Kebaruan itu sangat mungkin memperkuat penerimaan mereka," jelas Tassinari.

Realitas virtual, lanjut Tassinari, tentu saja tak benar-benar merepresentasikan realita. Dalam ilmu politik dan psikologi, framing selalu ada di balik sebuah pesan. Tetapi, bagaimana jika framing itu dijadikan sebuah model presentasi sehingga orang-orang tak sadar sedang dipengaruhi? 

"Versi anty-Hyperloop, misalnya, menunjukkan mesin tiket yang rusak dan sebuah kantong muntah yang diselipkan di belakang kursi. Tetapi, petunjuk-petunjuk itu kerap terlewatkan. Mayoritas partisipan hanya menikmati perjalanan," kata dia. Ch

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan