Ketua DPR RI, Puan Maharani membantah membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) secara terburu-buru. Menurut Puan, DPR masih terus meminta masukan dari masyarakat dan kalangan akademikus dalam pembahasan RKUHAP
“Kami tidak terburu-buru dalam membahas revisi KUHAP. Prosesnya dilakukan terbuka dan melibatkan banyak pihak, agar hasilnya nanti benar-benar menyentuh keadilan dan kebutuhan hukum masyarakat,” kata Puan usai sidang paripurna di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/7).
Saat ini, menurut Puan, DPR masih dalam tahap menghimpun pandangan dan mempertajam substansi revisi melalui forum-forum resmi bersama pemangku kepentingan. Ia mengakui tak semua proses pembahasan dipublikasikan ke publik.
“Pembahasan ini sudah berjalan sejak beberapa waktu lalu dan pada saatnya akan kami buka secara menyeluruh kepada publik,” ujar politikus PDI-Perjuangan tersebut
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP di laman Change.org, Jumat (11/7) lalu. Sejak diluncurkan, petisi bertajuk ”Tolak Revisi KUHAP Abal-abal” sudah ditandatangani oleh 4.860 warganet. Koalisi meluncurkan petisi itu karena menganggap penyusunan draf RKUHAP oleh pemerintah dan DPR dipenuhi penuh kejanggalan dan manipulasi.
"RKUHAP yang sedang dibahas dan dikebut untuk disahkan secara kilat telah menjadi "Rancangan Kitab Undang-Undang Harapan Palsu" karena berpotensi memperkuat impunitas, melemahkan hak-hak tersangka dan terdakwa, serta mempertahankan praktik korup dan penyalahgunaan wewenang aparat," tulis Koalisi.
Revisi KUHAP saat ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025. Beleid itu dinilai perlu direvisi karena sudah berusia 44 tahun dan kurang relevan dengan perkembangan zaman.
Koalisi menyoroti sejumlah kejanggalan dalam pembahasan RKUHAP. Salah satunya ialah modus partisipasi palsu. Koalisi mencontohkan pernyataan Komisi III DPR RI dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) mengenai RKUHAP di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (18/6).
Dalam forum tersebut, Komisi III DPR RI mengklaim telah melakukan RDPU kurang lebih sebanyak 50 kali, termasuk dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP. "Klaim ini manipulatif, karena Koalisi tidak pernah hadir dalam RDPU dengan DPR," jelas Koalisi.