Komisi X DPR RI menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan kesejahteraan guru melalui revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 20203 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Anggota Komisi X DPR RI, Muhammad Hoerudin Amin mengatakan persoalan guru honorer juga akan diatur dalam revisi UU tersebut.
“Kalau gurunya bahagia, pikirannya tenang, mereka bisa mengajar dengan cerah. Tapi kalau terus dibebani tugas administratif yang menumpuk, mikirin laporan, mikirin jabatan, kapan sempat mencerdaskan anak bangsa?” ujar Hoerudin dalam rapat dengar pendapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (14/7).
DPR, kata Hoerudin, bakal membentuk panitia kerja (panja) perubahan sistem pendidikan nasional. Salah satu poin utama yang dibahas adalah urgensi menempatkan guru pada posisi yang mulia dan setara dalam sistem pendidikan nasional.
Hoerudin menyinggung kasus guru-guru honorer yang masih bertugas dengan penghasilan minim dan belum memiliki kejelasan status. Ia juga menyoroti perlunya evaluasi terhadap sistem rekrutmen guru, khususnya dalam program sertifikasi (PPG) dan impassing yang, menurutnya, masih rawan pungutan liar.
“Kami dengar langsung ada guru yang harus menggadaikan surat kendaraan atau bahkan tanah, hanya demi bisa ikut impassing. Ini tidak boleh lagi terjadi. Negara harus hadir, terutama dalam pembiayaan sertifikasi dan proses pengangkatan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa realitas di lapangan sangat kontras dengan isi regulasi. Banyak sekolah di berbagai daerah masih mengandalkan guru honorer karena keterbatasan jumlah ASN dan P3K. Tanpa mereka, kegiatan belajar-mengajar tidak mungkin berjalan optimal.
“Kalau guru honorer dihentikan, pendidikan bisa lumpuh. Realitanya, satu sekolah bisa punya dua ASN, tiga P3K, tapi butuh sepuluh guru. Sisanya dari mana? Ya, dari honorer yang dengan gaji seadanya tetap mengabdi,” katanya.
Hoerudin berharap semua aspirasi guru dapat masuk ke dalam norma dan nomenklatur hukum dalam revisi UU Sisdiknas. Menurutnya, nomenklatur inilah yang menjadi dasar penganggaran negara dan harus mencerminkan kebutuhan riil dunia pendidikan.
“Kita ingin semua perjuangan ini bermuara pada keadilan bagi guru. Pendidikan yang kuat dimulai dari guru yang dimuliakan dan kami di Komisi X akan terus mengawal ini sampai ke meja presiden,” kata dia.