Jokowi bedakan mudik dan pulkam, begini respons DPR

Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto mengkritisi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal makna mudik dan pulang kampung (pulkam).

Menurutnya, pernyataan Jokowi tersebut terkesan tidak tegas dalam upaya membunuh mata rantai persebaran coronavirus disease 2019 atau Covid-19.

Terlebih setelah Politikus PAN ini mendegar penjelasan dari Staf Khusus (stafsus) Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono yang menyebut bahwa, mudik dilarang karena sifatnya sementara, tetapi pulang kampung boleh karena bersifat permanen bagi yang kehilangan pekerjaan.

"Ini penjelasan Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono lucu juga penjelasannya," kata Yandri saat dihubungi, Jumat (24/4).

Menurut dia, seharusnya tidak ada perbedaan antara mudik dan pulang kampung. Yandri mengatakan, apapun itu pemerintah harus tegas melarang.

Dikatakan Yandri, pemerintah jangan malah terkesan ambigu dalam melempar sebuah pernyataan. Kalau pun membolehkan pulang kampung lantaran tidak akan kembali lagi, Yandri menanyakan, apakah ada jaminan akan hal tersebut.

"Karena yang kita hadapi sekarang adalah migrasi manusia yang kemungkinan besar menyebarkan virus corona. Pemerintah jangan ambigu karena apa jaminannya kalau yang  dianggap pulang kampung itu nggak kembali lagi ke Jabodetabek? Apa pemerintah punya datanya? Saya yakin enggak data," tegas dia.

Oleh sebab itu, sekali lagi Yandri mengimbau agar sebaiknya pemerintah melarang segala pergerakan manusia ke daerah atau migrasi.

Jika pun ingin mengizinkan, pemerintah harus bisa memastikan kalau orang yang akan bermigrasi bebas dari Covid-19.

Polemik "mudik" vs "pulang" kampung ini mencuat dalam dialog tentang strategi mitigasi pandemi antara Presiden Jokowi dengan Najwa Shihab. Presiden membedakan diksi "mudik" dan "pulang kampung".

Mudik, menurut Jokowi adalah mobilitas penduduk ibu kota ke daerah dalam rangka hari raya. Sementara pulang kampung merujuk pada pendatang yang pulang ke daerah asal karena di Jakarta kehilangan pekerjaan.