sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Koalisi masyarakat sipil desak Jokowi terbitkan Perppu untuk batalkan pengesahan KUHP

Yasonna mengatakan pasal-pasal yang dianggap kontroversial bisa memicu ketidakpuasan golongan-golongan masyarakat tertentu.

Gempita Surya
Gempita Surya Selasa, 06 Des 2022 17:39 WIB
Koalisi masyarakat sipil desak Jokowi terbitkan Perppu untuk batalkan pengesahan KUHP

DPR telah mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang dalam rapat paripurna hari ini (6/12). Pengesahan ini menimbulkan penolakan dari koalisi masyarakat sipil, yang menilai banyak muatan pasal dalam RKUHP yang masih bermasalah.

Koalisi menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki kewenangan untuk membatalkan KUHP yang telah disahkan DPR, dengan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Citra Referendum mengatakan, KUHP merupakan usulan dari DPR RI dan pemerintah. Sebagai pihak yang mengusulkan, menurut dia pemerintah memiliki tanggung jawab untuk membatalkannya. Terlebih, sejumlah pasal dalam KUHP dinilai kontroversial.

"Kalau memang presiden kita bijak, ya mungkin secara formal bisa dilakukan, keluarkan Perppu, kalau mereka mau betul-betul dengarkan kita. Tapi, ini kan usulan pemerintah juga RKUHP," kata Citra saat ditemui di depan gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Selasa (6/12).

Oleh karenanya, lanjut Citra, pemerintah khususnya Presiden Jokowi, didesak untuk mengeluarkan Perppu sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap pasal-pasal kontroversial yang dinilai merugikan masyarakat.

Selain itu, juga sebagai tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi hak asasi manusia bagi masyarakat Indonesia. 

"Presiden sebagai salah satu aktor yang terlibat. Karena dalam Undang-undang kita, yang membentuk Undang-undang itu pemerintah dan DPR. Makanya, kita juga mendesak RKUHP ini kepada Presiden. Seharusnya, Presiden sebagai pengurus negara betul-betul memikirkan dan mempertanggungjawabkan untuk memenuhi hak asasi manusia," jelas Citra.

Namun, menurut Citra, upaya untuk membatalkan KUHP yang telah disahkan ada di masyarakat. Citra menilai, pemerintah dan DPR juga harus mempertimbangkan suara rakyat terkait penolakan terhadap pengesahan KUHP.

Sponsored

"Harapannya ada di masyarakat itu sendiri. Ketika masyarakat menyatakan protesnya bersama-sama di berbagai wilayah, seharusnya tidak ada alasan lagi bagi pemerintah maupun DPR untuk menolak," tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengakui perjalanan penyusunan RUU KUHP tidak selalu mulus. Pemerintah dan DPR sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial.

Di antaranya pasal penghinaan Presiden, pidana kumpul kebo, pidana santet, vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunis. Namun, Yasonna meyakinkan masyarakat bahwa pasal-pasal dimaksud telah melalui kajian berulang secara mendalam.

Yasonna mengatakan pasal-pasal yang dianggap kontroversial bisa memicu ketidakpuasan golongan-golongan masyarakat tertentu. Yasonna mengimbau pihak-pihak yang tidak setuju atau protes terhadap RUU KUHP dapat menyampaikannya melalui mekanisme yang benar. Masyarakat diperbolehkan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK," kata Yasonna usai Rapat Paripurna dengan agenda pengesahan RKUHP di Senayan, Jakarta, Selasa (6/12).

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid