sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

MA diminta keluarkan fatwa batalkan keputusan PN Jakpus soal pemilu

Putusan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung disebut bisa menganulir hasil gugatan Partai Prima.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Selasa, 07 Mar 2023 14:36 WIB
MA diminta keluarkan fatwa batalkan keputusan PN Jakpus soal pemilu

Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelora, Achmad Nur Hidayat, menilai keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) semakin menguatkan agenda penundaan Pemilu 2024 yang ditolak banyak pihak selama ini. Achmad meminta Mahkamah Agung (MA) untuk mengeluarkan fatwa bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengabaikan putusan PN Jakpus terkait penundaan Pemilu 2024. 

"Keputusan ini benar benar kontroversial dan sulit diterima akal sehat. Bagaimana Pengadilan Negeri bisa mengeluarkan putusan untuk menunda Pemilu yang diluar kewenangannya," kata Achmad Nur Hidayat kepada wartawan, Selasa (7/3).

Menurut Achmad, putusan PN Jakpus aneh dan lucu lantaran Prima yang sudah kalah di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), tetapi justru bisa dimenangkan di pengadilan negeri. Bila memang ada bukti, kata dia, seharusnya Prima bisa menang di Bawaslu seperti halnya Partai Ummat yang akhirnya lolos setelah menggugat lewat Bawaslu.

"Jika bukti yang dimiliki Prima kuat bahwa memang dirugikan oleh KPU, maka tentunya partai Prima bisa memiliki argumentasi yang kuat seperti pada Partai Ummat. Partai Ummat kemudian lolos sebagai peserta pemilu," katanya.

Diakuinya, putusan PN Jakarta Pusat juga semakin menguatkan dugaan akan rencana penundaan pemilu, hingga soal perpanjangan masa jabatan presiden. Sebab, wacana ini sempat mencuat beberapa waktu lalu. Maka, dia berharap agar dua agenda tersebut harus dilawan.

Putusan PN Jakarta Pusat ini juga dikhawatirkan sebagai skenario chaos hukum. Bahkan, disinyalir untuk menganulir keputusan hakim tersebut harus dengan keputusan hakim di atasnya yakni pengadilan tinggi (PT) dan Mahkamah Agung.

"Apabila KPU mengikuti alur hukum yang ada, maka KPU terjebak pada skenario Chaos hukum dimana tidak ada kepastian hukum karena proses bandingnya berlangsung panjang," kata pengamat kebijakan publik Narasi Institute tersebut.

Oleh sebab itu, menurut Achmad, perlu ada jalan lain agar pemilu tetap berjalan sesuai dengan yang dijadwalkan. Menurutnya, perlu ada pernyataan Mahkamah Agung kalau KPU bisa mengabaikan keputusan PN Jakpus Pusat tersebut. 

Sponsored

Salah satu alasannya, karena keputusan tersebut bertentangan dengan konstitusi, di mana penyelenggaraan pemilu yang dilakukan 5 tahun sekali adalah amanat UUD 1945 atau konstitusi.

"Dengan adanya fatwa MA tersebut, skenario Chaos hukum bisa Indonesia hindari," tuturnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Mangapul Silalahi, membantah gugatan partainya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) merupakan agenda titipan dari partai lain.

Menurutnya, alasan Prima mengajukan sengeketa perdata ke PN Jakpus ialah karena KPU melakukan perbuatan melawan hukum (PMH), bukan terkait sengketa pemilu. Adapun perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat (TMS) dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Dalam prosesnya sebelum ke PN Jakpus, kata Mahapul, Prima sudah melakukan gugatan di Bawaslu dan Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN). Namun, menurutnya, saat di Bawaslu, baik mulai dari mediasi dan ajudikasi (persidangan), KPU tidak pernah memperlihatkan bukti TMS.

"Kalau soal sengeketa pemilu kami sudah tempuh, mulai dari Bawaslu sampai PTUN.
Dan konyolnya yang selalu diberikan, yang menjadi alas hak itu adalah berita acara, bukan SK (surat keputusan). Silakan dong, kalau disebut TMS, TMS yang mana! Buka, itu kan SK. Makanya PTUN karena ada kebijakan pejabat publik yang bisa merugikan," kata dia beberapa waktu lalu.

Menurut Mahapul, dalam sebagian putusannya, Bawaslu meminta KPU agar membuka data terkait apa saja yang termasuk TMS dari Prima.

"Jadi, ketika proses ini kami tempuh di Bawaslu dan Bawaslu mengeluarkan putusan agar KPU melaksanakan itu, itu tidak dilakukan. Nah ini ranah, PMH, perbuatan melawan hukum," tuturnya.

Berita Lainnya
×
tekid