sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Noktah Pemilu di ibadah bulan suci

Berbagai kegiatan ibadah di bulan Ramadan kerap digunakan untuk membungkus kampanye politik.

Robi Ardianto
Robi Ardianto Jumat, 08 Jun 2018 07:45 WIB
Noktah Pemilu di ibadah bulan suci

Praktik kampanye terselubung yang dilakukan baik oleh elite partai atau partai politik tertentu, memang tak bisa dipungkiri masih saja terjadi. Bulan Suci Ramadan pun tak luput dari praktik ilegal ini, dengan menjadikan ibadah sebagai modus, berupa ucapan selamat menunaikan ibadah puasa, acara buka puasa bersama, pemberian sedekah dan kegiatan ibadah lain.

Di Surabaya, Ketua DPRD Kota Surabaya, Armuji, menjadi contoh nyata premis tersebut. Dia ditetapkan melakukan pelanggaran tindak pidana pemilihan oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Surabaya, karena mengkampanyekan salah satu pasangan calon Pilkada Jatim di rumah dinasnya pada Minggu (27/5).

Menurut Ketua Panwaslu Surabaya, Hadi Margo, pihaknya telah memiliki bukti kuat pelanggaran kampanye yang dilakukan Armuji. Menurutnya, dalam acara buka puasa di rumah Armuji itu, terjadi pembagian pamflet dan brosur yang mengajak masyarakat untuk memilih calon yang didukung oleh Armuji.

"Panwaslu Surabaya memberikan catatan atau rekomendasi agar hasil pemeriksaan dan kajian tersebut bisa ditindaklanjuti instansi lain, yakni Polrestabes Surabaya dan Badan Kehormatan DPRD Kota Surabaya," kata Hadi dikutip Kantor Berita Antara.

Beberapa waktu lalu, Indonesian Election Watch (IEW) juga menemukan beberapa laporan pelanggaraan kampanye yang dilakukan oleh 12 partai politik.

Komisioner Bawaslu RI Divisi Pengawasan dan Sosialisasi, Mochammad Afifuddin menyatakan, dalam melakukan pencegahan, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan berbagai kalangan, termasuk diantaranya tokoh-tokoh agama. Selain itu, dia juga meminta agar semua pihak bisa menahan diri dengan tidak melakukan kampanye di tempat ibadah, dan sekaligus menjaga kesucian bulan Ramadan.

Dengan demikian, diharapkan segala kegiatan yang dilakukan pada bulan Ramadan bisa terhindar dari unsur-unsur kampanye, ajakan, dan lain sebagainya. Karena memang sudah selayaknya, praktik keagamaan jangan dinodai dengan penyampaian janji-janji, atau penyampaian visi-misi.

“Ini yang sudah kita himbaukan, dengan menggandeng berbagai lembaga dan tokoh agama,” kata pria yang akrab disapa Afif kepada alinea.id di Bawaslu RI, Jakarta.

Sponsored

Apa yang dilakukan oleh Bawaslu ini, pada prinsipnya untuk menghindari bentuk pelanggaran semata. Afif menyatakan hingga saat ini tidak terlalu banyak bentuk pelanggaran yang terjadi.

Menurut dia, kewenangan Bawaslu memang hanya terbatas pada imbauan. Hal ini serupa dengan apa yang terjadi pada gerakan #2019GantiPresiden. Menurut Afif, Bawaslu juga hanya memberikan imbauan, apalagi belum ada peserta calon presiden hingga saat ini.

“Kami setuju untuk melakukan penghimbauan dengan adanya gerakan-gerakan seperti itu, akan tetapi untuk melarang belum ada, karena Bawaslu tidak bisa melampaui kewenangannya,” tegasnya.

Sementara itu, 13 lembaga dan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang terdiri dari Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lembaga Hikmah Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, Aisiyah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Dewan Masjid Indonesia, Fatayat Nahdlatul Ulama, Muslimat Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam, Badan Amil Zakat Nasional, Lembaga Amil Zakat  Infak dan Shadaqah Muhammadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia, dan Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, mengimbau agar partai politik dan calon kepala daerah tidak menggunakan ibadah Ramadan sebagai sarana kampanye.

“Mengimbau partai politik, pasangan calon, tim kampanye, relawan dan setiap orang, untuk tidak memanfaatkan penunaian zakat, infak, dan sedekah, sebagai sarana kampanye,” ujar Sekretaris Dewan Masjid Indonesia, Bunyan Saptomo. 

Himbauan gerakan pilkada bersih

13 ormas yang tergabung dalam Gerakan Bersama Pilkada Bersih itu, juga menyampaikan 7 poin imbauan untuk mencegah terjadinya pelanggaran kampanye di bulan Ramadan. Pertama, partai politik, pasangan calon, tim kampanye, relawan, dan setiap orang untuk menjaga kesucian bulan Ramadan dengan menaati aturan kampanye dan tidak melakukan aktivitas yang dilarang oleh ketentuan undang-undang dalam pelaksanaan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.  

Kedua, partai politik, pasangan calon, tim kampanye, relawan, dan semua pihak, menggunakan momentum Ramadan untuk melakukan pendidikan politik dengan melakukan kampanye Pilkada dan Pemilu, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, mengimbau partai politik, pasangan calon, tim kampanye, relawan dan setiap orang untuk tidak memanfaatkan penunaian zakat, infak, dan shadaqah, sebagai sarana kampanye. 

Keempat, untuk menghindari terjadinya potensi politik uang dan/atau kampanye, penunaian ZIS dapat disalurkan melalui lembaga resmi.

Kelima, agar menjaga kesucian tempat ibadah dengan tidak memanfaatkannya sebagai sarana kampanye politik praktis, membagikan bahan, dan atau pemasangan alat peraga kampanye.

Keenam, mendesak Bawaslu untuk meningkatkan pencegahan, pengawasan dan penindakan, kepada siapa pun yang melakukan pelanggaran dalam kampanye Pilkada dan pra-kampanye Pemilu, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan secara tegas dan konsisten.

Ketujuh, mengajak masyarakat pemilih untuk berpartisipasi aktif melaporkan setiap pelanggaran politik uang dan/atau kampanye di tempat ibadah dan kegiatan keagamaan lainnya melalui pengawas pemilu.

Kekosongan ruang hukum

Adanya ruang kosong dan tidak tercovernya fenomena-fenomena elektoral seperti ini dalam ruang hukum dan proses demokrasi Indonesia, menjadi salah satu celah timbulnya kampanye terselubung. Sebagai contoh, fenomena tagar #2019GantiPresiden yang meskipun tidak termasuk dalam pelanggaran kampanye dengan alasan belum adanya peserta calon presiden, telah menjadi cara yang efektif sebagai praktik kampanye terselubung, dalam menggalang massa.

Sosialisasi yang dilakukan seseorang yang berniat maju di pemilu legislatif dengan buka puasa bersama, pengajian, pembagian sembako, infak, sedekah, dengan diselipi ajakan memilih orang tersebut, juga menjadi fenomena electoral tersendiri yang masih belum memiliki payung hukumnya. Sebab, saat ini belum ada peserta yang ditetapkan sebagai calon legislatif.

Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil berpendapat, Bawaslu  semestinya dapat memahami kekosongan-kekosongan hukum apa saja yang belum terisi, yang diindikasikan akan dilakukan oleh peserta pemilu dalam melakukan kampanye agar dapat dilakukan tindakan pencegahan. Menurut dia, jika hanya biasa-biasa saja dalam melakukan pengawasan, maka bisa dimanfaatkan oleh bakal calon peserta pemilu.

“Meskipun, hal tersebut juga belum bisa menjerat, karena yang bersangkutan belum menjadi peserta pemilu, karena belum masuk ke dalam subjek yang bisa dikenakan sanksi, atau larangan untuk memberikan sesuatu, uang, barang kepada pemilih,” kata Fadli kepada Alinea.

Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menambahkan, penindakan yang dilakukan Bawaslu terhadap peserta pemilu, yang diduga melakukan tindakan kampanye diluar jadwal, progresnya sudah bagus. Hanya saja Kaka menekankan pentingnya penguatan regulasi, sehingga langkah-langkah tersebut dapat jauh lebih produktif.

Selain itu, tambah Kaka, penting pula Bawaslu melakukan pendidikan politik, yang menginternalisasi  aturan dan budaya pemilu kepada pihak-pihak dan stakeholder, sehingga  seluruh pihak memiliki kesadaran berpolitik yang sehat dan berintegritas.

Berita Lainnya
×
tekid