sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PAN dan Demokrat masih menunggu sinyal Jokowi

Hasrat Demokrat dan PAN bergabung ke dalam koalisi parpol pendukung pemerintah dianggap wajar.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Jumat, 19 Jul 2019 21:19 WIB
PAN dan Demokrat masih menunggu sinyal Jokowi

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Didi Irawadi mengaku, partainya siap jika diajak bergabung oleh Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) di pemerintahan. Namun demikian, ia menegaskan. Demokrat tak mau mengemis untuk mendapatkan kursi menteri.

"Tapi, kalau Demokrat dibutuhkan, karena itu hak prerogatif, kami siap. Jabatan apa pun kita enggak boleh minta-minta," kata Didi dalam diskusi di Kantor Para Syndicate, Kabayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (19/7).

Hingga kini, menurut Didi, Demokrat belum menentukan arah politik pasca-Pilpres 2019. Tak tertutup kemungkinan Demokrat bakal berada di luar pemerintahan. "Posisi di luar pemerintah juga sangat bagus dalam rangka check and balance," kata dia.

Seperti Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN juga belum punya arah politik usai gagal mengusung Prabowo-Sandi di Pilpres 2019. Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN Eddy Soeparno, perkara menjadi oposisi atau bergabung dengan koalisi Jokowi sama sekali belum dibicarakan oleh para petinggi PAN.

"Itu keputusan politik tingkat tinggi. Ini maqomnya di atas maqom (tingkatan) sekjenlah. Kami mau bahas konstruksi oposisi atau koalisi apa pun itu sah saja karena itu hanya sebatas hipotesis saja. Pada akhirnya keputusan hanya ada di tangan Presiden," ujarnya.

Namun demikian, Eddy mengatakan, PAN belum teruji menjadi parpol oposisi. "Kalau bicara historis, PAN belum pernah di luar pemerintah. Hanya di Pemilu 2019, PAN di luar. Nah, jadi saya kira kita sampaikan, jujur selama 10 bulan di luar pemerintahan, kami merasakan sesak nafas," katanya.

Daya tawar oposisi lemah 

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menilai wajar jika PAN dan Demokrat tertarik bergabung di pemerintahan. Pasalnya, daya tawar kubu oposisi tergolong lemah dalam sistem presidensial berbasis multipartai.

Sponsored

"Beda dengan parlementer yang oposisinya kuat. Dia bisa mengganti pemerintahan ketika suaranya tidak diperhatikan. Makanya, sekarang (di sistem) presidensial, oposisi tidak terlalu diminati. Sampai saat ini, sejauh yang saya ikuti, tidak ada parpol yang percaya diri menepuk dada sebagai oposisi," katanya.

Meskipun tak mau terbuka, menurut Syamsuddin, PAN dan Demokrat terlihat berhasrat untuk bergabung di koalisi Jokowi-Ma'ruf. Apalagi, kedua parpol tengah itu tidak tegas menyikapi kekalahan Prabowo-Sandi. "Gerindra dan PKS akan pasti memilih sikap tegas menjadi oposisi. Kalau Demokrat dan PAN kan belum," kata dia. 

Namun demikian, Syamsuddin menyarankan agar Jokowi tidak terlalu banyak menambah partai baru di koalisi. Ia khawatir Jokowi tersandera oleh elite-elite parpol dalam menyusun komposisi kabinet. 

Ia pun menyarankan agar Jokowi lebih mengutamakan kompetensi para menteri ketimbang hanya memenuhi tuntutan elite-elite parpol ketika menyusun kabinet. "Saya usulkan 60% keahlian (dan) 40% dari basis politik," katanya. 

Berita Lainnya
×
tekid