Anggota Komisi X DPR RI dari fraksi PDI-Perjuangan (PDI-P) Mercy Chriesty Barends meminta agar proyek penulisan sejarah nasional yang saat ini tengah dijalankan Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) dijalankan berbasis prinsip inklusivitas dan keadilan. Ia berharap tak ada pihak yang ditinggalkan dalam penulisan sejarah.
“Kami ingin memastikan bahwa sejarah ditulis dengan keberanian, empati, dan berdasarkan bukti-bukti. Jangan sampai ada suara yang diabaikan. Apalagi jika menyangkut korban kekerasan dan pelanggaran hak asasi,” kata Mercy dalam rapat dengar pendapat dengan Menteri Kebudayaan Fadli Zon di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7).
Mercy menyoroti pentingnya sensitivitas dalam proses inventarisasi sumber sejarah, permesiuman, dan narasi sejarah yang ditulis negara. Ia membawa sejumlah dokumen resmi dari Komnas Perempuan dan lembaga internasional terkait konflik masa lalu dan kekerasan terhadap perempuan.
Menurut Mercy, banyak peristiwa kelam yang masih meninggalkan luka bagi para penyintas, terutama perempuan. Ia mencontohkan sejumlah peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu, seperti kerusuhan Maluku, konflik di Papua dan Aceh, hingga tragedi 1998,
Karena itu, Mercy menekankan pentingnya dialektika dan keberimbangan dalam menulis sejarah agar tidak melukai pihak-pihak yang pernah mengalami langsung kejadian tersebut.
“Kami tidak ingin sejarah dibatasi hanya pada versi tertentu. Biarkan sejarah bicara dengan kejujuran karena itu bagian dari keadilan. Banyak korban masih hidup dan menanti keadilan, walau hanya lewat pengakuan,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Mercy juga menyerahkan tiga dokumen resmi kepada Menteri Kebudayaan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan sejarah nasional.
Ia berharap kementerian dapat membuka ruang dialog dengan berbagai pihak, termasuk penyintas, akademisi, dan lembaga HAM, untuk merumuskan narasi sejarah yang lebih menyeluruh.
Dalam proyek penulisan ulang sejarah nasional, Kemenbud melibatkan sebanyak 120 sejarawan. Proyek itu ditargetkan rampung pada 17 Agustus 2025 atau bertepatan dengan perayaan kemerdekaan RI yang ke-80.