sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Perjalanan satu dasawarsa Bawaslu

Bawaslu setelah berjalan sepuluh tahun baru memiliki taring. Kini Bawaslu menjelma lembaga yang punya kewenangan dari hulu hingga hilir.

Robi Ardianto
Robi Ardianto Senin, 09 Apr 2018 14:31 WIB
Perjalanan satu dasawarsa Bawaslu

Hari ini genap sepuluh tahun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berkiprah menjadi anjing penjaga perhelatan demokrasi di Indonesia. Sejak dibentuk pada 9 April 2008 lewat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, Bawaslu telah mengalami banyak perkembangan.

Lembaga ini sendiri mulanya didirikan sebagai anasir pendukung Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sudah ada sebelumnya. Karena tugasnya yang lebih distributif ke daerah, maka lembaga ini diperkuat dengan sejumlah aparatur hingga tingkat kelurahan/desa.

Semangat yang diusung Bawaslu senada dari awal pendirian, yakni mengawal proses demokrasi untuk menekan pelanggaran dan kecurangan. Kesadaran itu sendiri sebetulnya sudah dimulai sejak 1982, saat pembentukan Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Hal itu dilatarbelakangi adanya krisis kepercayaan pada pelaksanaan pemilu, yang mulai dikooptasi kekuatan rezim penguasa sejak 1971.

Setelahnya, pada 1977 pemilu di tanah air juga diwarnai dengan manipulasi perhitungan suara yang dilakukan para petugas pemilu. Nada sumbang pun mengalir deras daripolitisi PPP dan PDI, untuk memperbaiki kualitas penyelenggaraan pemilu. Saat itu, pemerintah dan DPR yang banyak didominasi Golkar dan ABRI menginstruksikan pembentukan badan baru untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU).

Pasca reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara pemilu yang bersifat mandiri dan bebas dari kooptasi penguasa kian menguat. Apalagi mempertimbangkan LPU yang notabene secara struktur adalah bagian dari Kementerian Dalam Negeri. Dari sinilah cikal bakal KPU terbentuk.

Usai dilakukan judicial review UU Penyelenggara Pemilu, tugas pengawasan pemilu berikutnya oleh Mahkamah Konstitusi, sepenuhnya diserahkan pada Bawaslu. Lembaga inilah yang bertugas melakukan pengawasan dan menerima pengaduan, pun memutus perkara pelanggaran kode etik para penyelenggara pemilu. Agar tetap independen, mereka yang duduk di Bawaslu dilarang terlibat dalam partai politik manapun.

Hingga kini, Bawaslu sudah bersalin kepemimpinan sebanyak tiga periode. Pada periode pertama Bawaslu baru ingin melahirkan Bawaslu Provinsi, kemudian baru era selanjutnya rencana itu terealisasi. Di periode ketiga, Bawaslu segera melahirkan kembali Bawaslu Kabupaten/Kota di 541 titik. 

Selain memanjangkan tangan di daerah, Bawaslu juga meneken sejumlah MoU dengan beberapa lembaga, Ombudsman soal pengaduan publik, Komnas HAM untuk  penanganan pengawasan pemilu yang berwawasan HAM, dan juga dengan Pusat Pemilihan Umum Akses (PPUA) disabilitas. 

Sponsored

Perayaan satu dasawarsa Bawaslu sendiri telah dilakukan sejak Minggu (8/4) dengan kegiatan jalan sehat, donor darah, sosialisasi Gowaslu dan menikmati kopi pagi di festival kopi Nusantara, yang dibawa langsung oleh Bawaslu seluruh Indonesia. Di hari ulang tahunnya hari ini, Bawaslu menutupnya dengan penandatanganan kesepakatan bersama sejumlah lembaga dan potong tumpeng bersama.

Ketua PPUA Disabilitas Ariani Soekanwo, mengatkan pihaknya sangat bersukur di satu dasawarsa Bawaslu kali ini bisa menekenn MoU dengan Bawaslu. Menurutnya selama ini banyak sekali kesenjangan antara masyarakat, kaitannya dengan penyandang disabilitas. Ditambah dengan minimnya fasilitas untuk kaum difabel, seperti alat bantu braile bagi tuna netra.

Selain itu, persyaratan sehat jasmani dan rohani untuk berpartisipasi di pemilu, ia nilai turut mengancam hak para penyandang disabilitas. MoU ini, lanjutnya, adalah langkah nyata untuk bisa menegakkan hukum terhadap penyadang disabilitas. 

Sementara itu, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan usia sepuluh tahun Bawaslu bukan usia yang pendek ataupun usia yang panjang. "Peran serta Bawaslu dari setiap periode didasari pada UU yang berbeda. Tahun ini kelembagaan Bawaslu pusat, provinsi, dan kabupaten/kota akan menjadi kelembagaan yang permanen," ungkapnya.

Bawaslu setelah berjalan sepuluh tahun baru terlihat memiliki taring. Kini Bawaslu menjelma lembaga yang punya kewenangan dari hulu hingga hilir. Kewenangan itu mencakup pencegahan, pengawasan, penindakan, sampai memutuskan. 

"KPK saja sebagai lembaga super tidak memiliki kewenangan memutus sedangkan Bawaslu bisa juga memutuskan," katanya.

Ketua Komisi 2, Zainudin Amali mengatakan lembaga Bawaslu ini tercipta karena ketidakpercayaan masyarakat terhadapa partai politik yang saat itu mendominasi kontestasi. Berangkat dari situ, perayaan sepuluh tahun Bawaslu perlu dimaknai sebagai penguatan peran dari penyelenggara pemilu untuk mengawal proses demokrasi di Indonesia. Apalagi, saat ini Bawaslu Kabupaten/Kota yang sebelumnya berstatus ad hoc akan diganti menjadi permanen. 

"Dengan status permanen saya berharap teman-teman di kabupaten dan kota itu kinerjanya bisa semakin baik," katanya. 

Tidak hanya itu, kesejahteraan Bawaslu di kabupaten dan kota juga akan semakin diperhatikan agar mereka tetap bisa menjaga independensinya. Pun tidak tergoda oleh rayuan berat, mengingat di sejumlah daerah, kekisruhan pemilu disebabkan oleh ketidaknetralan penyelenggara pemilu tersebut.

Dengan adanya peningkatan kesejahteraan, diharapkan akan meningkatkan kinerja dari seluruh pengawas pemilu agar bisa menjaga idealismenya.

Berita Lainnya
×
tekid