sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Peta baru Pilpres 2019 usai Pilkada serentak

Kenaikan mengejutkan suara Sudrajat-Syaikhu pada Pemilihan Gubernur Jawa Barat didorong meningkatnya sentimen positif pada Prabowo Subianto.

Sukirno Robi Ardianto
Sukirno | Robi Ardianto Selasa, 03 Jul 2018 19:06 WIB
Peta baru Pilpres 2019 usai Pilkada serentak

Kenaikan mengejutkan suara Sudrajat-Syaikhu pada Pemilihan Gubernur Jawa Barat didorong meningkatnya sentimen positif terhadap Prabowo Subianto melalui #2019GantiPresiden.

Hasil exit poll Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan tingkat keterpilihan Presiden Joko Widodo belum sepenuhnya menguasai pemilih di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat karena sebagian besar masyarakat Jabar memilih Prabowo Subianto, bila hari ini terjadi head to head antara keduanya.

"Berdasarkan exit poll Pilkada 2018, elektabilitas Presiden Joko Widodo masih belum cukup mendominasi pilihan warga Jawa Barat," kata Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, di Jakarta, dilansir Antara, Selasa (3/7).

Akan tetapi, lanjut Deni Irvani, jika pada hari H pilkada di sejumlah provinsi besar, maka lebih besar pemilih akan mendukung Jokowi sebagai presiden bila pilpres diadakan, kecuali di Provinsi Jawa Barat.

"Hanya khusus di Jawa Barat telah terjadi perubahan signifikan pilihan presiden dibanding survei beberapa minggu dan bulan sebelum hari H Pilkada serentak 2018," katanya.

Menurut dia, sentimen masyarakat Jabar terhadap Prabowo yang mengangkat kenaikan suara Sudrajat-Syaikhu secara sangat signifikan hingga melewati suara Dedy Mizwar-Dedy Mulyadi, dan mendekati suara Ridwan Kamil-UU.

"Ada indikasi kampanye #2019GantiPresiden hanya berpengaruh di wilayah Jawa Barat, tetapi daerah lain di Pulau Jawa tidak. Mesin partai pendukung Prabowo di Jabar, yakni Gerindra dan PKS jauh lebih besar. Ini yang membuat kampanye tersebut efektif," ucap Deni.

Dia menyebutkan jika hari ini terjadi head to head antara Jokowi dengan Prabowo di Jawa Barat, Prabowo memperoleh suara 51,2% dan Jokowi sebesar 40,3%, sedangkan yang tidak jawab sebesar 8,5%.

Sponsored

Untuk Jawa Tengah, jika terjadi head to head antara Jokowi dengan Prabowo, maka hasil signifikan diperoleh Jokowi dengan angka mencapai 73,1%, Prabowo sebesar 19,7% dan tidak jawab sebesar 7,2%.

Sedangkan di Jawa Timur, jika terjadi head to head antara Jokowi dengan Prabowo, maka hasil signifikan diperoleh Jokowi dengan angka mencapai 64,2%, Prabowo sebesar 28,3% dan tidak jawab sebesar 7,5%.

Dalam hasil exit poll di provinsi lain, tingkat Jokowi masih unggul ketimbang Prabowo Subianto, seperti di Provinsi Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, hingga di Provinsi Kalimantan Barat.

Di Sumatera Utara, jika terjadi head to head antara Jokowi dengan Prabowo, maka hasil signifikan diperoleh Jokowi dengan angka mencapai 52,8%, Prabowo sebesar 40,4% dan tidak jawab sebesar 6,8%.

Untuk Provinsi Sulawesi Selatan, jika terjadi head to head antara Jokowi dengan Prabowo, maka hasil signifikan diperoleh Jokowi dengan angka mencapai 50%, Prabowo sebesar 38,4% dan tidak jawab sebesar 11,6%.

Sedangkan di Kalimantan Barat, jika terjadi head to head antara Jokowi dengan Prabowo, maka hasil signifikan diperoleh Jokowi dengan angka mencapai 58,4%, Prabowo sebesar 35% dan tidak jawab sebesar 6,6%.

Dalam exit poll ini, SMRC menggunakan populasi seluruh pemilih yang datang ke TPS dalam Pilkada serentak 2018 (27 Juni 3018) di Pemilihan Gubernur di enam Provinsi. Masing-masing Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan di Provinsi Kalimantan Barat.

Jumlah responden exit poll di setiap provinsi, masing-masing di Jawa Barat sebesar 1.580 orang, Jawa Tengah sebesar 1.176 orang, Jawa Timur sebesar 1.436 orang, Sumatera Utara sebesar 1.003 orang, Sulawesi Selatan sebesar 1.053 orang dan di Provinsi Kalimantan Barat sebesar 574 orang.

Pudarnya Pesona 2019 Ganti Presiden

Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi mengatakan kemenangan Khofifah- Emil di Jawa Timur, Ridwan Kamil - Uu di Jawa Barat dan kemenangan Ganjar Pranowo - Taj Yasin di Jawa Tengah memudarkan tagar #2019GantiPresiden. "Ini ril pilihan rakyat," tegasnya.

Meskipun mengalami kekalahan, tetapi bisa memberikan efek kejut. Contohnya Sudirman Said yang bisa mencapai pada angka 40% ataupun pasangan Asyik yang bisa masuk pada posisi kedua dalam hitungan cepat beberapa lembaga survei.

Arwani mengklaim, bahwa ada korelasinya antara Pilkada dengan Pilpres mendatang, sebagai contoh kampanye 2019 ganti presiden. "Meskipun gagal ya," kata Arwani. 

Dia juga mengatakan, berkaca pada hasil Pilkada serentak 2018 masyarakat Indonesia banyak yang menginginkan pasangan dari nasional- santri terlihat dari perpaduan Khofifah- Emil, RK - Uu, dan Ganjar - Taj Yasin. 

Dia menilai, pasangan nasionalis- santri sangat direkomendasikan bagi Jokowi dalam memilih wakilnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, efek Pilkada serentak 2018 memiliki dua perspektif dalam pertarungan Pilpres 2019 mendatang. 

Perspektif pertama, adanya korelasi hasil Pilkada dengan kekuatan calon presiden pada Pilpres 2019 mendatang. Saat posisi kepala daerah dikuasai oleh kader partai, maka memiliki korelasi linier dalam perhelatan Pilpres 2019 mendatang. 

"Bagi partai besar seperti PDI Perjuangan, memiliki kebanggaan sendiri karena bisa memenangkan kadernya sendiri," ungkap Pangi dalam diskusi utak-atik Capres dan Cawapres pasca Pilkada 2018 di Warung Daun, Jakarta, Selasa (3/7).

Berdasarkan hasil hitung cepat, justru partai- partai seperti Nasdem, PAN dan lainnya yang lebih banyak memenangkan pertarungan. Hanya saja, yang dimenangkan bukanlah berasal dari kader partai.

Untuk itu, efek Pilkada serentak 2018 memiliki korelasi linier jika yang memenangkan pertarungan berasal dari kader inti. Aspek kedua yaitu tidak memiliki korelasi. "Jika bukan kader inti, minimal bisa mengamankan posisi terlebih dahulu," kata Pangi.

Lebih lanjut, Pangi menjelaskan ada beberapa hal yang menjadi kunci kemenangan dalam Pemilu yaitu personal branding, mesin partai, dan jejaring grass root.

Selain itu, dalam perhelatan Pilpres mendatang Pangi melihat adanya kehendak masyarakat yang menginginkan, pasangan calon lebih dari dua poros.

"Karena jika hanya secara head to head akan menyebabkan pembelahan. Seandainya banyak calon, maka akan semakin aman. Meski ada konsekuensi logis yaitu berkenaan dengan soal pembiayaan," jelasnya.

Dalam membentuk poros ketiga, pilihannya ada pada Partai Demokrat, PKB dan PAN. Beberapa waktu lalu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkordinasi dengan Jokowi, tetapi belum memiliki hasil.

Sehingga, ada kemungkinan mantan Presiden RI tersebut akan membuat poros ke-3, dengan beberapa pilihan yaitu JK - AHY, Gatot- AHY, Anies- AHY.

Akan tetapi, jika yang ditarik adalah Anies, maka Anies turut mengulang tradisi Jokowi yang tidak menyelesaikannya masa jabatannya sebagai gubernur, yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat. "Maka Anies, mesti selesaikan jabatannya terlebih dahulu," katanya.

Sementara itu, Jusuf Kalla yang semula berniat setelah akhir masa jabatannya sebagai wakil presiden berakhir, akan fokus kepada keluarga. Kemudian, saat bertemu dengan PM Malaysia Mahathir Mohamad muncul semangat ingin mencalonkan kembali. 

Hanya saja, dia masih menunggu apa yang akan dilakukan oleh Pangi, apakah akan maju atau hanya sebagai King Maker saja.

Berita Lainnya
×
tekid