sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Prabowo dinilai tak konsisten dalam pemberantasan korupsi

Terjadi ketidaksesuaian dalam pernyataan Prabowo soal korupsi, dengan implementasinya di Partai Gerindra.

Robi Ardianto
Robi Ardianto Jumat, 30 Nov 2018 11:43 WIB
Prabowo dinilai tak konsisten dalam pemberantasan korupsi

Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai Prabowo Subianto tak konsisten dalam menyikapi persoalan korupsi di Indonesia. Prabowo menyatakan korupsi sebagai kanker stadium empat, namun tak berupaya melakukan pemberantasan di Partai Gerindra, yang dipimpinnya.

Penilaian ini terkait dengan pernyataan Prabowo dalam acara  The World in 2019 Gala Dinner di Singapura pada Selasa (27/11) lalu. Saat itu, Prabowo menyebut korupsi yang terjadi di Indonesia "sudah seperti kanker stadium empat".

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, sepakat dengan pandangan Prabowo. Menurutnya, korupsi dapat merusak Indonesia.

"Tidak hanya akut, korupsi juga amat ganas, yang kalau tidak segera diobati menyeluruh, maka daya rusaknya akan mengganggu kesehatan Indonesia sebagai sebuah bangsa," kata Titi kepada reporter Alinea.id, Jumat (30/11).

Maka itu, kata dia, respons seluruh lapisan masyarakat dalam mengobati korupsi tidak bisa biasa saja. "Atau sekadar retorika," katanya

Menurutnya, pemberantasan korupsi harus diikuti dengan komitmen kuat yang diikuti tindakan nyata dari hulu ke hilir. Selain itu, perlu ada tindakan luar biasa, mengingat akut dan ganasnya korupsi. 

Dalam bidang pemilu, Titi mencontohkan, partai politik (parpol) tidak boleh memberikan tiket pencalonan bagi mantan napi korupsi untuk ikut dalam kontestasi. Sayangnya dalam hal ini, Prabowo tidak menunjukkan komitmen kuat untuk memberantas korupsi.

Sebab partai besutan Prabowo justru membuka jalan bagi mantan narapidana (napi) korupsi untuk ikut dalam Pemilu Legislatif (Pileg) 2019.

Sponsored

"Sayangnya parpol, termasuk Gerindra, tidak mengambil langkah itu. Bahkan kadernya aktif menggugat melalui jalur hukum agar tetap dicalonkan sebagai caleg (calon legislatif) pada pemilu 2019," ujarnya.

Berdasarkan data yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 20 September 2018, Partai Gerindra justru menjadi penyumbang caleg mantan koruptor terbanyak. Setidaknya ada enam caleg DPRD Gerindra yang merupakan mantan koruptor.

Saat Alinea.id menelusuri situs KPU daerah, ada tiga caleg DPRD provinsi mantan napi korupsi Partai Gerindra yang masih tercantum sebagai caleg. Caleg tersebut adalah Mohamad Taufik dari daerah pemilihan (Dapil) DKI 3, Herry Jones Kere dari Dapil Sumatera Utara, dan Husen Kausaha dari Dapil Maluku Utara 4.

Payung hukum

Saat dikonfirmasi, Ketua DPP Partai Gerindra Nizar Zahro menyatakan, kengototan Gerindra untuk mengajukan caleg mantan koruptor dipayungi instrumen hukum yang jelas. Instrumen hukum yang dimaksud, adalah putusan Mahkamah Agung (MA) atas uji materi pasal 4 ayat 3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota, terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

Pasal yang diujikan tersebut mengatur soal larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi, mantan bandar narkoba, dan eks narapidana kasus kejahatan seksual pada anak, untuk maju menjadi calon legislatif. 

"Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg, bertentangan dengan UU Pemilu. Pertimbangan hakim saat itu, bahwa PKPU tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017," ujarnya kepada reporter Alinea.id, Kamis (29/11).

Menurutnya, hal ini tidak berarti partai Gerindra memberikan ruang bagi koruptor. Dia menegaskan, Gerindra memiliki komitmen untuk menjaga integritas kadernya. Hal ini, kata dia, terbukti dengan tidak adanya kader Gerindra di DPR yang terjerat kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Gerindra jelas, tidak akan diberi ruang bagi koruptor untuk berdiam di Gerindra. Pengawasan internal partai akan terus kami lakukan," katanya.

Sekedar retorika

PDI Perjuangan menilai, pernyataan Prabowo dalam forum The World in 2019 Gala Dinner tersebut hanya sekedar retorika. PDI Perjuangan sempat kecolongan mengajukan caleg mantan koruptor. Namun kemudian mereka memecat mantan napi korupsi yang maju menjadi caleg dari partai berlambang banteng.

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan, politik tidak hanya sekadar retorika, namun harus dibuktikan dengan langkah konkrit.

"Orang bisa berteriak (anti) korupsi, tapi bagaimana desainnya dalam mengurangi hal tersebut," kata Hasto di Posko Cemara, Kamis (29/11).

Komitmen seorang pemimpin dalam memberantas korupsi menurutnya, harus bisa dibuktikan dan konsisten. Bagi dia, Gerindra tidak menunjukkan konsistensi tersebut.

Seharusnya, kata dia, Prabowo dapat mencoret nama-nama caleg mantan koruptor yang maju dari Gerindra. 

"Gerindra kan terbanyak Caleg yang kena status korupsi. Ini menunjukkan tidak konsistennya. Ini yang kami sayangkan, mencoret caleg-caleg korupsi saja Pak Prabowo tidak bisa," katanya.

Sementara itu, Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding menyatakan Prabowo selalu melakukan retorika terbalik dari fakta sebenarnya.

"Dia menyatakan korupsi di Indonesia besar, tapi di partainya banyak mantan caleg koruptor yang kembali di calonkan," katanya. 

Berita Lainnya
×
tekid