Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong dan Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto resmi dibebaskan dari penjara usai memperoleh abolisi dan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Keduanya dibebaskan dari rutan masing-masing, Jumat (1/8) lalu.
Sebelumnya, Tom Lembong divonis 4,5 tahun penjara karena dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi impor gula saat ia menjabat Mendag. Adapun Hasto divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Tom dan Hasto kerap disebut-sebut sebagai target operasi politik Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Di era Pilpres 2024, keduanya berseberangan dengan Jokowi. Tom mendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sedangkan Hasto berada di barisan pendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Analis politik dari Universitas Jember, Muhammad Iqbal menilai pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto bisa dimaknai Prabowo mulai berjarak dengan Jokowi. Mei lalu, Prabowo juga disebut-sebut menginstrukasikan Panglima TNI membatalkan keputusan mutasi Jenderal Kunto Arief, putra mantan Wapres Try Sutrisno.
"Yang disinyalir ada peran Jokowi pasca-Jenderal Try Sutrisno, bapaknya Jenderal Kunto, ikut serta dalam upaya petisi pemakzulan Wapres Gibran. Kini, Prabowo memberi abolisi dan amnesti kepada Tom dan Hasto yang pemidanaan keduanya sulit dipungkiri tidak terlepas dari peran Jokowi," kata Iqbal kepada Alinea.id di Jakarta, Sabtu (2/8) lalu.
Iqbal berpendapat Prabowo bisa saja sedang menampilkan dramaturgi politik ala Jokowi. Di panggung depan, Prabowo berteriak, 'Hidup Jokowi!'. Namun, di panggung belakang, Prabowo terus menggerus relasi politik Jokowi di lingkaran kekuasaan. "Jokowi terlalu banyak meninggalkan kroni di lingkaran kekuasaan Prabowo yang belakangan mulai merepotkan," kata dia.
Di luar itu, Iqbal mengaku khawatir pembebasan Tom dan Hasto bakal menjadi preseden buruk untuk kasus-kasus korupsi lainnya yang melibatkan elite politik. Menurut dia, peluang menyeret Jokowi dan para Menteri Perdagangan lainnya dalam dugaan kasus korupsi impor gula bakal sirna.
"Padahal, peluang Tom di pengadilan banding akan lebih terbuka untuk bebas murni, kalau berhasil mengungkap peran Jokowi dan para mantan Mendag lainnya terutama Mendag Zulhas (Zulkifli Hasan). Efek lain dari Tom bebas, maka kasus ijazah palsu, pemakzulan Wapres, blok Medan Bobby sepertinya juga tak bakal berlanjut dan case closed," kata Iqbal.
Prabowo, lanjut Iqbal, juga bakal banjir simpati karena terkesan muncul sebagai pahlawan yang menghentikan praktik kriminalisasi terhadap lawan politik. Di kalangan oposisi, Prabowo bakal dianggap berjasa membebaskan Tom dan Hasto.
"Bagi Tom Lembong bersama jejaring politik Anies Baswedan, pemberian abolisi ini berpotensi menciptakan politik utang budi yang bisa saja menekan daya kritis terhadap pemerintahan Prabowo," jelas Iqbal.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menilai abolisi untuk Tom dan amnesti untuk Hasto merupakan bagian dari agenda rekonsiliasi politik Prabowo. Menurut dia, kasus-kasus yang melibatkan keduanya terkesan sengaja dirancang untuk mengkriminalisasi lawan politik.
"Kasus Hasto sendiri kasus lama yang dibiarkan dan belakangan diproses hukum. Di sisi lain, Harun Masiku, meski sudah diketahui keberadaannya oleh KPK, dibiarkan saja. Jadi, prosesnya tampak bermasalah, tebang pilih. Abolisi Lembong yang dihentikan adalah proses hukum, sementara amnesti untuk Hasto merupakan pengampunan atas kesalahannya. Dua hal yang berbeda," kata Zaki kepada Alinea.id.
Dalam jangka pendek, keputusan Prabowo untuk membebaskan Hasto dan Tom bisa meningkatkan reputasi Prabowo di tengah krisis kepercayaan publik yang meningkat dan tantangan ekonomi yang berat. Muncul kesan jika Prabowo ingin mengakhiri karut-marut kriminalisasi yang dipandang ulah Presiden Jokowi.
"Dengan begitu, Prabowo dianggap sebagai penyelamat. Tetapi, untuk jangka panjang, kepentingan politik di atas hukum dapat berbahaya. Dewi keadilan dapat disetir oleh Istana untuk pertimbangan politik pragmatis. Supremasi hukum dikesampingkan oleh kepentingan politik," kata Zaki.