sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bansos pemantik agar warga tak mudik

Sederet bansos disiapkan untuk warga kawasan Jabodetabek hingga desa-desa.

Syah Deva Ammurabi
Syah Deva Ammurabi Senin, 13 Apr 2020 06:15 WIB
Bansos pemantik agar warga tak mudik

Yulius Hananto (42) melajukan taksi birunya di jalanan Jakarta nan sepi. Ia tetap berharap ibu kota memberinya sedikit Rupiah demi sesuap nasi bagi keluarganya. Berpuluh kilometer ia tempuh, dari rumahnya di Bogor hingga berkeliling Jakarta mencari penumpang.

Semenjak maraknya kebijakan Working From Home (WFH) dan penjarakan fisik (physical distancing), dirinya acapkali tidak mendapat penumpang sama sekali seharian. Padahal, dalam kondisi normal, rata-rata dia mengantongi Rp150 ribu tiap harinya. Kini, jumlah itu tak pernah lagi tercapai, bahkan sebaliknya ia seringkali tombok ongkos bensin.

“Kadang dapat trip jauh, pulang kosong terus enggak dapat lagi. Kadang-kadang kurang setoran jadi nombok. Untung di jalan ada rejeki dikasih makan. Sehari kadang enggak dapet. Intinya tetap semangat dan berdoa,” ucapnya pasrah kepada Alinea.id, Sabtu (11/4).

Meski perusahaan tempatnya bekerja sudah mulai membagikan sembako kepada para supir, namun dirinya masih belum mendapatkannya. Untuk menerima sembako tersebut, para supir harus mendatangi pangkalan (pool) tempat mereka bertugas.

“Ya, ada sebagian yang dapat. Saya belum dapat soalnya libur, kemarin baru masuk. Ya sudah kalau rejeki masih dapat,” harapnya. 
Yulius juga mengaku belum pernah mendapat bantuan sosial (bansos) dari pemerintah lantaran kerap berpindah tempat tinggal. Keluarganya masih mengontrak rumah dan bukan warga asli di tempat tinggalnya.

“Saya kan e-KTP harusnya udah online, jadi bisa kemana-mana. Anjuranku, sudah lah kasih saja door to door, enggak perlu lapor KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan KK (Kartu Keluarga),” harapnya.

Nelayan menagih janji

Kisah serupa juga dibagikan seorang perempuan nelayan asal Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara, Nilawati. Ia menuturkan, harga rata-rata harga ikan, kerang, dan gurita tangkapan nelayan anjlok 50% lantaran para tauke (penadah) menurunkan harga. Di sisi lain, harga sembako mulai merangkak naik.

Sponsored

“Biasa kan dikirim keparik, tapi sekarang enggak diambil karena pengiriman keluar negeri enggak bisa. Dibilang enggak laku di pabrik,” kata salah satu pengurus Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) ini dalam telekonferensi, Minggu (5/4).

Nilawati berharap bantuan pemerintah segera datang untuk meringankan beban nelayan setempat. “Sementara kami di daerah pesisir banyak yang dapat PKH (Program Keluarga Harapan) tapi sudah dua bulan diblokir. Beras dan uang kami enggak dapat lagi. Di situ kendalanya,” bebernya.

Sementara itu, Pengurus Koperasi 64 Bahari Surabaya Jihan Nafisah menuturkan, di daerahnya juga terjadi penurunan harga tangkapan yang berimbas pada penurunan omzet nelayan. Sebagai contoh, harga ikan bulu mentok yang turun dari Rp8.000/kg menjadi Rp4.000/kg.

“Menurut para pengepul ini, mereka tidak bisa menampung banyak dari hasil tangkapan nelayan karena tidak bisa disetorkan. Ada yang disetorkan ke pabrik, restoran, dan pasar. Karena adanya virus corona ini, kegiatan penjualan terbatas,” tuturnya.

Sama seperti Nilawati, dia melihat peran pemerintah yang terlihat dalam penanggulangan dampak virus corona baru sekedar penyemprotan disinfektan. Jihan berharap, pemerintah memberikan bantuan berupa tes kesehatan maupun bantuan ekonomi seperti uang tunai atau sembako.

“Tidak semuanya punya tabungan. Mungkin yang lain berpikir keras apa yang mesti dilakukan. Buka usaha kecil dadakan sudah ada, tapi enggak ramai karena masyarakat tidak memiliki pemasukan,” keluhnya.

Ratusan supir angkot mengantre paket bantuan di Manado, Sulawesi Utara, Selasa (31/3/2020). Foto Antara/Adwit B Pramono/wsj.

Guyuran bantuan sosial

Yulius, Nilawati, maupun Jihan memang pantas menunggu bantuan dari pemerintah. Sebagai pekerja informal, mereka mengharapkan ada bantuan di tengah penghasilan harian yang merosot drastis.
Presiden Joko Widodo pun sudah menjanjikan sederet bantuan sosial untuk menolong masyarakat memenuhi kebutuhan hariannya.

Rangkaian bansos akan segera cair dalam waktu dekat bagi masyarakat terdampak Covid-19. Utamanya, bagi kawasan Jabodetabek yang menerapkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB). Begitu juga dengan penyaluran di daerah hingga ke desa-desa yang dilakukan oleh pemda.

Adapun sumber dana berasal dari stimulus penanggulangan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. Dari 10 poin bansos yang dipaparkan presiden, terhitung ada Rp162,16 triliun dicairkan khusus untuk bantuan sosial. 

Pemerintah menyiapkan beragam bantuan sosial untuk masyarakat terdampak Covid-19. Alinea,id/OkyDiaz.

“Pemerintah ingin perhatian besar dan memberi prioritas utama pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dan meningkatkan daya beli masyarakat di lapisan bawah,” ungkapnya dalam konferensi pers, Kamis (9/4).

Di sisi lain, pemerintah mengharapkan perusahaan tak mengambil langkah PHK di tengah kondisi tak menentu imbas Covid-19.
"Tantangan yang kita hadapi tidak mudah. Saya minta perusahaan berusaha keras pertahankan pekerjanya," pintanya.

Insentif bila tak mudik

Menteri Sosial Juliari Peter Batubara memaparkan, pembagian PKH dan program pembagian sembako selama ini sudah berjalan. Namun, mekanisme pencairan PKH berubah dari yang sebelumnya tiga bulan sekali menjadi sebulan sekali.

“Tetap kami menerapkan physical distancing bagi KPM (Keluarga Penerima Manfaat) mengambil sembakonya di e-warong yang menjadi mitra kami,” katanya dalam konferensi pers, Selasa (7/4).

Juliari menjelaskan, data penerima sasaran berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang selama ini menjadi acuan Kemensos. Untuk bansos tambahan di wilayah Jabodetabek, DTKS akan dipadukan dengan data pemerintah daerah (Pemda). Selain itu, penyaluran bansos bagi penerima tambahan akan dimulai bulan April. Pihaknya masih melakukan koordinasi terkait teknis penyalurannya.

“Ini menjadi insentif bagi mereka (warga Jabodetabek) untuk tidak mudik. Jadi mereka diberikan program khusus sembako dan penerimanya adalah orang yang belum menerima PKH dan program sembako,” tambahnya. 

Berdasarkan DTKS 2020, Kemensos menyebut jumlah penerima sembako mencapai 15.301.581, PKH 9.243.038, PBI Kartu Indonesia Sehat 96.800.000, dan Program Indonesia Pintar 4.957.875. Adapun rumah tangga penerima mencapai 27.060.751 dan 97.388.064 jiwa, serta 29.085.939 keluarga.

Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kemensos Asep Sasa Purnama menjelaskan, sasaran penerima perluasan program sembako ditujukan kepada KPM dari desil 1 (10% rumah tangga dengan penghasilan terendah) dan desil 2 (10-20% terendah) serta juga mencakup desil 3 (20-30% terendah) dari wilayah zona merah Covid-19. 

 

“Sementara ini mekanisme ditangani agen Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) bersama mitra kerjanya dalam menyediakan kebutuhan sembako KPM," ujarnya kepada Alinea.id, Sabtu (11/4).

Bantuan ini mencakup kebutuhan karbohidrat (beras, jagung, atau sagu), protein (telur ayam, daging ayam, daging sapi, ikan segar, dan kacang-kacangan) serta vitamin (sayuran dan buah-buahan)

Bendahara negara pun sudah mengamini adanya tambahan pagu anggaran untuk PKH. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, pihaknya masih memproses kenaikan pagu anggaran PKH dari Rp29,13 triliun menjadi Rp37,4 triliun yang akan selesai dalam beberapa minggu kedepan.

“Ini akan mendukung daya beli masyarakat, sehingga konsumsi rumah tangga yang sempat terganggu di awal akan bisa meningkat dan lebih baik, sehingga berdampak kepada rumah tangga dan ekonomi,” katanya dalam konferensi pers, Rabu (8/4).

Pihaknya juga tengah berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk memberi insentif kepada para pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Adapun skemanya menyerupai kartu pra-kerja yang ditargetkan sebesar 400 ribu pekerja.

“Dengan pra-kerja 5,6 juta dan ada skema lain oleh BPJS TK 400 ribu, ini bisa meng-cover 6 juta orang. BPJS TK juga sudah siap melaksanakan dalam waktu dekat,” tambahnya.

 

Sementara untuk pergeseran alokasi dana desa, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti mengimbau penggunaan dana desa untuk bansos sesuai kapasitas dan dampak Covid-19 yang terjadi pada masing-masing desa. 

“Nanti dana desa itu yang semula untuk cashforward dan pemberdayaan masyarakat, nanti akan ada menu baru, yaitu BLT atau bansos yang diberikan kepada desa,” jelasnya.

Adapun pendataan warga desa sasaran akan melibatkan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes) dan Pemda setempat. “Kalau data ini selesai cepat, mungkin akan cepat, setidaknya dua minggu kita lakukan penghitunggan dan paling tidak April ini bisa terealisasi,” tambahnya.

Catatan ekonom

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, jumlah bansos yang dibagikan oleh pemerintah masih belum ideal. Merujuk pada stimulus Rp405,1 triliun yang digelontorkan pemerintah, alokasi dana untuk jaring pengaman sosial hanya Rp110 triliun.

“Melihat proporsi (stimulus) agar ekonomi berjalan, harusnya proporsi bansosnya lebih besar dibanding penggunaan lainnya,” tegasnya kepada Alinea.id, Minggu (12/4).

Tauhid mencontohkan, program bantuan sembako sebesar Rp200 ribu/bulan yang diterapkan di luar Jabodetabek hanya cukup memenuhi 15,94% pengeluaran makanan masyarakat miskin atau 11,32% pengeluaran makanan masyarakat hampir miskin. 

“Tapi mi instan, gula pasir, dan kue basah enggak bisa digunakan (dalam kartu sembako). Padahal itu besar penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari yang seharusnya dibutuhkan,” ungkapnya.

Dia juga mendorong agar PKH diperluas dan nominal bantuannya diperbesar lantaran sifatnya yang kondisional berdasarkan KPM sasaran. Masalah lainnya adalah banyaknya penduduk yang tidak terdata oleh Dinas Sosial, sehingga berpotensi tak mendapat bansos. 
“Misalnya di Jakarta saja yang tidak masuk KK DKI dan terdampak itu banyak sekali. Misalnya jadi pengemudi ojol. Tidak semua masuk ke wilayah pendataan,” terangnya.

Menurutnya, pemerintah sebaiknya terus memperbaharui basis data penyaluran bansos (DTKS) hingga ke tingkat kelurahan dan desa agar penyalurannya dapat tepat sesaran. DTKS sendiri terakhir diperbaharui berdasarkan Kepmensos 19/HUK/2020 tentang DTKS 2020.

Tauhid menyarankan koordinasi antar instansi dan pemerintah daerah harus diperkuat karena banyaknya jenis bansos berpotensi memunculkan penerima ganda. Dia menyarankan adanya sosialisasi bersama untuk PKH, sembako, BLT, kartu pra-kerja, dan program bansos lainnya.

Namun, Tauhid mengapresiasi langkah pemerintah pusat yang mendorong penggunaan dana desa untuk bansos. “Tidak semua daerah punya duit, APBD turun drastis karena dana dari pusat turun, transfer daerah dikurangi. Satu-satunya jalan, dana desa ini dikeluarkan dan itu nanti kalau ada kesepakatan di antara stakeholder daerah,” jelasnya.

Dia menjelaskan, perlu ada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dari Kementerian Dalam Negeri serta pengawasan dari Pemda, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kemudian, para pemangku kepentingan di daerah mesti menyepakati kriteria dan data penerima sasaran.

“Mantri-mantri BPS di tingkat kecamatan juga harus dilibatkan untuk verifikasi, jangan sampai yang dekat kepala desa atau pamong desa saja yang mendapat bantuan,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam berpendapat, stimulus yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp405,1 triliun memang dibutuhkan untuk menanggulangi dampak Covid-19. Dibanding negara Asia lain, jumlah insentif Indonesia yang proporsinya 2,5% dari PDB berada di urutan ketiga terbesar setelah Malaysia (17%) dan Thailand (3%).

Menurutnya ada tiga fungsi dari stimulus ini yaitu menanggulangi pandemi, membantu masyarakat yang terdampak, dan meningkatkan daya tahan dunia usaha. “Kalau kita lihat, tiga hal inilah yang kita butuhkan, terlepas cukup atau tidak cukupnya,” ujarnya.

Piter berpendapat, pandemi Covid-19 sangat memukul sektor riil karena pelaku usaha terpaksa tidak berproduksi. “Perusahaan kita mau produksi bisa, tapi enggak boleh beroperasi penuh. Pegawai-pegawainya disuruh pulang ke rumah. Ini bukan disebabkan perekonomian kita ambruk, tapi wabah yang menyebabkan perekonomian kita tidak beroperasi normal,” jelasnya kepada Alinea.id pada Kamis (2/4).

Dalam keterangan tertulisnya, dia melihat tambahan belanja pemerintah tersebut tak dapat diimbangi oleh penerimaan negara yang diprediksi turun akibat menurunnya permintaan domestik dan harga komoditas di tingkat global. 

“CORE memprediksikan penerimaan perpajakan akan berada di kisaran Rp1.452 – Rp1.514 triliun,” tulisnya pada Kamis (8/4). Angka ini lebih rendah dibandingkan realisasi penerimaan perpajakan tahun lalu yang sebesar Rp1,957,2 triliun.

Pihaknya merekomendasikan tiga hal untuk membiayai defisit pemerintah yaitu mendahulukan penerbitan surat utang domestik berdenominasi Rupiah, dan tidak perlu buru-buru menerbitkan SUN (Surat Utang Negara) global untuk menambah suplai dolar AS. Ia menyarankan pemerintah menunda penerbitan SUN Global hingga setelah wabah Covid-19 mereda dan sentimen pasar pulih.

“Posisi cadangan devisa saat ini relatif masih cukup besar untuk membiayai intervensi Bank Indonesia (BI) dalam rangka stabilisasi nilai tukar. Selain cadangan devisa, BI juga memiliki second line of defence berupa fasilitas pinjaman IMF (Dana Moneter Internasional), perjanjian kerjasama swap agreements dengan beberapa bank sentral, serta fasilitas Repo Line dari The Fed,” terangnya.
 
Global bond jangka waktu terpanjang

Bengkaknya anggaran karena imbas Covid-19 ini juga sudah dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia memproyeksikan defisit anggaran pada tahun ini bakal mencapai Rp852,9 triliun atau sekitar 5,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Lantas dari mana uang untuk membiayai lonjakan belanja ini? Dalam rapat kerja bersama Komisi XI secara virtual, Senin (6/4), Sri Mulyani menyatakan pemerintah membuka peluang penambahan pembiayaan utang secara multilateral dan bilateral.

Sri Mulyani menjelaskan, outlook pembiayaan utang pada tahun ini diproyeksikan naik 131,2% secara tahunan (yoy) mencapai Rp1.006,4 triliun. Angka itu melonjak 286% dari asumsi APBN 2020 yang mematok pembiayaan utang hingga Rp351,9 triliun.

Rinciannya adalah pembiayaan utang melalui surat berharga negara (SBN) secara netto diproyeksikan mencapai Rp549,6 triliun. Dengan ini, terdapat tambahan pembiayaan SBN hingga Rp160,2 triliun dibandingkan target pada APBN 2020.

Adapun, utang luar negeri secara netto yang awalnya dipasang di angka negatif Rp 38,8 triliun karena banyaknya pembayaran cicilan dibandingkan penarikan pinjaman baru kini justru berbalik. Utang luar negeri terutama dari lembaga multilateral diproyeksikan naik karena pembiayaan dari lembaga-lembaga tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan memenuhi pembiayaan lewat pasar obligasi yang saat ini masih volatile.

"Kredit dari lembaga multilateral dan bilateral memiliki tingkat harga jauh lebih dibandingkan baik obligasi karena biaya tidak bergerak mengikuti pasar," ujarnya.

Pemerintah kemudian memproyeksikan utang luar negeri sebesar Rp 5,7 triliun. Angka ini naik Rp 44,4 triliun dibandingkan nominal yang tertera dalam APBN 2020.

Pembiayaan dari saldo anggaran lebih (SAL) yang awalnya sebesar Rp 25 triliun pun ditingkatkan Rp 45,6 triliun menjadi Rp 70,6 triliun. Adapun pembiayaan berupa pandemic bond diperkirakan mencapai Rp 449,9 triliun.

Salah satunya, dengan penerbitan Global Bond sebesar US$4,3 miliar dalam 3 bentuk surat berharga global yaitu Surat Berharga Negara (SBN) seri RI1030, RI 1050, dan RI0470.

Seri RI1030 memiliki tenor 10,5 tahun yang jatuh tempo pada 15 Oktober 2030 diterbitkan sebesar US$ 1,65 miliar dengan yield global sebesar 3,9%. Seri kedua yaitu RI1050 dengan tenor 30,5 tahun atau jatuh tempo 15 Oktober 2050. Nominal yang diterbitkan juga US$ 1,65 miliar dengan yield 4,25%.

Seri ketiga adalah RI0470 dengan tenor 50 tahun, jatuh tempo 15 April tahun 2070 sebesar US$ 1 miliar dengan tingkat yield 4,5%. Seri ini merupakan global bond pertama yang diterbitkan dengan tenor 50 tahun.

"SBN yang ketiga dan ini adalah series baru yang belum pernah diterbitkan sebelumnya adalah RI0470. Jatuh tempo atau tenornya 50 tahun yaitu 15 April tahun 2070 sebesar 1 miliar US dollar dengan tingkat yield 4,5%," jelas Sri Mulyani pekan lalu.

Menurutnya, penerbitan surat utang dengan tenor 50 tahun merupakan tenor terpanjang yang pernah dilakukan pemerintah Indonesia. Ani menyebutkan Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan sovereign bond sejak WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi.

Dia berujar penerbitan USD bonds ini untuk menjaga pembiayaan aman sekaligus menambah cadangan devisa bagi Bank Indonesia. Pemanfaatan dari penerbitan ini sangat positif di tengah turbulensi pasar keuangan global.


 

Berita Lainnya
×
tekid