sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICW: Sektor pangan lahan gurih perburuan rente

Mekanisme pengendalian impor oleh pemerintah dan mekanisme kuota impor, acap kali menjadi celah timbulnya korupsi.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Jumat, 30 Jul 2021 18:42 WIB
ICW: Sektor pangan lahan gurih perburuan rente

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyebutkan, sektor pangan menjadi lahan gurih perburuan rente dari sejumlah pihak melalui importasi bahan pangan.

Mekanisme pengendalian impor oleh pemerintah dan mekanisme kuota impor, acap kali menjadi celah timbulnya korupsi yang dimainkan baik oleh pejabat negara, maupun pengusaha dan politikus yang berkaitan dengan pemberian izin impor.

"Dapat saya sampaikan sektor pangan merupakan salah satu sektor gurih untuk perburuan rente. Ini yang kami temukan dibeberapa kasus yang ditangani KPK," katanya dalam webinar, Jumat (30/7).

Selain itu, izin impor yang mudah dan potensi keuntungan yang besar menggoda sejumlah pihak untuk terus melakukan impor, meskipun tidak dibutuhkan.

Adanan mengungkapkan, dalam banyak kasus perkara korupsi yang terjadi terkait impor pangan, dia menemukan bahwa melalui mekanisme impor ini terdapat selisih harga yang sangat besar dari hasil pengadaan dengan penjualan.

"Jadi ada selisih harga luar biasa tajam rata-rata harga impor dan harga yang dilempar ke pasar, itu selisih yang kami sebut sebagai rente," ujarnya.

Selain tata kelola impor yang amburadul, dia pun mengatakan bahwa mekanisme impor yang dilakukan oleh pemerintah, merupakan mekanisme tertutup yang hanya diketahui oleh pemerintah dan importir. 

Praktik lancung seperti ini pun telah berlangsung lama. Dari data impor pangan 2005 hingga 2017 misalnya, ICW menemukan adanya ketidaksesuaian data antara milik Indonesia dengan negara importir. Selisihnya hingga Rp20 triliun.

Sponsored

"Kalau kita akumulasi nilainya dengan kurs Rp14.000, itu sekitar Rp20 triliun dana yang tidak jelas. Ini sebenarnya masalah ketidakandalan data mengenai impor atau memang ada praktik impor ilegal yang dilakukan," ucapnya.

Oleh karena itu, sambungnya, tak heran banyaknya beredar bahan pangan impor di pasaran yang menyebabkan jatuhnya harga petani karena tak dapat diserap pasar.

Bahkan, untuk beberapa wilayah, misalnya yang tidak mengonsumsi beras, dipaksa untuk mengonsumsi beras agar impor bahan pangan tersebut dapat terus dilakukan dan seolah-olah diperlukan.

 "Kita secara politik disetel, makannya beras bahkan di daerah yang tidak makan beras. Ini suatu hal yang membahayakan, mulai dari sisi ketahanan pangan dan monopoli atau oligopoli dari mekanisme impor di Indonesia," tegasnya.

Berita Lainnya
×
tekid