sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Indonesia mampu produksi APD hingga 28 juta pieces per bulan

Kebutuhan APD nasional diperkirakan hingga 10 juta pieces per bulan.

Annisa Saumi Fadli Mubarok
Annisa Saumi | Fadli Mubarok Senin, 06 Apr 2020 19:16 WIB
Indonesia mampu produksi APD hingga 28 juta pieces per bulan

Industri dalam negeri siap memasok kebutuhan dalam negeri untuk menghadapi pandemi Covid-19. Kebutuhan alat kesehatan tersebut seperti alat pelindung diri (APD), masker, obat-obatan, sarung tangan karet, vitamin, dan pansanitasi tangan.

Untuk kebutuhan APD, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, ada 28 perusahaan yang memproduksi APD. Pihaknya pun telah menghubungi perusahaan tersebut satu persatu untuk didata.

"Secara kompilasi, 28 perusahaan tersebut mampu memproduksi APD sejumlah 28 juta pieces (pcs) per bulan apabila utilisasi mereka 100%," tutur Agus saat rapat kerja virtual bersama komisi VI DPR RI, dari Jakarta, Senin (6/4).

Apabila kebutuhan APD dalam negeri mencapai 5 juta pcs hingga 10 juta pcs per bulan, Agus optimistis kebutuhan tersebut akan terpenuhi. Bahkan, apabila perlu, sisa APD tersebut nantinya bisa dikespor ke luar negeri sebagai alat penawaran ke negara yang memproduksi ventilator pernapasan.

APD tersebut dibagi menjadi dua jenis, yaitu medical grade dan nonmedical grade. Saat ini, produksi APD medical grade  masih belum besar, hanya 1,2 juta pcs per bulan. Sementara untuk APD nonmedical grade bisa diproduksi sebanyak 12 juta pcs per bulan.

"Bahan bakunya ada, tersedia di Indonesia. Hanya saja selama ini bahan baku tersebut, polyprophelene, selama ini tak digunakan untuk memproduksi APD," ujar Agus.

Beberapa perusahaan tekstil juga telah mendiversifikasi produksi mereka ke produksi alat kesehatan seperti PT Pan Brothers Tbk. (PBRX) dan PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex.

Kementerian Perindustrian, telah memberikan keringanan izin usaha kepada industri tekstil untuk memproduksi alat kesehatan. Sehingga, ketika industri tekstil akan mendiversifikasi usahanya ke produksi alat kesehatan, mereka tak perlu lagi izin dari Kementerian Perindustrian.

Kemudian untuk industri farmasi, telah ada lima perusahaan yang memproduksi hydroxychloroquine sulfate dengan kapasitas 1,5 juta tablet per bulan dan chloroquine phospate dengan kapasitas 1,4 juta tablet per bulan.

Sektor farmasi mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku obat. Sebab, bahan baku obat selama ini didapatkan dari China dan India. Kedua negara tersebut seperti diketahui melakukan penguncian wilayah sehingga pengiriman bahan baku menjadi terhambat.

Sementara untuk produksi masker, ada 17 perusahaan yang mampu berproduksi dengan kapasitan 318,4 juta masker/bulan. Untuk masker, Agus mengatakan memang ada beberapa kebutuhan impor. Akan tetapi, sebagian besar bahan baku bisa diperoleh dari dalam negeri.

Sedangkan untuk produksi ethanol ada tujuh perusahaan yang mampu berproduksi dengan kapasitas 20.400 kl/bulan. Kemudian pensanitasi tangan sebanyak 104 perusahaan dengan kapsitas produksi 16.400 kl/bulan.

"Produksi ethanol dan pensanitasi tangan suplainya mencukupi. Bahkan kami menerima surat dari asosiasi ethanol yang meminta diberikan alokasi untuk ekspor. Permintaan mereka sedang kami pelajari," katanya.

Adapun untuk ventilator, Agus mengakui Indonesia belum mampu memproduksi alat tersebut. Namun, hal tersebut tengah diupayakan oleh beberapa universitas di Indonesia.

Sementara itu, Ketua Gugus Tugas Covid-19, Letjen (TNI) Doni Monardo mengatakan, distribusi APD menjadi hal paling sulit dalam menghadapi pandemi Covid-19. Kesulitan serupa juga dialami seluruh negara.

Nilai APD di tengan wabah sekarang ibarat peluru kendali rudal untuk perang. Seluruh negara merebutkan lantaran keberadaannya yang sangat strategis.

"Nilai APD hari ini kalau saya katakan seperti peluru kendali, betapa strategisnya. Tapi alhamdulliah sekali lagi, pada dua minggu yang lalu kita berhasil membatalkan ekspor sebanyak 205 ribu ke Korea Sealatan. Ini berkat jasa teman-teman Bea Cukai," kata Doni dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR secara virtual, Senin (6/4).

Sebagai contoh atas kelangkaan tersebut, Doni menceritakan siasat Amerika Serikat (AS) dalam melakukan upaya menyelak negara-negara lain untuk mendapat APD dari satu negara. Namun demikian, upaya tersebut tidak bisa dilakukan mengingat keberadaannya yang sangat langkah dan dibutuhkan seluruh masyarakat dunia.

Kendati demikian, Doni berjanji tim Gugus Tugas maupun BNPB akan berusaha semaksimal mungkin agar kebutuhan APD di Tanah Air dapat terpenuhi.

Sejauh ini, sebetulnya sejumlah perusahaan industri tekstil mampu memproduksi APD di Indonesia. Akan tetapi yang menjadi tantangan hingga kini, 100% bahan baku biasanya datang dari negara pemesan.

"Kita tak ubahnya sebagai penjahit. Maka hari ini kami optimis, setelah tim gabungan, para pakar peneliti dari berbagai PT ke BNPB bersama tim gugus tugas, ada sebuah harapan baru. Ada Matahari baru, bahwa kita bisa produksi APD dengan bahan baku lokal," urai Doni.

Tidak hanya itu, ke depan, jika masalah industri APD lokal ini bisa memenuhi kebutuhan domestik, bukan tidak mungkin Indonesia bisa membantu negara lain.

Berita Lainnya
×
tekid