sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Serbuan impor bikin industri TPT makin terpuruk di tengah pandemi

Industri ini mengalami kesulitan ekspor karena adanya pembatasan aktivitas logistik dan pengenaan safeguard oleh negara tujuan.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Kamis, 22 Apr 2021 13:20 WIB
Serbuan impor bikin industri TPT makin terpuruk di tengah pandemi

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) mengalami tekanan berat di tengah pandemi Covid-19. Pertumbuhan sektor ini pada kuartal IV-2020 mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 8,8% dan berdampak besar terhadap tenaga kerjanya.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, kondisi industri TPT saat ini seperti sudah jatuh tertimpa tangga.

Pasalnya, industri ini mengalami kesulitan ekspor karena adanya pembatasan aktivitas logistik dan pengenaan safeguard oleh negara tujuan, sementara di dalam negeri justru digempur produk impor.

"Serbuan impor terjadi karena di sisi hilir, impor produk pakaian bebas masuk tanpa pengenaan tarif ataupun regulasi nontarif," katanya dalam webinar, Kamis (22/4).

Kebijakan tersebut terjadi pada berbagai jenis pakaian jadi seperti atasan casual dan formal, bawahan, terusan, outwear, headwear, hingga pakaian bayi. Tak ketinggalan juga juga berbagai produk baju muslim, mulai gamis, baju koko hingga hijab.

Kondisi ini menunjukkan bahwa struktur tarif industri TPT tidak memiliki keberpihakan terhadap perlindungan dan pengamanan produk dalam negeri. Akibatnya, berbagai produk impor pakaian jadi bebas masuk dan mengancam keberlangsungan produsen dan tenaga kerja industri TPT.

Dengan mudahnya produk pakaian impor yang masuk khususnya dari China dan Thailand ke Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah, maka menyebabkan produsen dalam negeri khususnya IKM menjadi sangat tertekan dari berbagai sisi. 

"Konsekuensinya terjadi dilematis. Pilihan untuk berhenti berproduksi atau mengurangi pekerja," ujarnya.

Sponsored

Enny menjelaskan, terdapat 407.000 unit usaha garmen yang termasuk golongan IKM. Jika semakin banyak unit usaha yang tersingkir maka kemampuan menyerap tenaga kerja semakin rendah. 

Tercatat sedikitnya lebih dari dua juta tenaga kerja yang menggantungkan nasibnya pada industri garmen di dalam negeri. Jika tenaga kerja pada industri garmen tersebut tidak diproteksi, maka akan mengancam meningkatnya pengangguran. 

Berita Lainnya
×
tekid