sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jurus Sri Mulyani tambal defisit BPJS Kesehatan Rp28 triliun

Defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencapai Rp28 triliun.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Selasa, 30 Jul 2019 20:24 WIB
Jurus Sri Mulyani tambal defisit BPJS Kesehatan Rp28 triliun

Defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencapai Rp28 triliun. Sehingga, pemerintah akan melakukan perbaikan secara keseluruhan sistem BPJS. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam sistem jaminan kesehatan ada yang belum pas dari sisi keberlanjutan keuangannya, antara jumlah yang diterima dengan jumlah yang dikeluarkan.

“Salah satu temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berhubungan dengan rumah sakit ada yang mengaku kategori (rumah sakitnya) lebih tinggi sehingga waktu menagih ke BPJS jadi lebih mahal,” katanya di Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (30/7).

Untuk itu, katanya, sebanyak 660 rumah sakit akan diturunkan kategorinya. Ia juga telah meminta BPJS untuk melakukan koreksi terhadap sistem administrasinya. Dengan demikian, ujar Sri, akan dapat menghemat anggaran BPJS hingga ratusan miliar rupiah.

“Itu sendiri saja udah bisa hemat berapa banyak, puluhan bahkan ratusan miliar. Dari rapat itu disepakati supaya BPJS dan Kemenkes memperbaiki sel elementer penyelenggaraan sistem jaminan kesehatan nasional kita,” ucapnya.

Ke depan, lanjutnya, juga akan dikaji kembali mengenai peserta mana yang harus ditanggung oleh pemerintah melalui Bank Indonesia dan mana yang tidak.

Karena menurutnya, penerima jaminan kesehatan dari sektor pekerja informal menyumbang paling banyak terhadap defisit anggaran.

“Ini yang menimbulkan defisit besar. Biasanya mereka hanya jadi peserta saat mau sakit. Kita juga lihat ASN/TNI/Polri yang selama ini dibayarkan APBN semua masih bagus,” ujarnya.  

Sponsored

Ia juga memaparkan ke depan akan dilakukan pembatasan pelayanan yang dapat dinikmati oleh pemegang kartu BPJS Kesehatan. Karena, menurutnya, selama ini pemegang kartu bebas mendapatkan manfaat apa saja dari layanan tersebut.

“Hal ini sebabkan ketidakcocokkan antara tarif yang dikumpulkan dengan manfaat yang harus dibayar dan ini menimbulkan defisit kronis,” tuturnya.

Jadi dalam hal ini, katanya, Menteri Kesehatan dan BPJS harus sepakat bagaimana menyeimbangkan tarif dan manfaat yang didapat, sehingga rumah sakit, farmasi, dan BPJS sendiri bisa sustain dalam menyelenggarakan jaminan sistem kesehatan.

Mantan Direktur Bank Dunia tersebut juga mengatakan, Pemerintah Daerah juga akan didorong untuk lebih proaktif untuk menyaring calon-calon penerima layanan kesehatan tersebut.

“Pemda diharapkan berperan lebih dalam melakukan screening dan berkoordinasi termasuk dalam hal pengendalian, terutama pengawasan fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjut yang ada di rumah sakit,” jelasnya.

Sementara untuk menanggulangi defisit anggaran yang terjadi dia mengatakan akan melakukan koordinasi dengan menteri-menteri terkait. Sebab, ucapnya, defisit yang terlalu panjang tentu tidak baik bagi sistem kesehatan secara keseluruhan.

Ia pun mengatakan jika pun nantinya pemerintah memberikan suntikan dana untuk menutupi defisit tersebut, harus dipastikan bahwa itu terjadi untuk mendorong perbaikan sistem.

“Jangan sampai kemudian kalau bolong datang ke Kemenkeu minta ditambal lagi, sehingga tidak ada motivasi perbaikan sistem. Kita gunakan momentum ini untuk perbaikan secara keseluruhan,” tuturnya.

Berita Lainnya
×
tekid