sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menkeu: Transisi energi harus adil dan terjangkau

Berdasarkan ketetapan World Bank, terdapat enam pilar yang harus terpenuhi bagi suatu negara untuk memperoleh pembiayaan iklim konsesional.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Rabu, 19 Okt 2022 08:46 WIB
Menkeu: Transisi energi harus adil dan terjangkau

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan, terdapat banyak hal yang perlu disiapkan oleh Indonesia untuk bisa melakukan transisi energi fosil menuju energi terbarukan. Ini karena menurutnya, energi berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Transisi juga perlu dilakukan secara bersama-sama oleh semua pihak, mulai dari pemerintah, bank-bank pembangunan, swasta, hingga lembaga internasional.

“Prinsip utama yang harus dipahami adalah bahwa transisi energi harus adil dan terjangkau,” ujar Menkeu dalam keterangannya, ditulis Rabu (19/10).

Berdasarkan ketetapan World Bank, terdapat enam pilar yang harus terpenuhi bagi suatu negara untuk memperoleh pembiayaan iklim konsesional, yaitu pembiayaan persiapan transisi, perlengkapan dan jaringan yang memperkuat pembiayaan, program persiapan transisi, perlengkapan dan jaringan yang memperkuat pembiayaan, program persiapan pengelolaan permintaan, persiapan proyek energi bersih, mitigasi risiko dan pendanaan peluncuran energi bersih, serta pembiayaan penurunan bahan bakar fosil.

Menkeu Srimul menjelaskan, Indonesia saat ini sudah termasuk negara dengan kesiapan yang baik dari segi perencanaan investasi. Ini bisa dilihat dari proyek yang sedang dijalani terkait Energy Transition Mechanism Country Platform.

“Indonesia juga telah memiliki progres Project Pipeline. Terdapat lima proyek yang sudah diidentifikasi dengan besaran emisi karbondioksida (CO2) serta biayanya,” kata Srimul.

Srimul juga menambahkan, Indonesia sudah memiliki target terkait rencana transisi energi yang akan dilakukan.

“Indonesia memiliki target jangka menengah soal nationally determined contribution yang dibuat lebih agresif. Dan terkait transisi energi, kita sudah mengidentifikasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang akan dipensiunkan, serta rencana energi terbarukan. Kita sudah menyusun dasar peraturan, dan bahkan sudah sampai ke titik mengelola transaksi pipeline,” lanjut Srimul.

Seperti diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 23 September 2022, telah meningkatkan ambisi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia. Peningkatan secara agresif ini menurunkan emisi GRK Indonesia dengan kemampuan sendiri pada Updated NDC (UNDC) sebesar 29% menjadi 31,89% pada ENDC, dan target dengan dukungan internasional pada UNDC dari 41% naik menjadi 43,20% pada ENDC.

Sponsored

Kemudian rencana pemensiunan PLTU batu bara juga telah ditetapkan melalui kebijakan resmi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik.

Perusahaan Listrik Negara menetapkan empat ketentuan bagi PLTU yang akan dipensiunkan, yaitu kapasitas PLTU untuk membangun Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Jika PLTU tidak menyanggupi untuk membangun CCUS atau beban yang ditanggung biayanya makin mahal, maka PLTU akan dipensiunkan.

Kedua adalah sisi usia dan fungsi pembangkit. Jika usia PLTU semakin tua dan fungsinya menurun, maka PLTU dipertimbangkan untuk pensiun. Ketiga adalah berdasarkan sisi lokasinya, artinya jika PLTU bertugas memasok listrik ke industri dan kawasan ibu kota maka tidak terkena dampak pensiun dini dalam waktu dekat, namun ditargetkan tahun 2050 seluruh PLTU batu bara sudah pensiun. Dan terakhir, keempat yaitu jika PLTU menggunakan teknologi yang kuno, dipastikan PLTU akan dipensiunkan.

Sebelumnya, Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Royke Tumilaar mengungkapkan, perbankan akan mulai melakukan pembiayaan terhadap sektor hijau meski dilakukan secara perlahan dan bertahap. Pasalnya saat ini menurutnya perekonomian Indonesia masih banyak ditopang oleh sektor non hijau.

“Ekonomi kita masih banyak di sektor non hijau, kalau beberapa bank Himbara (himpunan Bank Negara) mundur dari sektor non hijau, tentu penerimaan negara akan drop. Jadi kita akan balancing supaya transisi ekonomi hijau dijalankan secara bertahap,” katanya saat paparan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR, Selasa (27/9).

Berita Lainnya
×
tekid