sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pidato Donald Trump di Sidang Umum PBB ke-73 paling dinanti

Rangkaian Sidang Umum PBB ke-73 telah dibuka pada 18 September dan dijadwalkan berlangsung hingga 5 Oktober. 

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Senin, 24 Sep 2018 09:34 WIB
Pidato Donald Trump di Sidang Umum PBB ke-73 paling dinanti

Para pemimpin dunia tengah berkumpul di New York, Amerika Serikat, untuk menghadiri Sidang Umum PBB ke-73. Termasuk di antaranya adalah Wakil Jusuf Kalla yang akan memimpin delegasi Indonesia.

Sidang Umum PBB ke-73 telah dibuka pada 18 September dan dijadwalkan berlangsung hingga 5 Oktober. 

Setelah Presiden Donald Trump menggunakan Sidang Umum PBB tahun lalu untuk menguraikan kebijakan luar negerinya yang dikenal dengan sebutan "America First", delegasi Uni Eropa adalah salah satu dari banyak pihak yang menekankan pentingnya aliansi dan kemitraan lama.

"Kami mendukung keras multilateralisme. Kami ingin memperkuat sistem berbasis aturan ini. Dan kami merasa bahwa merasa bahwa sistem tersebut telah diserang, ditantang oleh sejumlah krisis. Kami ingin menghentikannya," terang Duta Besar Uni Eropa untuk PBB João Vale de Almeida. 

Dorongan bagi denuklirisasi Korea Utara dan sikap keras AS terhadap Iran diperkirakan akan menjadi agenda utama Trump dalam Sidang Umum PBB ke-73.

Bantuan luar negeri juga akan menjadi salah satu agenda Trump, ungkap Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley.

"AS murah hati, kami akan bermurah hati pada mereka yang berbagi nilai-nilai yang sama dengan kami, kami murah hati bagi mereka yang bekerja sama dengan kami, namun bukan mereka yang mencoba menghentikan AS dan dan mengatakan mereka membenci kami," tutur Haley.

Sidang Umum PBB ke-73 ini akan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Ekuador Maria Fernanda Espinosa Garces. Dia tercatat sebagai wanita Amerika Latin pertama yang memimpin majelis.

Sponsored

Dalam sebuah kesempatan, Garces mengatakan, prioritasnya adalah menjadikan PBB 'parlemen kemanusiaan'. Karena itu, para pemimpin dunia juga akan difokuskan untuk memecahkan sejumlah krisis kemanusiaan, dari Myanmar ke Yaman dan dari Suriah ke Sudan Selatan.

Namun, bagaimanapun, semua mata akan tertuju pada Trump untuk menyimak apa yang akan disampaikannya. 

Saat ini, AS tengah terlibat perseteruan dengan China terkait perang dagang, kebijakan Beijing membeli senjata dari Rusia, dan permintaan AS agar kantor berita Tiongkok di Negeri Paman Sam mendaftar sebagai agen asing.

Sementara itu, serangan terhadap parade militer Iran di kota Ahvaz pada Sabtu (22/9) kian mempertajam konflik Washington-Teheran. Serangan tersebut menewaskan lebih dari 20 orang dan melukai puluhan lainnya. 

Presiden Iran Hassan Rouhani menunjuk tentara bayaran asing yang didukung AS sebagai dalang di balik serangan tersebut. 

"Ini adalah perbuatan AS, yang mendukung tentara-tentara bayaran dari negara -negara kecil di wilayah ini. Adalah AS yang memprovokasi mereka. Adalah AS yang memberikan mereka kebutuhan yang diperlukan untuk melakukan kejahatan tersebut," kata Rouhani.

"Pemerintah siap untuk melawan tindakan apa pun oleh AS, dan Amerika akan menyesali ini," kata Rouhani. 

Tuduhan Rouhani dibantah oleh Dubes Haley. 

"Rouhani mengeluarkan banyak retorika. AS mengutuk serangan teror di mana saja, titik. Kami selalu setia dengan itu ... Dia bisa menyalahkan kita semua atas sesuka hatinya. Namun yang harus dia lakukan adalah bercermin," tutur Perwakilan Tetap AS untuk PBB tersebut.

Meskipun ketegangan dengan Iran meningkat, Haley menekankan bahwa AS tidak berusaha melakukan perubahan rezim di mana pun.

"AS tidak ingin melakukan perubahan rezim di Iran. Kami tidak ingin melakukan perubahan rezim di mana pun. Apa yang kami ingin lakukan adalah melindungi AS, melindungi sekutu kami," katanya.

"Presiden Trump telah sangat tegas soal Iran ... Ekonomi Iran telah jatuh karena AS menarik diri dari kesepakatan nuklir. Mereka semakin putus asa," imbuhnya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Heather Nauert menyebut serangan saat parade militer Iran itu sebagai terorisme.

"Kami berdiri dengan rakyat Iran melawan momok terorisme Islam radikal dan mengungkapkan simpati kami kepada mereka pada saat yang mengerikan ini," katanya Sabtu.

Pawai itu adalah bagian dari perayaan nasional di Iran untuk menandai peringatan 30 tahun berakhirnya perang delapan tahun dengan Irak.

Sejumlah pria bersenjata menembaki pasukan bersenjata yang tengah berbaris serta penonton yang berkumpul untuk menyaksikan pawai, juru bicara Angkatan Bersenjata Iran Brigjen Jenderal Abolfazl Shekarchi mengatakan pada Mehr, sebuah kantor berita Iran.

Kantor berita IRNA melaporkan, keempat penyerang tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan. (Euro News dan CNN)

Berita Lainnya
×
tekid