Bertemu PM Rusia, Presiden Filipina disebut tidak terawat
Lawatan Duterte ke Rusia bertujuan untuk memperluas kerja sama kedua negara, termasuk pertahanan dan keamanan.
Juru bicara Presiden Filipina Rodrigo Duterte membela kepala negaranya dari kritik yang menyebutkan bahwa dia tampak tidak terawat ketika bertatap muka dengan Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev di Moskow pada Rabu (2/10). Salvador Panelo menegaskan, Duterte sangat higienis dan beraroma segar.
Panelo yang ikut dalam rombongan Duterte melawat ke Rusia menantang para kritikus untuk berdekatan dengan sang presiden agar dapat mencium wanginya.
"Itulah yang disampaikan para wanita ketika mereka mencium Presiden Duterte, dia wangi," ujar Panelo.
Pavol Vondra, editor CRo Plus radio, pada Kamis (3/10) mentwit foto Duterte tengah berjabat tangan dengan PM Medvedev. Dia menyebut pemimpin Filipina itu kurang sedikit tidak terurus.
Foto-foto dan video pertemuan dinilai menunjukkan Duterte mengenakan setelan yang tidak pas dengan dasi yang tidak terpasang sempurna.
Rodrigo #Duterte showed up a bit unkempt for the meeting with the Russian PM Medvedev in Moscow and the Russian internet is having a blast: "Did he drink all night?", "Did he just leave the pub?", "Do Filipinos know what a (state visit) protocol is?" people ask. #DuterteInRussia pic.twitter.com/U823KExjDW — Pavel Vondra (@pavelvond) 2 October 2019
Membela Duterte, Panelo menjelaskan bahwa Duterte melonggarkan dasinya karena tercekik dan sangat tidak nyaman.
"Presiden Duterte berpakaian mengutamakan kenyamanan," kata Panelo.
Duterte berangkat ke Rusia pada Selasa (1/10) bersama dengan sejumlah menteri dan pejabat penting lainnya. Kunjungannya akan berlangsung hingga 5 Oktober.
Lawatannya ke Negeri Beruang Merah bertujuan untuk memperluas kerja sama kedua negara, termasuk pertahanan dan keamanan.
Duterte pernah mengatakan bahwa jika China dan Rusia membangun tatanan dunia baru, dia akan menjadi yang pertama untuk bergabung dan meninggalkan PBB, yang disebutnya menggambarkan dominasi Amerika Serikat dan tidak berhasil mencegah perang. (Reuters dan South China Morning Post)