sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Lambaian dan senyum gadis kecil kepada ayahnya sebelum dibunuh Israel

Menggunakan mobil van sewaan tetangga, beberapa anggota keluarga besar berangkat dari tempat tinggal mereka di kawasan Khan Younis.

Fitra Iskandar
Fitra Iskandar Jumat, 09 Sep 2022 15:50 WIB
 Lambaian dan senyum gadis kecil kepada ayahnya sebelum dibunuh Israel

Di sebuah sore yang terik di Gaza, Layan al-Shaer, 10, ingin bermain di pantai.  “Itu adalah idenya bahwa kami pergi ke pantai,” kata ibu Layan, Haala. "Dia sangat bersemangat. 'Aku ingin jalan-jalan ke pantai sebelum aku kembali ke sekolah,' kata Layan kepadaku,” Haala meneruskan ceritanya.

Menggunakan mobil van sewaan tetangga, Layan dan beberapa anggota keluarga besar berangkat dari tempat tinggal mereka di kawasan Khan Younis.

Musleh, ayah Layan, tinggal di rumah. Ia mengingat bagaimana dia melambai pada Layan ketika van itu pergi, Musleh berkata: “Saya tidak tahu bahwa ini akan menjadi terakhir kalinya saya melihat senyum gadis kecil saya.”

Segera setelah mereka berangkat, sebuah rudal ditembakkan ke truk dari pesawat tak berawak Israel. Israel telah memulai serangan besar-besaran terhadap Gaza pada hari itu, 5 Agustus.

“Anak-anak saya dan sepupu mereka mengobrol dan bernyanyi,” kata Halaa, ibu Layan. "Kemudian, dalam sekejap mata, ada ledakan dan lantai van berlumuran darah."

Menyadari bahwa Layan telah terluka parah, sepupunya Kamal turun dari van dan memanggil mobil yang lewat. Sopirnya membawa Layan ke rumah sakit Nasser di Khan Younis.

Musleh, ayah Layan, menerima telepon dari Halaa, istrinya. Dia sangat terkejut sehingga Musleh kesulitan memahami apa yang dia katakan.

“Saya baru bisa memahami bahwa truk itu terkena serangan Israel dan Layan terluka parah,” kata Musleh.

Sponsored

Dia bergegas ke rumah sakit Nasser, di mana Layan dirawat di unit perawatan intensif. Setelah beberapa jam, dia dipindahkan ke Rumah Sakit Gaza Eropa, juga di Khan Younis.

Layan menghabiskan beberapa hari di Rumah Sakit Eropa. Untuk sebagian besar waktu itu, Israel terus membombardir Gaza.

Karena kondisinya memburuk, ayahnya bersikeras bahwa dia harus dibawa ke luar Gaza untuk perawatan khusus yang tidak tersedia di dalam Jalur Gaza.

Pada 9 Agustus, Layan dibawa dengan ambulans ke rumah sakit al-Makassed di Yerusalem Timur yang diduduki. Ibu Layan menemaninya.

Musleh, meminta izin perjalanan dari Israel agar dia bisa bergabung dengan mereka di Yerusalem. Dia tidak bisa mendapatkan dokumentasi tepat waktu. Dua hari kemudian, Layan meninggal.

“Saya ingin melihat Layan sebelum dia meninggal,” kata Musleh. “Tapi aku tidak bisa. Ini telah menghancurkan hatiku,” Musleh bertutur.

Menargetkan warga sipil
Layan termasuk di antara 17 anak yang tewas karena serangan Israel di Gaza bulan lalu. Israel tahu bahwa mereka dapat meneror warga Palestina tanpa dimintai pertanggungjawaban. Pihak berwenang Israel bahkan berusaha menghindari disalahkan atas beberapa kematian.

Misalnya, militer Israel pada awalnya mengklaim bahwa roket yang ditembakkan oleh Jihad Islam menyebabkan kematian lima anak di pemakaman al-Fallujah, Gaza utara, pada 7 Agustus. Namun belakangan, Israel mengakui bahwa mereka lah yang membunuh lima anak itu.

Pertahanan untuk Anak Internasional-Palestina telah menetapkan bahwa Israel secara langsung membunuh tiga anak Palestina lainnya dalam serangan udara selama serangan Agustus. Penilaian organisasi itu diterbitkan sesaat sebelum kematian Layan al-Shaer diumumkan.

Al-Haq, kelompok hak asasi manusia Palestina lainnya, telah mendokumentasikan bagaimana Israel berulang kali menargetkan rumah warga sipil bulan lalu, termasuk banyak rumah tempat anak-anak tinggal.

Menargetkan rumah dan infrastruktur sipil melanggar prinsip pembedaan. Prinsip itu mengharuskan pihak-pihak yang bertikai untuk membedakan antara kombatan dan non-kombatan. Itu diabadikan dalam Statuta Roma dari Pengadilan Kriminal Internasional. 

Al-Haq berpendapat bahwa penggunaan drone dan senjata lain oleh Israel terhadap bangunan sipil “mungkin merupakan kejahatan perang.”

Layan al-Shaer akan dikenang karena kecintaannya pada dabke, tarian tradisional Palestina, yang biasa ia latih bersama Pusat Pendidikan Nawwar di Khan Younis.

Najwa al-Fara, direktur pusat tersebut, menggambarkan Layan sebagai “kupu-kupu di atas panggung,” menambahkan bahwa “dia selalu senang memimpin pertunjukan.”

Sepupu Layan, Roa (kiri) sering berdansa dengannya. Abdullah al-Naami Layan biasa menari bersama sepupunya Roa. Sejak kematian Layan, Roa merasa sangat sulit untuk berlatih dabke.

“Saya tidak bisa membayangkan panggung tanpa Layan,” kata Roa. “Kami berbagi segalanya bersama, harapan dan impian hari yang lebih baik.”

Layan ingin menjadi dokter ketika dia besar nanti. Setiap kali dia mendengar tentang kerabat yang jatuh sakit, dia akan bertanya apakah ada yang bisa dia lakukan untuk membantu mereka.

Seperti banyak anak lain di Gaza, masa depan Layan telah dicuri oleh Israel.(Tulisan Abdallah al-Naami seorang jurnalis dan fotografer yang tinggal di Gaza).(electronicintifada)

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid